Ibu, bertahanlah!

116 2 0
                                    

Part 6

BRUK!

“Awww!”

teriakku kesakitan sambil memegangi telapak tanganku yang tergores.

“Kyaa!”

“Aduuuhh!!”

terdengar suara ibu-ibu yang berteriak mengeluh kearahku yang telah mengotori baju daster mereka dengan cipratan air kotor akibat tibanan tubuhku yang tiba-tiba terpeleset jatuh.

“An.. kamu nggak-papa??”

Si 'pencuri' mencoba mengangkat tubuhku berdiri.

“hati-hati dong! Gimana sih!”

Teriak salah satu ibu kepada ku. Aku hanya terus menundukkan kepalaku sambil terus menahan sakit gesekan di telapak tanganku dan lutut kakiku.

“jangan gitu dong bu, dia kan juga tidak sengaja.”

Ucap si 'pencuri' tampak membela ku. Si 'pencuri' kemudian menuntunku berjalan ke arah kamar mandi meninggalkan para ibu-ibu yang masih saja mengamuk.

“duhh.. kamu ini harus dipegang ya supaya tidak jatuh.”

Keluhnya padaku. Aku segera melepaskan bahuku dari kedua tangannya dan melanjutkan berjalan sendiri ke arah kamar mandi. Begitu masuk, aku segera membasuh lukaku.

ssshhhhh

Desahku pelan sambil menggigit pelan bibirku, menahan rasa sakit yang terasa akibat terpaan air keran yang jatuh ke permukaan tanganku yang tergores. Tanpa ku sadari, air mataku telah mengalir keluar disertai suara isakkan ku.

Tok. Tok. Tok..

“kamu nggak-papa An??”

Tanya si ‘pencuri’ itu yang sedari tadi berdiri didepan pintu kamar mandi, sepertinya mendengar isakkan tangisku. Aku yang tak menjawabnya dan terus saja menangis tidak peduli sekeras apapun isakkan tangisku, membuatnya penasaran sehingga akhirnya membuka pintu kamar mandi yang sedari tadi tak ku kunci. Melihatku menangis, dia segera menghentikan keran yang terus menyala menyirami lukaku.

“kalau tidak dapat ditahan, lebih baik jangan dipaksakan.”

Katanya sambil menuntunku keluar. Aku melepaskan tubuhku darinya ketika dia hendak menuntunku keluar dari kamar mandi. Kembali kunyalakan keran air yang tadi sempat di matikannya. Bukan rasa sakit ini yang kutangisi, tetapi rasa sakit yang masih berbekas dan tak mau hilang dari hatikulah yang berhasil membuatku menangis.

“jangan melawan!”

Ucapnya kemudian dengan sedikit membentak setelah berkali-kali aku berontak setiap kali dia ingin menuntunku jalan keluar. Aku hanya diam pasrah sambil terus menangis tapi kali ini tanpa isakkan tangis sedikitpun. Karena tidak ingin menjadi pusat perhatian ditengah-tengah keramaian pasar. Aku melewati ibu dan pak Diro yang berdiri tak jauh dari kamar mandi, menatapku cemas. Si ‘pencuri’ membawaku masuk ke dalam mobilnya diikuti ibu. Ibu dan ‘pencuri’ itu nampak memberikan salam kepada pak Diro sebelum berlalu pergi meninggalkannya. Di kamar, aku hanya diam memaku, memandangi luka ku yang sedang dibersihkannya dengan alkohol dan diolesinya dengan betadin.

“selesai”

Ucap si ‘pencuri’  itu sambil merapikan barang P3K dan meletakkannya kembali ke tempatnya.

“lain kali hati-hati ya.”

Ucapnya kemudian sebelum akhirnya keluar bersama Ibu dari kamarku. Aku masih diam diatas kasurku. Menatap ke arah luka yang kini telah terbalut kain putih sambil teling terus terjaga. Ku dengar bunyi ‘brum’-an mobilnya pergi menjauh. Dan setelahnya, ku dengar suara langkah kaki menuju ke arah kamarku. Dan ibu segera masuk ke dalam kamarku, kali ini tanpa mengetuk pintu seperti yang biasa dilakukannya. Dia segera menghampiriku dan duduk di pinggir kasur, di sampingku. Aku yang sudah tau apa yang hendak di katakannya, segera membuka mulutku yang sedari tadi terus terbungkam.

RENEWTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang