Sakit (2)

8.8K 749 22
                                    

Dinda membawa David ke tempat biasanya Enda berada. Masih sepi tentu saja. David jadi berdebar, penasaran dengan apa yang ingin dibicarakan Dinda. Mungkin tentang Eky. Tapi sebetapa seriusnya ini sampai harus membicarakannya di tempat sakral ini?

"Ada apa?" Tanya David setelah Dinda berhenti berjalan dan melepaskan tangannya.

"Apa benar kau pacaran dengan Jani?" Tanyanya langsung saja.

David tertegun mendengarnya. Kelihatan ini tidak seperti dugaannya. Rasanya ini tidak akan menyangkut Eky sedikitpun.

"I-itu..." David ragu-ragu untuk menjawab. Tengah bimbang, apakah tidak masalah mengatakan pada Dinda kebenarannya. Ataukah sebaiknya tetap menyembunyikannya.

"Memang kelihatannya bagaimana?" Jawab David akhirnya.

Dinda tertunduk menghembuskan nafasnya.
"Aku sudah tanya pada Eky dan dia menyuruhku tanya langsung padamu saja," kata Dinda lirih.

Artinya Eky menyerahkan keputusan padanya. Ia semakin berdebar melihat tanggapan Dinda ini. Ada apa dengannya? Apa jangan-jangan Dinda menyimpan rasa suka padanya?

"M-memangnya kenapa?" Tanya David penuh selidik.

Dinda menatap David terkejut. Nampak bingung untuk menjawabnya. Ia lalu kembali menunduk dan menggelengkan kepala.
"Hanya saja. Mengejutkan mengetahui kau tiba-tiba pacaran dengannya," jawab Dinda.

Entah kenapa David merasa sedang ada di posisi Karin, saat ia akan menyatakan perasaannya dulu. Menghadapi seseorang yang  meragukan hubungannya yang memang hanya bohongan.

"Mungkin kau, hanya tidak terlalu memperhatikan, kalau kami sebenarnya dekat," jawab David kurang lebih sama dengan yang diucapkan Karin waktu itu.

Dinda mengernyit memikirkannya, mengingat-ingat lagi.

"Sebenarnya, apa yang salah?" Tanya David lagi.

Dinda langsung menatap David setelah mendengarnya. Kelihatan kesal. Lalu tiba-tiba mendorong David hingga punggungnya membentur dinding.

David tak mengerti kenapa Dinda tiba-tiba begini. Lebih terkejut lagi saat Dinda menciumnya tepat di bibir. David hanya bisa berkedip beberapa kali menyadari apa yang terjadi. Ia tahu Dinda memang gadis yang berani. Tapi tak menyangka akan senekat ini. Apalagi padanya, bukannya pada Eky atau Enda.

Sebentar kemudian Dinda melepaskannya. Menatap David, masih sama kesalnya.
"Tega," katanya.

David tak bisa lagi berfikir, apanya yang tega? Apa yang salah dengan gadis ini sebenarnya.

"Memangnya kau tidak bisa melihat kalau aku menyukaimu?" Tanya Dinda kesal.

David kembali tertegun. Jadi benar, memang Dinda menyukainya.
Ia mengelus tengkuknya yang tiba-tiba merinding. Sejujurnya ia memang tidak pernah menyadari kalau Dinda menyukainya. Rasanya Dinda bersikap tidak berbeda padanya. Seperti halnya ia bersikap pada Eky.

"A-aku tidak..." Kata David jadi bingung mau berkata apa.

Ia menghela nafas pelan.
"Maaf, aku sungguh tidak tahu," kata David akhirnya, merasa bersalah untuk ketidak pekaannya itu.

Dinda duduk di bangku panjang yang biasa di pakai Enda. Tertunduk ingin menangis. David minta maaf pun tak ada guna baginya.

David duduk di sampingnya. Sedikit banyak ia tahu apa yang sedang dirasakan Dinda. Tapi ia sungguh tidak tahu apa yang harus dikatakan untuk membuatnya merasa lebih baik.

David jadi ingat saran Rio hari itu.
"Ajak Dinda saja," katanya.

Membuat David berpikir. Seandainya waktu itu...
Tapi Enda?
Tidak.
Lalu Jani dan Dhanu?
Tidak.

Fake Girlfriend [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang