Part 4

3.5K 384 18
                                    

Kim Bum menatap sebuah cincin yang sejak empat tahun lalu ia simpan dengan rapi. Cincin yang di serahkan appanya pada Kim Bum saat itu.

Kim Bum menatapnya dengan pandangan menerawang.  Ingatannya tertuju pada seseorang.

"Hei, kau mengotorkan lantaiku."

Seorang ahjumna meneriaki Kim Bum saat ia melangkah memasuki gedung kantor appanya. Ahjumna itu baru saja mempel lantai dan masih basah.

Kim Bum yang merasa memiliki gedung ini terus saja melangkah tanpa memedulikan teriakan Si ahjumna.

Tapi tak berapa lama, Kim Bum terpaksa berhenti melangkah saat tangannya di cekal, yang ternyata di lakukan oleh ahjumna yang tadi meneriakinya.

"Kau mau kemana pagi-pagi begini datang ke sini ha? Kau tidak lihat, kau mengotorkan kembali lantai yang baru saja ku bersihkan."

Kim Bum menatap ahjumna yang sedang memarahinya dengan santai, kemudian menoleh ke belakang. Benar, lantainya meninggalkan jejak langkah yang baru saja ia ciptakan. Namun Kim Bum memilih cuek dan kembali melanjutkan langkahnya.

"Aww, sakit."

Suara pekikan Kim Bum melengking, memenuhi ruangan kantor yang masih kosong. Ini memang masih pagi, Kim Bum datang mengambil barangnya yang tertinggal di sini.

"Makanya, jangan jadi anak nakal." Ahjumna Kim, cleaning service di kantor ini menjewer dengan kuat telinga Kim Bum, membuat Kim Bum mengeluarkan pekikkan kerasnya.

"Ampun ahjumna. Maafkan aku. Sakit. Lepaskan tanganmu." Kim Bum memohon di sertai teriakannya karena menahan sakit di telinganya.

Dengan perasaan kesal akhirnya ahjumna Kim melepas jewerannya di telinga Kim Bum, meninggalkan jejak merah di sana.

"Siapa namamu ha?" Masih dengan tatapan garangnya, ahjumna Kim menayakan nama Kim Bum.

"Kim Bum." Kim Bum menjawab jengkel. Dia mengusap telinganya yang masih terasa panas.

"Nama ahjumna siapa?" Balik Kim Bum menanyakan nama ahjumna yang tadi telah memarahinya karena kesalahan yang ia buat.

"Aku Kim Hana. Panggil aku ahjumna Kim." Masih dengan nada galaknya, ahjumna Kim menyebutkan namanya.

"Ooo..." Kim Bum menjawab masih sambil mengusap telinganya.

"Haho haho. Sekarang cepat kau bantu aku membersihkan kembali lantainya. Aku tidak mau di pecat karena dirimu."

Ahjumna Kim menyerahkan tangkai pel ke tangan Kim Bum, menyuruh Kim Bum membersihkan kembali hasil karyanya. Kemudian ia pergi sebentar untuk mengambil kain pel yang lain, membersihkan bagian yang belum selesai ia kerjakan.

Tak taukah dia kalau aku ini anak dari bosnya? Bathin Kim Bum.

Kim Bum tersenyum melihat tangkai pel yang ada di tangannya. Ini mungkin untuk pertama kalinya bagi Kim Bum memegang benda ini seumur hidupnya. Jadi tak ada salahnya mencoba bukan, pikir Kim Bum.

Dia memang kesal karena ahjumna Kim menjewer telinganya sampai sakit, namun tidak ada rasa marah di hati Kim Bum. Justru sebaliknya, ia menyukai sikap ahjumna ini padanya.

Selama ini semua orang di kantor appanya selalu menaruh rasa hormat yang tinggi pada Kim Bum, karena ia terlahir sebagai anak dari pemilik perusahaan ini. Dan Kim Bum tidak suka itu, karena sering kali perlakuan mereka tidak tulus. Mereka semua hanya cari muka di depannya.

Kim Bum mengepel bagian kotor bekas pijakannya tadi. Walau hanya sebagian kecil dari ruangan ini, tapi ternyata melelahkan. Keringat menetes bercucuran di wajahnya.

Miracle (Complete)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang