"Udah pulang kamu, Ray?" Pertanyaan Fira menyambut Raya yang hanya berdiam diri di depan pintu rumah mereka. Gadis yang tampak tidak seceria biasanya itu seolah enggan untuk masuk ke dalam rumahnya. Ia hanya melemparkan tatapan tak terbaca pada Fira yang kebetulan ingin keluar rumah dan justru menemukan adik satu-satunya itu tengah berdiam diri seperti orang bingung dengan masih menggunakan seragam putih birunya lengkap dengan tas ransel yang digendong di punggung.
"Kenapa?" tanya Fira lembut. Ia yang merasa jika Raya tidak dalam keadaan baik-baik saja itu menghampiri adiknya dengan alis menukik ke bawah, cemas.
"Bunda di rumah nggak kak?" Raya balik bertanya dengan wajah hampir pucat pasi, berharap kakaknya memberikan jawaban yang diinginkannya. Ia menatap lurus pada manik mata Fira yang dibalas dengan tatapan bingung kakak perempuannya itu. "Bunda nggak ada di rumah, Ray. Tadi katanya mau belanja bahan kue sekalian pengajian di rumah bu Helen yang baru. Kenapa?"
"Pengajian?" gumam Raya mengulang ucapan Fira dengan senyum miringnya. Ia menunduk sebentar lalu melewati tubuh Fira begitu saja. Wajahnya yang pucat dan dingin seakan menahan kekecewaan dan kesedihan yang dalam.
"Ray?" panggil Fira yang bingung bercampur penasaran kenapa adiknya aneh dan menanyakan soal Bunda mereka. Namun karena memang biasanya ia juga seperti itu manakala pulang sekolah, Fira pun tidak ambil pusing. Mungkin saja gadis berusia tiga belas tahun itu kangen pada Meisye atau ada keinginan yang ingin disampaikan pada wanita yang mereka cintai itu.
Sementara Fira bingung akan perilaku adiknya yang mendadak tidak seceria biasanya, gadis yang bersangkutan justru masuk ke dalam kamar miliknya, atau lebih tepatnya milik anak-anak perempuan Benny.
Ya, Raya dan Fira memang tidur di kamar yang sama. Kamar dengan luas 3x3 meter, khas kamar perumahan pada umumnya itu hanya diisi dengan satu ranjang single yang fleksibel dan lemari kecil tempat baju keduanya disimpan. Raya tidur di ranjang atas, sementara Fira tidur di ranjang bawah. Ranjang dengan dua kasur yang mana ranjang bagian bawahnya bisa dimasukkan ke dalam kolong ranjang itu dapat menciptakan sebuah ranjang yang tidak memakan banyak tempat jika tidak digunakan. Sebuah type ranjang yang dipilih Fira dan Raya tiga tahun lalu saat keduanya dihadiahi ranjang oleh Benny dan Meisye pada ulang tahun mereka yang tanggalnya hanya terpaut lima hari saja.
Raya menghempaskan tubuhnya di atas kasur dengan keras. Ia lalu menatap lurus pada langit-langit kamarnya yang berwarna putih dengan beberapa hiasan bulan dan bintang yang dilukis Fira di sana. Seketika ia mengingat kejadian hari ini yang membuatnya marah dan kecewa hingga ia yang memang tipe introvert, membutuhkan pelampiasan untuk membuat emosinya kembali stabil.
Flashback On
Raya mengetik pesan di layar ponselnya saat Dinda, sahabatnya belum juga menunjukkan batang hidungnya meski waktu sudah menjelang sore. Keduanya memang janjian untuk ke toko buku bersama mencari lembar jawaban siswa yang tidak disediakan sekolah namun Bu Ida, guru mata pelajaran matematika mereka memberikan tugas di buku itu. Sehingga mau tidak mau para siswa, termasuk Raya dan Dinda harus membeli buku itu di toko buku di luar sekolah.
Dan di sinilah Raya berada. Di halte tempatnya menunggu Dinda dengan masih menggunakan seragam putih biru yang melekat di tubuhnya, ia terus menoleh ke kanan dan ke kiri, berharap melihat hidung pesek Dinda yang nyempil di antara lalu lalang orang di sekitarnya.
Raya yang tadi sempat mewakili sekolahnya bertanding di kuis cerdas cermat tingkat SMP di kotanya memang diizinkan untuk tidak masuk sekolah. Jadi saat Dinda yang belum pulang sekolah mengajaknya ke toko buku, Raya mengiyakan saja. Meski hingga waktu sudah menunjukkan pukul tiga sore, sang pembuat janji justru belum menunjukkan tanda-tanda akan menghampirinya.
Dengan kesal Raya menekan icon hijau di ponsel miliknya. Ia menempelkan benda pipih berpelindung karakter doraemon itu ke telinga sebelah kanannya. Dihubunginya gadis dengan rambut pendek sekaligus teman sebangkunya itu. Sayang, hingga panggilan ketiga, Dinda tidak mengangkatnya. Raya yang lelah menunggu pada akhirnya memutuskan untuk pulang.
KAMU SEDANG MEMBACA
(Un)Happy Family [Completed]
General FictionDi usia yang memasuki masa senjanya, Benny Hariadi Pratama harus mendapati kenyataan bahwa keluarganya perlahan hancur berantakan. Anak-anaknya yang baik mendadak berubah jauh dari harapannya. Gio anak pertama yang seharusnya jadi panutan adik-adik...