Benny mengernyit bingung menatapi anak keduanya yang turun dari motor sport, dengan sosok yang menyetirnya seorang anak muda berpenampilan santai dengan helm fullface yang kacanya tidak dibuka sama sekali. Benny terus mengikuti gerakan gadis itu yang tertunduk lesu sembari mendorong gerbang pagar rumah mereka dengan lesu. Tampak sinar ketidakbahagiaan itu menguar begitu saja hingga menusuk hati pria paruh baya itu.
Diliriknya jam dinding melalui celah pintu rumahnya yang sedikit terbuka. 9.30 malam. "Darimana saja kamu Fir, jam setengah sepuluh baru pulang?" sapa Benny tatkala anak gadisnya itu menyalami tangan kanannya. Tidak ada nada menghakimi ataupun marah dari sapaan yang dilontarkan Benny baru saja. Ia masih bisa memaafkan Fira karena baru sekarang saja gadis itu pulang selarut ini.
"Iya, Yah. Fira baru dapat pekerjaan paruh waktu. Lumayan jadi pelayan kafe. Kerjanya nggak berat kok, Yah. Mumpung Fira belum aktif kuliah, jadi.."
"Kenapa kamu bekerja, Nak? Apa kamu membutuhkan uang lebih? Bagaimana dengan kuliah kamu kalau kamu justru sibuk sama pekerjaan kamu?" potong Benny cepat. Ia tidak sabar mendengar alasan Fira mengambil pekerjaan paruh waktu sementara kuliahnya saja belum dimulai.
"Bukan begitu, Yah. Fira merasa udah cukup selama ini membebani Ayah membiayai kebutuhan hidup dan pendidikan Fira. Sementara Bunda udah nggak bisa membantu Ayah mencari uang lagi. Jadi, Fira pikir, lebih baik Fira mencari tambahan untuk membeli buku dan uang jajan Fira sehari-harinya. Ayah kan tahu, jarak kampus sama rumah kita sedikit jauh. Fira membutuhkan uang lebih untuk transportasi Fira ke kampus setiap harinya. Nggak apa-apa kan, Yah?" jelas Fira panjang lebar, menyusun kebohongan atas beasiswanya yang gagal pada Benny. Ia tidak ingin Benny mengetahui keadaan yang sebenarnya tengah dihadapinya. Itulah sebabnya dari berjam-jam yang lalu, saat Gesha mengajaknya jalan, bukan, lebih tepatnya menjadi pacar kontraknya yang seakan patung yang bisa diajak kemana-mana, Fira memikirkan jawaban yang tepat untuk Benny. Dan dugaannya pun tepat, Ayahnya yang terlihat khawatir itu tanpa lelah menunggunya pulang. Sampai-sampai belum juga ia melepas sepatunya, pria paruh baya itu sudah memberondongnya dengan pertanyaan akan keterlambatan kepulangannya kali ini.
Sejujurnya, Fira bersyukur karena tadi Gesha menawarkan kerja sama yang menurutnya saling menguntungkan keduanya. Fira yang membutuhkan uang, dan Gesha yang ingin menuntaskan rasa penasarannya untuk mengenal Fira lebih jauhpun akhirnya berujung dengan sebuah kesepakatan, dimana Fira memperoleh pekerjaan di sebuah cafe, dan sebagai timbal baliknya, ia harus mau menerima playboy cap permen kaki itu sebagai pacarnya. Meski untuk hal itu, Fira harus menahan rasa gugup dan takutnya jika berdekatan dengan Gesha--- kekasih hatinya saat ini--- yang memiliki mata tajam layaknya mata elang hingga membuat lawan jenis sepertinya terpesona, bahkan tergila-gila padanya. Sesuatu yang bahkan tidak dirasakan Fira sama sekali hingga saat ini. Dan ia berharap, hingga Gesha membuangnya nanti, ia tidak memiliki perasaan yang lebih dari sekadar teman atau apapun yang melebihi batas hubungan antara lelaki dan perempuan.
Benny menghela napasnya berat. Sejujurnya ia ingin Fira fokus pada pendidikannya saja. Namun mengingat Gio dan Fira yang setiap enam bulan sekali memerlukan uang berjuta-juta, sepertinya Benny tidak memiliki hak untuk melarang anaknya bekerja. Asalkan kuliah Fira tidak terganggu dan pekerjaan yang dilakukan anaknya itu halal, Benny rasa tidak ada salahnya ia meloloskan permintaan Fira itu. Tokh anak gadisnya itu bisa mengambil pengalaman dari tempatnya bekerja sebelum nanti terjun langsung ke pekerjaan yang diimpikan dan sesuai dengan kemampuannya.
"Baiklah, boleh. Tapi ingat, jangan sampai mengganggu kuliah kamu, ya?" jawab Benny akhirnya. Ia tersenyum tulus dan membuat senyuman manis terbit di wajah cantik Fira.
"Iya, Yah. Beres kalo itu sih. Tapi Yah, boleh nggak kalo Fira ngekost aja? Jarak kampus sama cafe tempat Fira lumayan deket. Jadi, Fira bisa langsung berangkat kerja, dan biar Fira nggak terlalu malam begini sampai di rumah. Fira janji, kalo liburan kerja, Fira pasti pulang. Gimana, Yah?" tanya Fira lagi. Ia mengangkat kakinya ke atas seraya melepaskan flat shoes miliknya. Sedari tadi memang Benny dan Fira berbincang tanpa duduk. Pria paruh baya itu hanya berdiri dan tidak memberikan Fira kesempatan untuk sekadar duduk maupun melepas sepatunya.
KAMU SEDANG MEMBACA
(Un)Happy Family [Completed]
General FictionDi usia yang memasuki masa senjanya, Benny Hariadi Pratama harus mendapati kenyataan bahwa keluarganya perlahan hancur berantakan. Anak-anaknya yang baik mendadak berubah jauh dari harapannya. Gio anak pertama yang seharusnya jadi panutan adik-adik...