Bagian 4. Sekolah

6.5K 934 46
                                    

Jeno membagi telur mata sapi menjadi dua bagian, satu potong untuknya dan satu potong lagi untuk Taeyong. Yah, Jeno harus puas dengan lauk seperti itu jika ingin ada yang bisa dimakan untuk esok hari. Terlebih lagi saat ini uang pensiun yang neneknya beri sudah mulai menipis.

"Ini Kak.. makan sendiri ya.."

"Iya~"

Jeno mengulas senyum lega melihat kakaknya yang menyendok telur buatannya dengan semangat. Ia bersyukur meski kondisi mental Taeyong di bawah kata normal, tapi ia tidak terlalu rewel soal lauk. Ia cukup dengan lauk telur mata sapi atau dadar. Biasa juga ditambah kecap atau kerupuk. Untuk sayur, Jeno biasa memasak sup atau bayam, dan Jeno akan menambah porsi kuahnya mengingat Taeyong akan memakan sayur dengan kuah yang 'menggenangi' nasinya. Ia tidak suka memakan nasi dengan kuah sedikit. Hanya saja porsi nasi Taeyong tidak boleh banyak-banyak, karena Taeyong sering kali tidak menghabiskan makanannya.

Hanya satu yang membebani pikiran Jeno, kakaknya masih belum mau lepas dari susu. Taeyong hanya mau sarapan jika dibuatkan susu, dan malamnya ia baru akan tidur setelah meminum susu. Hal itu membuat Jeno berpikir keras bagaimana menyisihkan uang tiap 2 kali dalam sebulan untuk membeli susu cokelat favorit Taeyong. Dan pagi ini Jeno harus memijat pelipisnya setelah melihat ceceran bubuk dan tumpahan air susu di dapur. Sudah ia duga jika dibalik 'karya' kakaknya pagi itu, pasti ada sesuatu yang dikorbankan di dapur. Jeno masih bersyukur kakaknya tidak coba-coba menggunakan kompor untuk memanaskan air. Bisa-bisa Taeyong membakar dapur dan melukai dirinya sendiri.

"Habiskan susunya kak. Terus ini bekalnya.." Jeno menunjuk kotak bekal bergambar spongebob di tangannya kemudian saat ia mendapat perhatian Taeyong, ia memasukkan kotak itu ke dalam salah satu kantong tas ransel Taeyong.

Untuk bekal, biasanya Jeno membuatkan menu yang simpel dan mudah dimakan seperti mi goreng atau jika ada uang lebih, ia membuatkan roti panggang untuk bekal Taeyong. Sedangkan dirinya sendiri memilih mi goreng atau malah tidak membawa bekal sama sekali. Ia terbiasa menahan lapar. Terkesan tidak sehat? Persetan dengan itu, yang penting dia bisa membeli susu kakaknya dan melihat kakaknya tidak sakit sudah cukup bagi Jeno.

"..Jeno masukkan sini ya, Kak. Dan harus...?"

"Habiss~" jawab Taeyong dengan eyesmilenya.

Jeno pun mengacungkan jempolnya ke arah Taeyong.

Tiba saatnya untuk berangkat sekolah. Jeno mengantar Taeyong menuju sekolah luar biasa yang letaknya sekitar 7-10 menit berjalan kaki dari rumah. Dan itu belum terhitung jarak sekolah Taeyong dan sekolah Jeno yang berbeda arah, membuat Jeno harus berjalan 10 menit lagi untuk sampai ke sekolahnya. Tapi setidaknya itu dulu.

"Pagi Yongie~ Pagi kak Jeno~"

Ah, akhirnya orang yang Jeno harapkan muncul juga dari salah satu rumah yang mereka lewati. Tampak seorang laki-laki bertubuh agak tambun keluar dengan setengah berlari menuju arah Jeno dan kakaknya. kakaknya sudah berlari kecil dan menggandeng tangan anak laki-laki itu.

"Ecanniee~" serunya girang.

Jeno tersenyum. Dia adalah Haechan, tetangga Jeno yang rumahnya hanya berjarak 2 rumah dari rumah kecil Jeno. Dia bersekolah di SMP yang letaknya bersebelahan dengan sekolah luar biasa Taeyong. Mereka sudah saling kenal sejak kecil, sehingga ia sudah biasa melihat interaksi kekanakan antara Taeyong dan Haechan. Pada dasarnya watak Haechan memang ceria dan kekanakan sehingga ia sangat cocok dengan kakaknya, Taeyong, yang sama childishnya.

Sudah 2 tahun Haechan bersekolah di SMP itu, sehingga Jeno bisa menitipkan kakaknya untuk Haechan antar sampai ke sekolahnya. Jeno hanya perlu mengantar mereka hingga di persimpangan dan dari sana, mereka berpisah. Haechan dan kakaknya ke arah kanan dan Jeno ke arah kiri. Itu sangat membantu Jeno karena ia bisa menghemat tenaga dan waktu untuk sampai ke sekolahnya.

"Oke, kita berpisah di sini." Ujar Jeno begitu kaki mereka sampai di persimpangan. Tak langsung melepas begitu saja, Jeno menghampiri kakaknya dan menyelipkan selembar kertas ke saku seragam Taeyong.

"Ini buat uang saku.. Jadi jangan rewel ke Haechan ya.. Jangan beli es juga. Oke?"

Taeyong mengangguk menurut. Jeno sebenarnya merasa berat memberikan uang itu pada kakaknya. Meski jumlahnya tak seberapa, Jeno tidak rela juga jika uang sebesar Rp. 5000 itu hilang begitu saja untuk jajan. Di sisi lain Jeno juga tidak tega jika tak memberi apapun pada kakaknya sebagai pegangan. Apalagi setelah Jeno mendengar laporan gurunya yang mengatakan Taeyong menangis karena menginginkan susu stroberi yang kantin sekolahnya jual.

"Heuu.. Aku juga mau Kak Jeno~"

Jeno mencebik kesal ke arah Haechan. "Kau sudah diberi orang tuamu kan? Lagipula kau sudah gendut."

"Huee... Jeno jahaaat.." ujar Haechan sambil memamerkan ekspresi sedih yang dibuat-buat. Sayangnya, Taeyong menanggapi itu serius.

"Jeno.. Eccan juga.."

Jeno mengusap wajahnya kasar. Gara-gara Haechan, masalah uang ini jadi makin rumit dan panjang. Ia pun mulai memegang pundak kakaknya dan memutar tubuhnya, menggiringnya untuk berjalan menuju sekolah.

"Sudah, Kakak sekolah dulu ya.. Nanti Haechan terlambat" ujar Jeno sambil memberikan tatapan tajam ke arah Haechan.

Haechan yang diberi tatapan hanya tertawa kecil dan menggandeng lengan kurus Taeyong.

"Dah~ Jeno~"

Jeno membalasnya dengan melambaikan tangannya ke arah sosok kakaknya yang kian mengecil. Ia pun memutar tubuhnya dan meneruskan perjalanannya ke sekolah. Tak lupa juga ia berdoa, "Ya Tuhan, jagalah Kakakku.. Jadikan hari ini hari yang tenang seperti hari-hari sebelumnya."

Setidaknya itu yang ia panjatkan setiap harinya. Sungguh, menjadi seorang Lee Jeno bukanlah perkara yang mudah. Ah, Bukan. Menjadi adik seorang lee Taeyong bukanlah hal yang mudah.

***

Bersambung

Pendek ya? Awalnya memang dibuat semacam slice of life, tapi makin ke belakang akan semakin panjang. Terima kasih bagi yang sudah vomment ^^ Semoga bisa terus ngikutin cerita ini sampai selesai.. 

Childish (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang