Raya mendekati Fira yang tidur berselimutkan kain bermotif hello kitty di atas tempat tidurnya. Sudah tiga hari gadis berusia sembilan belas tahun itu terbujur lemah hingga Raya yang seharusnya menempati ranjang bagian atas terpaksa mengikhlaskan kakak perempuannya itu untuk bertukar tempat tidur demi kenyamanannya sendiri.
Sejujurnya Raya tidak mengerti akan penyakit apa yang di derita Fira, mengingat setelah kepulangannya dari rumah sakit pun gadis itu tetap terlihat lemah dan tak bertenaga. Berbanding terbalik dengan sang Ayah yang langsung sehat dan bahkan kembali bekerja membanting tulang untuk menghidupi keluarga mereka.
Raya melangkahkan kakinya perlahan sembari menenteng nampan berisi nasi goreng yang dimasak Benny subuh tadi. Memang, perubahan Meisye yang diyakini Raya sebagai buntut dari perselingkuhannya membuat kehidupan berkeluarga mereka berubah seratus delapan puluh derajat. Meisye sudah tidak pernah lagi menyiapkan makanan untuk mereka. Jangankan menyiapkan saja, memasakpun seakan sudah bukan tanggung jawab kepala rumah tangga itu lagi. Pada akhirnya Benny-lah yang kalang kabut menyiapkan segala keperluan diri Raya dan dirinya sendiri di saat Raya dan Meisye masih bergelung selimut di pagi buta.
Padahal sudah berulang kali Raya menahan Ayahnya itu untuk terjun langsung mengurusi keperluannya--sarapan pagi terutama-- yang bisa ia kerjakan sendiri. Namun alih-alih mengiyakan, Benny justru bangun lebih awal dan menyiapkan semuanya hingga membuat Raya yang notabene bisa mengurusi dirinya sendiri harus mengakui jika langkahnya kalah cepat dengan pria paruh baya itu. Jujur saja, perlakuan-perlakuan kecil ayahnya itu membuatnya semakin membenci Meisye. Bundanya itu bukan saja angkat tangan akan kesulitan yang dihadapi Benny, namun juga sudah tidak peduli akan keadaan keluarga mereka yang semakin hari semakin retak dan hancur. Sungguh, andai saja Raya tidak ditakdirkan sebagai anak bungsu yang tugasnya masih harus sekolah, ia pasti akan berusaha sekuat tenaga bekerja keras membahagiakan ayahnya. Tidak peduli apakah itu harus 'membuang' Meisye yang secara kenyataan adalah ibu kandungnya, ataupun mengabaikan kebahagiaannya sendiri-- Raya tidak peduli. Ia terlalu sakit melihat tingkah buruk Meisye yang sama sekali tidak menghargai keluarga mereka. Bahkan mungkin Benny pun sudah menyadari keburukan istrinya itu. Sayang, hati nurani Benny seolah sudah buta dan tak dapat melihat semua itu.
Pernah suatu kali Raya memergoki Benny yang berdiri sembari mengintip Meisye dari celah pintu kamar pribadinya dengan raut wajah penuh tanda tanya. Sementara yang diawasi Ayahnya tengah tertawa penuh kebahagiaan dengan telinga disumbat headshet ponsel yang terhubung dengan pria idaman lain bundanya.
Hati Raya hancur melihat pemandangan itu. Ia yang tidak sanggup menahan emosinya memilih untuk pergi dan menangis meraung-raung di dalam kamarnya. Sungguh, melihat orang yang Raya cintai--mencintai orang lain dengan membabi buta yang sayangnya tidak mendapatkan balasan yang sesuai dengan apa yang mereka rasakan, menjadikan hati Raya seperti diiris sembilu. Menyakitkan.
"Ray, kamu nggak sekolah?" tanya Fira membuyarkan lamunan gadis dengan seragam putih-biru itu.
"Eh?" Raya terlonjak kaget. Buru-buru ia meletakkan nampan berisi makanan setelah Fira memberikan ruang sedikit di samping tubuhnya. "Ntar, kak. Kebetulan aku ada try out hari ini. Jadi aku bisa berangkat santai."
"Ooh. Kamu nggak perlu membawakan aku makanan kayak gini, Ray. Aku bisa mengambil sendiri nanti."
"Udahlah Kak, badan kakak masih lemes kan? Udah, makan aja. Udah aku masakin capek-capek, juga." Raya memasang wajah sedikit kesal. Namun hal itu hanya bertahan beberapa menit saja, sisanya ia meringis menyadari jika tatapan Fira berubah menjadi tatapan jengah terhadapnya. Ia yang canggung, hanya dapat menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. "Iya, iya. Bukan aku yang masak. Ayah yang masak."
Sontak, ucapan Raya membuat Fira tersadar akan hal penting yang sudah berminggu-minggu ini tersimpan di hatinya. Dengan memasang wajah yang dibuat senatural mungkin, Fira bertanya, "memangnya Bunda nggak masakin, Ray? Kok yang masak Ayah?"
KAMU SEDANG MEMBACA
(Un)Happy Family [Completed]
General FictionDi usia yang memasuki masa senjanya, Benny Hariadi Pratama harus mendapati kenyataan bahwa keluarganya perlahan hancur berantakan. Anak-anaknya yang baik mendadak berubah jauh dari harapannya. Gio anak pertama yang seharusnya jadi panutan adik-adik...