Warning :: Typo bertebaran
Happy reading
---o0o---
Sepertinya, Tuhan mengabulkan doa yang sebelumnya Eunha panjatkan. Hadirnya Yuna saat ini membuat rasa sepi Eunha sedikit pergi. Ruang kamar menjadi tempat mengobrol setelah hampir dua bulan berpisah. Sejak pertemuan terakhir di Aveiro, keduanya baru kembali bertemu lagi hari ini.
Yuna turut sedih setelah mendengar kejadian yang Eunha alami. Kehilangan calon buah hati pertama bukan sesuatu yang mudah diterima. Tentu saja Eunha masih terpuruk dengan gugurnya janin itu. Tapi bagaimanapun dirinya tidak harus larut dalam kefrustasiannya sendiri.
"Maaf, aku baru bisa datang menemuimu sekarang. Kau harus sabar. Aku percaya kau wanita yang kuat." Yuna memberi ekspresi lemahnya. Namun berbeda dengan Eunha yang justru terlihat lebih tegar.
Eunha memejamkan matanya. Terlihat menarik napas panjang kemudian dihembuskan perlahan. "Aku dan anak itu mungkin memang belum berjodoh. Kelak aku dan Jungkook masih bisa punya anak lag-" tersadar oleh kalimatnya yang melantur. Eunha merapatkan mulut dengan cepat sebelum Yuna menyadari ucapannya.
Tidak boleh. Ia yang memutuskan ingin bercerai dengan laki-laki Jeon itu. Tentu kedepannya Eunha harus bisa lebih mengontrol sikap dan kalimatnya sendiri. Untuk apa ia harus hidup bersama seseorang yang suka sekali menyelesaikan masalah dengan sikap kasar.
Sudah hampir satu minggu sejak keluar dari rumah sakit. Luka tembak pada bahu kiri Eunha juga berangsur membaik. Sakitnya mulai mereda. Hanya bekas jahitan akan sulit menghilang. Atau bahkan mungkin bisa meninggalkan jejak dalam waktu lama. Sudah seperti ini, Eunha tidak akan bisa memakai pakaian dengan model bahu terbuka. Semua lagi-lagi karena perbuatan Jungkook hari itu.
"Kau benar-benar ingin berpisah dengannya?" Yuna memfokuskan pandangannya ke arah wajah Eunha.
"Ya. Aku sudah memutuskan akan berpisah dengannya." Jawab Eunha tenang. Sorot matanya enggan melihat ke arah Yuna. Sepasang sandal rumah merah muda berbulu halus miliknya jauh lebih menarik dibanding memandangi Yuna yang duduk di sampingnya.
"Apa kau yakin?" Tanya Yuna lagi.
Ada jeda lama untuk Eunha menjawab. Lalu kemudian anggukan kepala Eunha hadirkan. Senyum yang dipaksakan seketika mengubah topik obrolan keduanya. "Aku yakin. Oh ya, kau belum makan siang, kan? Bagaimana kalau makan bersamaku. Temani aku."
Eunha sengaja menyudahi pembicaraan ini agar tidak terjebak dalam pertanyaan-pertanyaan yang pasti menyulitkan untuk dijawab. Rumah besar sangat sepi. Walau ada banyak pelayan, rasanya kosong ketika Sang Ayah selalu sibuk bekerja di luar kota. Dan Eunha menyadari perbedaannya ketika tinggal di penthouse. Ia masih akan ditemani Jungkook setelah laki-laki itu pulang bekerja. Sedang ayahnya tak akan bisa pulang cepat dan kerap bermalam di hotel berbintang kota-kota Korea Selatan.
Yuna tersenyum memaklumi. Tahu bagaimana perasaan Eunha terlebih jika harus selalu ditanyai tentang hal-hal yang sensitif. Menganggukkan kepala. Seperti alasan kepulangannya kali ini, Yuna akan menemani Eunha. Membuat teman baiknya itu menikmati hari-hari berikutnya dengan ceria.
'Kau pikir aku orang yang bisa melakukan itu ditengah kesibukkanku di Roma?'
'Pulang sekarang atau kau tidak akan bisa pulang ke Seoul lagi untuk selamanya.'
Yuna kembali mengingat percakapannya di telepon dengan Jungkook beberapa hari lalu. Benar-benar sosok yang menyebalkan dan semaunya sendiri. Pantas jika harus dimintai cerai oleh istri sendiri. Sikap Jungkook sangat tidak baik. Jika ia jadi Eunha, maka pilihan terbaik Yuna yakni menembak kembali bahu kiri Jungkook agar semua impas.
KAMU SEDANG MEMBACA
Shades Of Grey
FanfictionLee Eunha adalah putri cantik dari presiden Korea Selatan yang unik dan menggemaskan. Saat liburannya ke Roma, dalam perjalanan kapal pesiar sebuah bahaya datang membuatnya bertemu Jeon Jungkook, pria dingin yang memiliki kecerdasan luar biasa. Suat...