"Dinda! Dinda! Aku mohon, aku minta maaf sama kamu, Nda. Aku janji ini terakhir kali aku selingkuh di belakangmu. Sumpah, Nda!" Robby mengejar Dinda hingga menghilang di balik pintu.
Meisye tak kuasa menitikkan air matanya. Ia tidak mengira akan jatuh lagi di lubang yang sama. Jatuh dalam kubangan kebohongan Robby dan berujung pada kehancuran dirinya sendiri. Ia sadar, tidak seharusnya dulu memberikan kesempatan pada Robby. Sayang, nasi sudah berubah menjadi bubur. Kepalang tanggung, Meisye pun bangun dari ranjangnya. Diabaikannya baju yang basah yang melekat ditubuhnya, ia berlari, ikut mengejar Robby dan istrinya.
"Mas Robby!" teriak Meisye seraya berjalan cepat menghampiri pria bersetelan formal dengan kepala menunduk di depan pintu lift yang tertutup itu. Ia menghampiri Robby dan berdiri tepat di depannya.
Plak! Meisye menampar pipi kiri Robby hingga tercetak jelas bekas tangan Meisye di pipi pria paruh baya itu. Menghantarkan Robby yang kini menatap Meisye tajam dengan pandangan muak. "Apa-apaan ini, Mei?!"
"Apa-apaan kamu bilang, Mas? Kamu yang apa-apaan! Kamu anggap apa aku selama ini, hah? Kamu bilang kamu mau menceraikan istri kamu dan menikahiku! Tapi apa kenyataan yang aku lihat barusan? Kamu memohon sama istri kamu itu buat nggak menceraikan kamu! Dasar pembohong! Baru beberapa jam yang lalu kamu bilang kamu cinta aku, kamu.. Kamu mau menikahiku. Tapi.. Tapi apa, Mas? Kamu hanya menganggap aku sebagai simpananmu begitu? Sama seperti wanita-wanita kamu di luaran sana, iya?!" teriak Meisye ditengah-tengah tangisan frustasinya. Sungguh, ia tidak bisa menahan air matanya yang semakin deras karena hatinya yang seolah diremukkan dengan satu kali remasan.
"Iya! Aku memang masih mempertahankan Dinda menjadi istri aku. Kamu tahu kenapa? Karena dia sumber uangku, Mei! Kamu pikir, aku bisa apa tanpa uangnya? Aku penuhi semua kebutuhan kamu juga dari uang dia! Kamu pikir, aku bisa membelikan kamu apartemen, membayar tagihan salon kamu, membayar kartu kredit yang kamu hambur-hamburkan untuk kamu berfoya-foya, itu semua uang dari mana, heh? Dari Dinda! Dan sekarang, aku udah kehilangan dia gara-gara ka-mu! Kamu, Mei!" Robby tak kalah frustasinya dari Meisye. Ia meluapkan segala amarahnya pada wanita di depannya itu yang dibalas dengan tatapan tidak percaya Meisye padanya.
"Apa?" respon Meisye berharap jika apa yang baru saja diucapkan Robby hanyalah sebuah kalimat skrip dalam sinetron yang sering ditontonnya. Ia lalu tertawa sumbang. "Apa kamu bilang? Gara-gara aku? Yang benar saja, Mas! Siapa yang mengemis cintaku, menggodaku, yang sesumbar bahwa hanya aku yang kamu cintai dari dulu hingga sekarang? Yang bilang bahwa kamu udah nggak mencintai Dinda dan akan menceraikan dia? Kamu lupa, Mas? Astaga, aku nggak percaya ini! Sumpah! Dan sekarang, saat semuanya terbongkar, kamu bilang ini salah aku?" Tawa Meisye menggema di udara diiringi air mata yang perlahan menetes membasahi pipinya.
"Aku kehilangan semuanya, Mas! Aku kehilangan anak-anak aku, aku dicap pelakor, dicap wanita murahan, tukang selingkuh sama anak-anak, aku masih bisa bertahan, Mas. Aku nggak apa-apa. Tapi apa sekarang? Kamu pilih istri kamu dibanding aku, tanpa kamu memikirkan perasaanku sesakit apa. Jahat kamu, Mas! Jahat!" teriak Meisye tak terkendali. Ia mendorong dada Robby dengan kedua tangannya. Emosi yang sedari beberapa menit yang lalu berubah menjadi tangisan memilukan.
Tak mengapa ia menunjukkan kerapuhan dirinya di depan Robby. Ia sudah tidak memiliki senjata lagi untuk setidaknya membuat Robby menjadi miliknya. Satu-satunya cara yang terpikir di benak Meisye untuk mengambil hati Robby kembali adalah menampilkan potret dirinya yang menyedihkan seperti ini. Bodoh memang. Tapi nyatanya hati tidak bisa dibohongi. Ia lebih memilih menjadi bodoh hanya untuk menerima permintaan hatinya yang menginginkan dan mempertahankan Robby, daripada ia harus hidup seorang diri tanpa siapapun di sampingnya. Lebih baik hidup susah kembali tetapi dengan orang yang disayangi daripada hidup susah tapi kembali seperti saat dulu ia menjalani kehidupan bersama Benny. Pura-pura bahagia.
KAMU SEDANG MEMBACA
(Un)Happy Family [Completed]
Narrativa generaleDi usia yang memasuki masa senjanya, Benny Hariadi Pratama harus mendapati kenyataan bahwa keluarganya perlahan hancur berantakan. Anak-anaknya yang baik mendadak berubah jauh dari harapannya. Gio anak pertama yang seharusnya jadi panutan adik-adik...