Extra Part I

8.1K 335 34
                                    

Fira berjalan sembari menundukkan kepalanya dalam. Pikirannya yang terus mengarah pada keputusan Benny untuk menjual rumah mereka, mendadak membuat Fira sedih. Meski jauh di dalam lubuk hatinya ia ingin segera pergi dari rumah itu karena teror-teror yang dikirimkan untuknya, namun tetap saja ada rasa kehilangan besar di sudut hatinya yang lain. Bagaimanapun, ia tahu Benny sangat berat mengambil keputusan itu. Ditambah lagi Meisye yang seolah kejatuhan durian montong akan keputusan Benny, membuat Fira dan Raya agak keberatan atas mandat yang diturunkan oleh ayahnya itu.

Dengan melangkah pelan menyusuri trotoar di depan rumah sakit, Fira mencari tukang ojek yang akan mengantarnya pulang. Kebetulan tugas menjaga Benny sudah dihandle Raya dan Gio, sehingga ia bisa sejenak beristirahat di rumah dan mempersiapkan kebutuhan Benny esok hari.

Gelapnya malam tak membuat Fira gentar sedikitpun. Maklum saja, waktu masih menunjukkan pukul tujuh malam. Apalagi jalanan di depan rumah sakit ataupun parkirannya penuh dengan pengendara jalan dan para pengunjung.

"Mana ya? Kok belum dateng-dateng sih?" gumam Fira sembari mengedarkan pandangannya gusar. Ia terus mencari sosok berjaket hijau dengan aksen hitam yang akan menjadi rider ojeknya.

"Nyari siapa? Gebetan baru lo?"

Deg. Fira terdiam di tempat. Ia tidak berani untuk sekadar menoleh pada pemilik suara yang masih sangat jelas dikenalnya. Bahkan suara itu menjadi mimpi buruk Fira yang terus menghantuinya setiap malam.

"Gue nggak bakalan ngelepasin lo lagi, Fir. Lo selamanya milik gue."

"Sorry, ini rada sakit. Lo bisa berteriak sekuat tenaga lo kalo lo mau."

Fira menggeleng-gelengkan kepalanya. Suara-suara itu mematik traumanya akan pertemuannya dengan sosok lelaki yang kini berdiri tepat di depannya dengan senyuman tanpa dosa. Fira takut. Sungguh. Bahkan bayangan ketika pria itu melecehkannya kembali muncul seperti video yang tengah diputar di dalam otaknya.

"Ge..sha," gumam Fira dengan suara bergetar. Wajahnya yang pucat pasi menjadi tanda bahwa Fira benar-benar ketakutan setengah mati. Ia melangkah mundur, takut jika Gesha akan berbuat jahat lagi padanya. Meski di sekitar Fira sedikit ramai akan orang-orang yang beraktivitas, namun tetap saja hati Fira tidak tenang karena pertemuan tak terduga ini.

"Tunggu! Lo mau kemana? Gue mau ngomong sama lo," ucap Gesha kian mendekati Fira yang beringsut hingga tubuhnya menabrak tempat duduk yang ada di depan pagar Rumah sakit. Sontak tubuh Fira pun limbung ke belakang. Kalau saja Gesha tidak meraih lengannya, sudah dipastikan jika tubuh mungil Fira terduduk di bangku semen yang keras.

"Lepasin!" Fira menghempaskan tangan Gesha kasar. "Mau apalagi kamu nemuin aku? Belum puas kamu neror aku sampai membuat Ayahku masuk rumah sakit?" tembak Fira langsung.

"Maksud lo? Gue nggak ngerasa neror lo. Sejak kapan gue sekurang kerjaan itu buat ngeganggu lo? Gue nemuin lo cuma buat minta maaf dan memperbaiki semuanya, Fir." Gesha berusaha menjelaskan. Ia mengernyit bingung dengan ucapan Fira yang dinilainya hanya omong kosong belaka. Jangankan untuk meneror, untuk sekadar menghubungi Fira saja ia tidak punya waktu. Selama ini ia sibuk mengurus cabang cafe barunya di luar Pulau. Itulah sebabnya ia menghilang beberapa bulan ini. Bukan ia tidak merindukan Fira atau sengaja menghilang, namun Gesha yang tahu akan kehadiran calon anaknya yang dikandung Fira, membuatnya harus ekstra bekerja keras agar nanti saat ia menikah dengan wanita pujaannya itu, ia bisa terlepas dari keluarganya yang menjunjung tinggi materi dan kekuasaan di atas segalanya.

"Jangan berpura-pura bodoh kamu, Sha! Belum cukup kamu ngehancurin hidup aku? Dan sekarang kamu pengen aku ngapain? Ngebunuh anak ini? Jangan mimpi kamu! Sampai kapanpun aku nggak akan mau ngegugurin janin ini! Lebih baik kamu bunuh aku sekalian daripada aku membunuh anak nggak berdosa ini!" Tatapan Fira menajam. Ia mencoba menghilangkan rasa takutnya menghadapi lelaki di depannya yang juga menatapnya tajam. Tampak Gesha yang tengah menahan emosi hingga wajahnya mengeras dan memerah. Fira tahu Gesha berusaha menahan amarahnya. Namun ia tidak peduli. Hatinya terlalu sakit untuk sekadar melupakan rasa takut yang sedari tadi menggerogoti dirinya. Meski saat ini kakinya mulai melemah menahan beban tubuhnya, akan tetapi ia merasa harus terlihat mendominasi di depan Gesha.

(Un)Happy Family [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang