Fira tertunduk lesu. Baru saja ia keluar dari kantor bagian keuangan kampus barunya dan mendengar kabar buruk yang bukan saja mengecewakan dirinya sendiri, namun juga ayahnya, Benny. Beasiswa yang diajukannya gagal disetujui. Padahal beberapa minggu yang lalu ia menerima surat penerimaan besasiswa itu dan menyiapkan semua persyaratan yang dibutuhkan guna mencairkan dan membiayai pendaftaran kuliahnya. Namun sayang, semuanya gagal saat pihak kampus menyatakan bahwa bukan nama Safira Hasnah Putri yang mendapatkan beasiswa itu, melainkan seseorang di atas Fira yang kebetulan saat pengajuan beasiswa, nama itu berada tepat di atas nomor urut daftar mahasiswa baru yang mengajukan beasiswa. Sebuah keteledoran pihak kampus, dimana Fira yang memiliki harapan tinggi untuk membiayai kuliahnya sendiri harus menelan kekecewaan karena kesalahan orang yang menyortir namanya.
Darimana aku harus mencari uang untuk biaya uang gedung dan biaya awal kuliah sebanyak itu? Nggak mungkin aku membebani Ayah lagi. Ya Tuhan, apa yang harus aku lakukan? Tanya Fira dalam hati. Ia melamun di bangku taman kampus yang kebetulan terlihat lenggang karena kakak tingkatnya tengah menghadapi ujian tengah semester secara serentak.
"Lo maba?" tanya sebuah suara yang berasal dari lelaki berpenampilan selengekan di sampingnya. Sontak, lamunan Fira buyar begitu saja. Ia menoleh dan menatap wajah familiar sang lelaki. Dengan mata menyipit, memori Fira berputar, berusaha mengingat siapa lelaki berpenampilan jauh dari kesan 'mahasiswa' dimana ia hanya menggunakan kaos oblong dan celana denim panjang berwarna navy, dengan sweater yang menyampir begitu saja di pundaknya. Lelaki tampan yang dari cara pandangnya pada Fira seakan ingin menguliti dirinya itu membuat Fira sedikit gugup. Mata setajam mata elang dan manik mata kebiruan itu seolah ingin siapa saja yang menjadi lawan bicaranya harus tunduk padanya. Satu kata untuk menjabarkan lelaki itu, me-ngeri-kan.
"I..iya," jawab Fira terbata.
"Kenapa lo jadi gugup gitu? Takut lo sama gue? Ah elah, gue Gesha, kakak kelas lo di SMA."
"Hah? Oh, pantesan wajah kakak familiar." Fira tersenyum lega. Setidaknya ia tahu jika lelaki di sampingnya itu pernah ia lihat sebelumnya, meskipun ia tidak mengenalnya secara langsung.
Gesha. Gesha Atmanagara? Si Bad Boy yang playboy itu? Astaga. Kenapa dia hafal mukaku? Batin Fira bertanya-tanya.
"Cukup panggil gue Gesha, nggak pake embel-embel 'kak', berasa ngomong sama pelayan kafe, gue." Gesha merogoh saku celananya dan mulai mengambil bungkusan berwarna putih dengan pematik apinya. Dihidupkannya lintingan tembakau itu, lalu dihisapnya dalam-dalam, dan dikeluarkannya perlahan, menciptakan asap putih yang dibenci gadis dengan kemeja berwarna biru langit yang mulai memudar di sampingnya itu.
Fira tampak merengut tidak suka menunjukkan ketidaknyamanannya. Aroma asap yang mendominasi di sekeliling Fira, menyebabkan gadis itu ingin pergi sejauh-jauhnya dari Gesha. Bukan hanya karena Gesha perokok saja, namun predikat bad boy yang tertanam kuat di dalam namanya, membuat Fira tidak ingin mengenal lebih jauh lelaki itu. Baginya hidupnya sudah cukup rumit tanpa mengenal orang-orang seperti Gesha, apalagi jika mengenal mereka? No, Thanks!
Karena Fira hanya terdiam, Gesha pun melirik gadis yang berwajah masam itu. Selama dua tahun mengikuti perjalanan Fira selama mereka satu sekolah, sedikit banyak Gesha tahu jika Fira tidak suka tipe lelaki sepertinya, perokok. "Lo nggak suka bau rokok?"
Fira tersenyum kaku, merasa tidak enak karena ternyata ia tidak cukup pintar menyembunyikan raut tidak sukanya. Ia memandang lurus ke arah bunga-bunga yang tumbuh bermekaran di sekitar mereka, sebelum menjawab, "iya, aku nggak suka."
"Sorry, tapi mulut gue asem banget kalo nggak ngerokok," ucap Gesha tak peduli. Ia menghembuskan asap rokoknya tepat ke wajah Fira, seolah-olah lelaki itu ingin melihat respon gadis yang kini sibuk terbatuk-batuk karena ulahnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
(Un)Happy Family [Completed]
Fiksi UmumDi usia yang memasuki masa senjanya, Benny Hariadi Pratama harus mendapati kenyataan bahwa keluarganya perlahan hancur berantakan. Anak-anaknya yang baik mendadak berubah jauh dari harapannya. Gio anak pertama yang seharusnya jadi panutan adik-adik...