Teror

3.3K 193 18
                                    

Fira mendesah kasar ketika untuk kesekian kalinya Benny hanya memakan satu-dua suap bubur yang dibuatnya. Pria yang ia cintai itu sudah beberapa hari ini tampak kurang enak badan. Mungkin efek dari kepergian Meisye yang terlalu mengejutkannya, membuat kepala keluarga di rumah Fira itu memiliki banyak masalah yang harus dipikirkannya hingga berakhir jatuh sakit seperti saat ini.

"Gimana kak, Ayah mau makan?" tanya Raya yang sedari tadi menunggunya di depan pintu kamar Benny. Gadis dengan rambut diikat cepol itu tampak cemas mengingat hari ini Benny belum juga mau untuk mengonsumsi makanan seperti ketika ia sehat.

Fira terdiam. Ia hanya melemparkan kode pada Raya untuk melihat sendiri atas jawaban pertanyaan yang diajukannya. Diliriknya mangkok bubur di atas nampan bergambar aneka bunga berbahan plastik di depannya--masih terisi penuh dan hanya secuil bagian saja yang terambil.

"Kalo Ayah nggak mau makan, terus gimana, Kak? Aku takut Ayah harus masuk rumah sakit lagi," bisik Raya sedih. Ia lalu melangkahkan kakinya--mengikuti-- Fira yang berjalan menuju dapur rumah mereka.

"Semoga apa yang kita takutkan nggak akan terjadi." Mata Fira menilai penampilan Raya yang rapi, seakan ingin bepergian. "Kamu mau kemana?" tanyanya lagi.

"Aku ada kerja kelompok, Kak. Bentar lagi aku ujian nasional kan. Aku butuh sharing sama temen-temen biar nilaiku nggak jelek. Dan pastinya bisa masuk SMA kakak dulu, SMA Negeri 2," jawab Raya sembari menyengir lebar. Wajahnya kembali berseri-seri tatkala ia membicarakan tentang impiannya yang ingin mengikuti jejak Fira untuk masuk ke sekolah favorit di kota mereka. Mungkin bagi Fira, masuk ke sekolah itu mudah--semudah membalikkan telapak tangannya, mengingat otak Fira yang diatas rata-rata. Berbanding terbalik dengan Raya yang meskipun otaknya sama encer dengan Fira, namun saat ia kehilangan fokus karena masalah keluarga mereka, prestasi belajarnya yang diatas rata-rata, ikut menurun tajam. Ia harus mendapatkan kembali fokusnya dengan belajar bersama seperti yang akan ia lakukan hari ini.

"Yaudah kamu ati-ati. Jangan pulang malem-malem. Ntar..."

"Permisi! Paket!" suara seseorang yang sepertinya berasal dari luar rumah mereka membuat wejangan Fira untuk Raya terpotong. Keduanya saling berpandangan sebelum akhirnya Fira memberikan nampan bekas makan Benny pada Raya. "Biar aku yang nemuin. Kamu tolong bawa ini ke dapur." Fira mengangsurkan nampannya dan diterima Raya tanpa berkata apapun--siap menerima perintah dari kakaknya itu.

*****

"Rumah Safira Hasnah Putri?" sapa kurir paket salah satu jasa pengiriman terkenal saat Fira keluar dan menghampiri pagar guna menyambut tamunya.

"Iya, Mas, saya sendiri. Ada apa ya?" Fira membuka slot gerbang pagar rumahnya dan menghampiri pria berwajah di atas rata-rata, mengabaikan fakta jika pekerjaan sang pria di hadapannya itu hanya seorang kurir ekspedisi.

"Ini ada paket untuk Mbaknya. Silahkan diterima dan ditanda tangani dulu tanda terimanya," ucap Mas pengirim kurir sembari menyerahkan kotak persegi berukuran sedang dengan kertas berwarna hijau di atasnya pada Fira.

Fira mengernyit bingung. Ia yang merasa tidak pernah memesan paket ataupun menunggu barang datang dari online shop hanya terdiam tanpa menyambut paket yang terulur di depannya itu. "Tapi saya nggak pernah merasa memesan barang, Mas. Ini bukan modus kan?" tanya Fira penuh curiga.

Beberapa hari yang lalu beredar isu tentang pengiriman paket nyasar yang berisi narkoba. Berdasar akan isu terbaru itulah Fira memandang sang kurir dengan pandangan penuh kecurigaan.

"Maaf, ya, Mbak. Mungkin media sosial banyak hoax soal modus yang Mbak curigakan pada saya. Tapi saya benar-benar hanya seorang kurir yang mengerjakan pekerjaan saya dengan mengantar paket-paket ini sesuai dengan alamat yang dituju, Mbak. Nama Mbak dan alamat yang tertera di sini sudah jelas kan? Jadi kenapa Mbak ragu? Mungkin saja ada teman Mbak yang akan menikah dan undangan yang disebarkannya menggunakan jasa kami," jelas sang kurir dengan raut wajah tersinggung. Hari ini untuk ketiga kalinya ia dituduh sedang melakukan modus. Padahal ia tidak pernah melakukan apa yang dituduhkan costumer-costumer itu. Seperti tadi, ia mengantarkan paket yang berisi hadiah ulangtahun yang dikirimkan sang kekasih melalui jasa pengiriman perusahaan tempatnya bekerja. Alih-alih membuat kejutan, bukannya sang penerima paket merasa surprise, justru dirinya-lah yang tersurprise karena sang penerima marah-marah mendapatkan hadiah yang tidak sesuai dengan keinginannya. Ia menuduhnya dengan tuduhan modus penipuan karena barang yang diinginkannya tidak sesuai dengan warna kesukaannya. Padahal yang sang pengirim paket kan kekasihnya sendiri, mengapa ia justru dipersalahkan? Entahlah, costumer jaman sekarang memang aneh-aneh. Barang lama sampai, kurir dimarahi. Barang tidak sesuai pesanan, kurir juga yang dimarahi. Sepertinya kesalahan benar-benar hanya milik kurir sebagai tangan yang mengirimkan.

(Un)Happy Family [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang