The beginning of everything

444 7 0
                                    

Part 1

Kriiiiinggg kriiiingggg ..... !!!

krii..(puk)

sebelum jam itu membangunkan seseorang yang lain selain aku di rumah ini, aku segera menggeser tombol on-nya ke off. seperti biasanya, Jam weaker itu selalu bangun 1 jam lebih lama daripada ku. Andai aku bisa men-setting diriku seperti jam weaker ini, agar aku bisa bangun setidaknya 5 menit lebih lama dari jam weaker ini untuk pertama kalinya. Aku yang sedari tadi sudah puas akan lamunanku, segera beranjak turun dari kasur tinggi ku ini, memasukan ke dua telapak kaki ku ke dalam sendal ceper berkepala kelinci biru ini.

"Ani, sudah bangun ya? Ayo, ini peralatan mandimu. Segera mandi sana. Nanti terlambat loh.."

mama yang berada di bawah tangga segera menyodorkan beberapa perlengkapan mandiku begitu aku sampai di bawah. Wajah yang kini mulai keriput itu tampak berusaha menyembunyikan rasa khawatirnya. Aku kemudian hanya tersenyum kecil. Senyuman yang mempunyai banyak arti dan tidak dapat di terka. Senyuman yang mungkin bisa sebagai ucapan "Terima Kasih", atau "jangan khawatir", atau "aku baik-baik saja", atau "maafkan aku sudah membuatmu khawatir", atau "Baiklah" dan bla.bla.bla. Apapun itu ku pikir tidak akan dapat mengobati rasa khawatir ibuku sedikitpun. Aku yang kini berjalan membelakangi ibuku menuju ke kamar mandipun masih dapat merasakan kekhawatiran ibuku. Dasar anak tidak berguna! Gumamku dalam hati.

15 menit telah ku habiskan di kamar mandi. Selesainya, aku keluar dengan sambil terus menekan-tekan rambutku yang basah dengan handuk putih yang ibu sodorkan untukku.

Wajah khawatir itu muncul lagi di hadapanku, yang kali ini menyodorkan sesuatu yang lain untukku.. Sarapan pagi. Seperti biasanya, sandwich dengan susu campur buatan ibuku. Dan lagi-lagi aku hanya dapat tersenyum kecil sambil mengambil sarapan beralaskan nampan putih yang ibu berikan itu. Hidup yang membosankan! Gumamku lagi sambil membawa nampan itu ke atas meja dan kemudian memakannya. Tak lebih dari ½ bagian, aku lagsung izin pamit pergi ke universitas tempat ku menjunjung pendidikan.

"uhukk .. uhukk .. uhukk .."

terdengar suara batuk yang tidak asing lagi bagiku yang berasal dari mulut ibuku.

"ahhh ternyata debu di rumah ini sudah banyak. Ibu harus membersihkannya segera."

Dan kata-kata yang tidak asing lagi yang pasti diucapkannya entah berapa kali setelah insiden batuknya.

"yasudah pergi sana. Nanti terlambat."

Katanya sambil terus menutup mulutnya dengan tangan kirinya yang kini juga terlihat mulai keriput. Kemudian ibu membalikan badannya pergi meninggalkanku.

"istirahat yang cukup, bu."

Kataku sebelum akhirnya pergi meninggalkan punggung ibuku yang kini terdiam sesaat.

2 jam berlalu bersamaan dengan berakhirnya kelas ku saat ini. Semua Mahasiswa tampak berkumpul dengan teman-temannya terlebih dahulu. Sedangkan aku mulai menyibukkan diriku merapikan peralatan belajarku.

"hai.. nama kamu siapa? Kenalin, aku dwina"

tiba-tiba seorang mahasiswi menyodorkan tangannya di hadapanku nampak ingin berkenalan denganku. Karena diriku yang tidak mau berbaur dengan siapa pun, aku segera menggantungkan tali tasku di pundak kananku dan pergi keluar kelas meninggalkan tangannya yang masih terulur.

"Ish! Sombong banget sih! Mentang-mentang cantik belagu!"

terdengar suaranya disertai suara yang lainnya memarahi sikapku yang bagi mereka sungguh menyebalkan. Tanpa peduli, aku terus berjalan menuju taman, menghampiri bangku taman yang biasanya aku duduki. Bangku ini sudah ku anggap sebagai milikku sendiri. Karena belum ada yang pernah medudukkannya selain aku di kampus ini. Tapi kali ini berbeda. Ada seorang pria berambut di bawah telinga, berwarna sedikit pirang, berkulit putih dengan jaket merahnya yang duduk membelakangi di bangku ku. Segera aku menghampirinya dan hendak mengoceh namun dia berhasil lebih dulu mengoceh padaku.

RENEWTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang