"Dimana ini? Kenapa gelap?" tanya sosok yang terluka parah di bagian wajahnya itu. Ia mencoba untuk duduk dan meraba wajahnya. Balutan perban berwarna putih tampak menutupi kedua matanya yang memberikan ketidaknyamanan untuk penglihatannya.
"Ibu sudah bangun?" sapa Dokter yang baru saja masuk ke ruangan Meisye untuk kunjungan rutinnya. Dengan diikuti dua suster yang juga bertugas merawat Meisye, ia menghampiri Meisye yang terdiam.
Meisye meraba udara kosong di depannya. Pikirannya yang melayang akan kecelakaan beberapa saat yang lalu membuat ia tersadar jika ia mungkin saja tengah berada di rumah sakit. Namun, mengapa yang dirasakannya hanya gelap? Mungkinkah ia berada di ruang tersendiri yang bahkan untuk cahaya saja tidak ada? Meisye bertanya-tanya dalam hati.
"Siapa itu? Dokterkah? Atau Mbak-mbak perawat? Saya dimana? Kenapa semuanya gelap? Tolong nyalakan lampu atau bukakan jendelanya," ucap Meisye dengan suara seraknya. Ia mencoba meraih apapun yang mampu dijangkau tangannya.
Sebuah tangan hangat menangkap tangan Meisye. Dipegangnya dengan lembut tangan yang meraba tak tentu arah itu seraya berkata, "ibu tenang dulu ya. Kita cek keadaan ibu sebentar." Dokter dengan jubah berwarna putih, berseragam kebangsaannya itu tersenyum tulus meski Meisye tidak bisa melihat tingkahnya itu.
Meisye terdiam, sementara sang dokter bertag name Riska Verlota Prasetyani itu mengkode suster di sampingnya untuk mengecek tekanan darah Meisye, lalu setelahnya ia beralih melepaskan perban yang mengelilingi mata Meisye secara perlahan.
Diambilnya penutup terakhir yang menutupi kelopak mata Meisye sembari berkata, "Ibu bisa membuka pelan-pelan kedua mata ibu."
Meisye bergerak membuka kedua matanya. Ia mengedip beberapa kali. Mencoba mencari cahaya yang seharusnya bisa ia lihat. "Dok, kenapa semuanya tetap gelap?" suara Meisye bergetar. "Kenapa semuanya gelap, Dok?!" teriak Meisye panik. Ia bergerak meraih apapun, atau lebih tepatnya lagi siapapun di sampingnya.
Lalu saat tangannya meraih sebuah kain yang ia yakini milik perawat atau dokternya, ia mulai menarik dan bergerak tidak beraturan. "Kenapa semuanya gelap, dokter?" Meisye tak.kuasa menahan tangisnya. Ia menangis frustasi, memikirkan kemungkinan buruk yang menimpanya.
"Tenang, dulu, Ibu Meisye. Kita periksa sebentar," ucap Riska sembari membaringkan kembali Meisye yang mulai tidak terkontrol. Ia menyiapkan senter dan memeriksa kedua mata Meisye dengan membuka kelopak mata Meisye lebar.
Riska mendesah berat. Meski ia seorang dokter, namun saat ia harus memberikan berita buruk pada pasiennya, ia seakan membenci hal itu. Tak ada pilihan lain, Riska pun berkata, "bisakah saya bertemu dengan keluarga ibu? Ada yang harus saya..."
"Katakan saja sama saya, Dok. Apa yang sebenarnya terjadi dengan kedua mata saya. Apa.. Apa saya akan buta?" potong Meisye tanpa ekspresi. Jiwa Meisye terguncang. Ia terlalu syok dengan apa yang menimpanya kini. Ia merasa kembali terpuruk--padahal beberapa waktu yang lalu ia merasakan kebahagiaan.
"Begini, benturan yang Ibu alami cukup berpengaruh pada syaraf mata Ibu. Ditambah lagi dengan penyakit rabun jauh Ibu yang sudah parah dan pemakaian soft lens saat kecelakaan tadi, semakin memperparah kondisi mata Ibu. Dan, mohon maaf sekali saya harus mengatakan ini. Menurut pemeriksaan yang tadi kita lakukan, sepertinya ibu akan kehilangan pengelihatan ibu."
"Apa?" Meisye bangkit dari tidurnya. Ia duduk dan memandang ke arah suara Riska di samping kanan tempat tidurnya. "Nggak mungkin! Nggak mungkin, Dok! Dokter pasti salah! Saya nggak mungkin buta! Bohong! Semuanya bohong! Lepaskan! Lepaskan!" teriak Meisye tidak bisa menerima kenyataan yang dialaminya. Diterjangnya tubuh Riska yang sayangnya bukannya menerjang, Meisye justru jatuh tersungkur ke bawah lantai yang dingin.
KAMU SEDANG MEMBACA
(Un)Happy Family [Completed]
General FictionDi usia yang memasuki masa senjanya, Benny Hariadi Pratama harus mendapati kenyataan bahwa keluarganya perlahan hancur berantakan. Anak-anaknya yang baik mendadak berubah jauh dari harapannya. Gio anak pertama yang seharusnya jadi panutan adik-adik...