The HIDDEN TRUTH

61 2 0
                                    

Part 26

TIN! TIN!

Mobil yang baru saja menurunkan ku di depan gerbang rumahku itu menekan klaksonnya dan kemudian langsung melaju pergi meninggalkanku, setelah melambai tangan memberi tanda perpisahan. Aku kemudian hanya melambaikan tangan ke arah mobil yang semakin lama semakin menjauh dan akhirnya lenyap dari pandangan itu. Setelahnya, perlahan aku membalikkan tubuhku dan dengan masih berdiri di tempat ku berdiri saat ini, ku pandangi rumah besar bagai istana yang ada di hadapanku saat ini. Satu-satunya rumah, harta berharga yang ku punya sedari dulu. Satu-satunya harta yang dapat kami pertahankan setelah kami telah kehilangan seluruhnya. Saat dimana ibu belum melahirkanku sampai pada akhirnya 2 orang yang ku cintai itu pergi meninggalkan ku dan seisi dunia ini. Rasanya aku tidak ingin pulang. Tapi, inilah satu-satunya tempat bagiku untuk berlindung dan tempat yang mungkin segera menjadi tempatku melepaskan tangis -kembali- setelah sekian lamanya aku tak pernah menangis.

Setelah menatapnya cukup lama, aku kemudian mulai mengalihkan pandanganku pada pintu gerbang yang hendak ku lewati. Tanpa ku sadari, entah sejak kapan, pak Yun sudah berdiri di sana memandangku dengan wajah yang nampak begitu cemas. Kemudian dengan perasaan lesuh aku berjalan menghampiri gerbang yang telah di bukakan pak Yun untukku. Aku terus berjalan masuk sampai akhirnya lagi-lagi aku melihat beberapa bucket bunga seperti biasanya yang selalu ada di pos jaga pak Yun. Namun kali ini jumlahnya cukup mengejutkan. Mungkin kurang dari 100 bucket bunga dengan warna dan harum yang bervariasi. Aku kemudian berjalan menghampiri bucket bunga itu. Sejenak ku pandangi tumpukan bucket bunga itu. Haruskah aku meletakkan semuanya di vas bunga satu persatu?

"Banyak sekali ya non. Saya juga kaget. Setiap saya lengah sedikit, pasti sudah ada beberapa bucket bunga yang ada di depan gerbang. Dan salah satunya dari saya non. Ini non.. Saya turut berduka cita ya non atas sepeninggalnya Nyonya besar."

Ucap pak Yun sembari mengulurkan sebuah bucket bunga yang nampak lebih -atau mungkin paling- sedikit dan kecil ukurannya dari bucket bunga yang lainnya. Tapi entah kenapa, bucket bunga itu lebih terlihat tulus dan spesial bagiku.

"Terima kasih banyak pak Yun.."

Ucapku sambil mengambil bucket bunga itu dan kemudian mengelap air mataku yang sempat jatuh.

"Yasudah, saya letakan bunga ini dulu ke vas bunga ya pak Yun."

"Lalu yang lainnya bagaimana non?"

"Dijual lagi saja pak Yun, uangnya buat pak Yun saja."

"Ah jangan begitu non.. Saya tidak enak.. Bagaimana kalau setidaknya non baca dahulu pesan masing-masing bucketnya. Siapa tahu dengan begitu nona jadi ingin menyimpannya. Lagipula hati orang-orang yang mengirim ini pasti akan sedih kalau tahu tidak di apa-apakan nona. Maaf non, bukan maksud saya lancang.."

Ucapnya dengan sedikit segan namun berhasil membujukku untuk melihat sebentar bucket bunga otu satu per satu.

"Baiklah pak Yun, akan saya lihat.."

Ucapku kemudian langsung memulai mengambil bunga yang paling dekat denganku dan mencari-cari surat kecil yang ada di dalamnya dan mulai membaca surat itu yang ada di dalamnya satu per satu. Setelah beberapa puluh pesan ku baca - dengan di bantu oleh pak Yun- dapat ku simpulkan sebagian besar mengucapkan turut berduka cita. Dan nama-namanya pun kebetulan sekali dituliskan dengan nama asli pengirimnya. Biasanya kan hanya tertera tanda X sebanyak 3 kali saja.

"Non.. Lihat ini deh non. Yang ini XXX non.. Silahkan baca non."

Ucap pak Yun sembari menyerahkan sebuah kartu kecil yang ditemukannya di salah satu bucket bunga. Benar saja, bucket bunga itu seperti bucket bunga yang sehari-hari ku dapatkan.

RENEWTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang