Tak Punya Pilihan (2)

11.1K 1K 69
                                    

Sudah beberapa hari Karin tak keluar kelas saat jam istirahat. Dia hanya akan tidur di kelas, atau sekedar duduk dan memainkan game yang ada di ponselnya. Ia juga belum lagi menemui Enda setelah hari itu. Meskipun Enda terus-terusan mengirim pesan dan berusaha menelfonnya.

Dirinya sendiri tidak tahu. Tiba-tiba saja ia tidak ingin melanjutkan hubungannya dengan Enda. Padahal akan lebih mudah untuk menjalaninya sekarang. Tapi pesan terakhir Eky begitu mengganggunya. Dan tiap mengingat itu, semua kata-kata David berputar kembali di kepalanya. Dan bayangan Enda yang tidur dengan cewek lain terus membuat dadanya sesak dan perutnya mual.

Dan Sepertinya hari ini untuk pertama kalinya Enda tidak menelfonnya pada jam istirahat. Dia juga belum mengirimkan pesan padanya. Apa Enda sudah menyerah sekarang? Kemudian Karin menertawakan dirinya sendiri. Merasa bodoh. 'Apa sekarang aku sedang merasa kehilangan?' Tanyanya pada diri sendiri.

Karin pikir mungkin ia terlalu kekanak-kanakan juga jika terus bersikap begini. Kalau ingin menyudahinya mestinya ia mengatakannya langsung pada Enda. Menyelesaikannya dengan jelas bukannya menggantungkan Enda seperti ini.

Karin berdiri dari kursinya. Menguatkan dan menyiapkan mentalnya. Menarik nafas panjang lalu mulai berjalan. Keluar dari kelas, menuju ke gudang. Sepanjang jalan dadanya berdebar. Tangannya terasa dingin dan berkeringat. Mengkhawatirkan tentang apa yang akan terjadi setelah ini.

Dia sudah melewati gudang dan sedang berjalan di samping bangunan. Debaran di dadanya semakin tak terkendali. Dan dia akhirnya sampai.

Tapi Enda tidak sendirian disana. Ia bersama dengan Dinda yang sudah tidak lagi mengenakan kemeja putihnya. Mereka sedang bercumbu.

Jantung Karin yang tadinya berdetak kencang, untuk sesaat tadi terasa berhenti. Begitu juga kaki dan seluruh tubuhnya, semua tiba-tiba membeku tak bisa bergerak. Dan kemudian detak itu kembali lagi dengan debaran yang lebih hebat.

"I-itu bukannya Karin?" Kata Dinda menyadari kehadirannya.

Juga menyadarkan Karin dari shock. Enda menoleh, melihat ke arahnya. Saling pandang dengan Karin, sama terkejutnya.

'pergi dari sini! Dasar bodoh.' seru Karin pada dirinya sendiri. Hingga akhirnya ia berhasil melangkahkan kakinya pergi dari sana. Dia mulai berlari dengan tubuh gemetar.

'Lupakan soal menyelesaikan semuanya dengan jelas. Sekarang anggap saja semuanya sudah berakhir.' pikir Karin.

Dia berhenti berlari di depan perpustakaan. Mulai berjalan dengan pikiran tidak karuan. Dia bahkan sampai menabrak seseorang karena tidak fokus.

"Maaf." Kata Karin singkat.

Lalu kembali berjalan sebelum akhirnya orang itu menahan lengannya. Karin menatapnya. Baru sadar kalau itu Eky.

"Apa kau baik-baik saja?" Tanya Eky mengerutkan dahi.
Merasa ada yang aneh dengan Karin. Karin bahkan tidak menyadari kalau yang ia tabrak adalah dirinya.

Karin menatap Eky. Kini ia bingung harus menjawab apa.

Ia mengerjap beberapa saat lalu mengangguk dengan ragu.

Eky menyadari tangan yang sedang ia tahan itu gemetar. Kini ia yakin Karin tidak sedang baik-baik saja. Dia menarik Karin untuk duduk di bangku terdekat. Sedangkan Karin masih tidak mengerti kenapa Eky tetap menahannya setelah anggukan itu.

Eky melepaskan tangan Karin setelah Karin mau duduk di sampingnya.

"Bukannya aku sudah bilang." Kata Eky.

"Datanglah padaku jika kau butuh seseorang. Jangan menahannya sendirian." Lanjutnya menatap Karin.

Karin balas menatapnya. Baru mengerti bahwa Eky sudah menyadari kalau pikirannya sedang kacau.

Fake Girlfriend [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang