Pertemuan menyakitkan

112 2 0
                                    

Part 13

Deg.Deg

.

.

.

Deg.Deg

.

.

.

"An"

"An maafkan aku.."

"Jahat! Kamu.."

"Happy birthday to youu..

Happy birthday to youu..

Happy birthdayy..

"Kami turut berduka"

"Maafkan kami.."

"Tolonglah pak"

"Maaf .. Tapi kalian tak punya aset lagi."

"Tak punya aset lagi."

"Tapi.."

"Pak jangan pak.. Jangann.."

"AN"

"Tolong pak.. Kami mohon.."

"Maaf."

"Reeeen!!!"

"Kakk ... Mau kemana?"

"Kenapa kakak pergi?"

"Kak.."

"Kakk.."

"AANNN!!!"

Siiiiiinnggg ....

Suasana hening seketika. Entah apa yang telah terjadi. Tapi seakan suara-suara yang menyeruak berteriak di telingaku seakan lenyap dengan hanya satu suara teriakan dari seseorang yang sekarang kini memegangi kedua tanganku yang begitu kuat mencengkeram rambutku seolah akan menariknya hingga merobek kulit kepalaku. Kulihat semua mata tertuju pada satu titik. Pada kami. Pada ku yang terduduk dilantai dibawah meja makanku dan tubuh Kroni yang berjongkok didepan ku menatapku cemas sambil terus memegangi tanganku yang masih bergetar hebat.

"An, kamu nggak apa apa?"

"  hhh.. Hhhhh.. Hhhh.....  "

Aku ingin menjawabnya tapi seakan mulut ini tak mau berhenti bergetar hebat sehebat getaran tubuhku. Hanya suara nafasku yang memburu keluar saja yang terdengar di tengah-tengah keheningan di restaurant yang kami kunjungi. Kroni yang menyadari bahwa aku tak akan bisa kembali normal secepat itu segera mengemasi barang-barang kami, tak lupa meninggalkan beberapa lembar uang kertas diatas meja sebelum akhirnya menarik tubuhku berdiri dan merangkul tubuhku membawaku keluar dari restaurant itu ke mobilnya.

Aku merasa begitu terguncang.. Dengan hanya melihat suatu sosok yang sampai sekarang aku masih tidak percaya akan kehadirannya.

"An.. Kamu kenapa ?"

Tanyanya begitu selesai mendudukan tubuhku diatas ranjang besar nan tinggiku ini. Aku terus menatap kosong lurus ke bawah tanpa mengurbis sedikitpun pertanyaannya. Dapat ku rasakan kehangatan rangkulan tangannya di punggung tanganku. Namun kehangatan itu seakan tak dapat melelehkan beku disekujur tubuhku.

"An... Kumohon, ceritalah.. Apa kamu masih meragukan ku ?"

Ucapnya setengah berbisik masih menatapku cemas. Aku tahu dia tidak bisa bersikap luwes. Karena ada ibu yang berdiri disudut ruang kamarku memperhatikan kami. Sedangkan hubungan ini masih berstatus rahasia.

RENEWTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang