TEROR!! (2)

830 45 2
                                    

Seketika suara yang sedari tadi mengikuti menghilang tanpa jejak, terkadang semua ini membuatku heran. 'Mereka' yang memancing emosi namun ketika kita ingin menanggapi justru menghilang begitu saja. Tanganku tanpa sadar mengepal mengingat tindakan bodoh yang dilakukan sesuatu yang tak terlihat itu, sempat ingin kembali mencari tahu tapi hanya akan membuatku tampak lebih bodoh. Kuhilangkan pikiran tentang semua yang terjadi, bersiap ingin tidur saja karena kondisi tubuh yang saat ini mulai kurang fit.

Putrakuu!!

Baru saja sedetik memejamkan mata kembali terdengar teriakan yang kini serasa naik 4 oktaf. Melengking meratap seolah sedang dirundung semua pilu yang menghujam dalam. "Jika kau hanya kemari untuk mengganggu, maka pergi saja!" ucapku pelan dan masih dalam tahap menahan emosi. Setiap hendak menanggapi selalu saja menghilang, setiap berusaha untuk mengabaikan teriakan-teriakan itu datang kembali. Sepanjang hidup dengan mata seperti ini, kondisi teror semacam ini hampir tidak pernah kutemukan. Mungkin sebatas bertemu langsung muka rusak yang ujung-ujung minta tolong di doakan. Setidaknya hal itu lebih bisa membuatku tenang karena jelas tujuan 'mereka'. Kalau seperti ini bagaimana bisa tahu tentang tujuannya jika yang dilakukan hanya berteriak dan menghina seorang pribumi saja. Rasanya aku bisa memastikan bahwa dia sepertinya bukan seorang yang berasal dari Indonesia, karena itulah dia begitu membenci pribumi. Bisa juga dia visualisasi seorang penjajah jaman dulu yang masih memiliki dendam dengan pribumi. Pikirku mulai mengacak jam tidur yang harusnya sudah kumiliki sekarang, terlanjur sudah kembali terjaga karena suara yang kini lebih seperti teror di malam hari. Dan kemungkinan besar akan lama memejamkan mata lagi.

Mengingat kantuk yang kini tlah menghilang, kuputuskan saja untuk bermain laptop mengisi kembali ruang kosong blog yang jarang kuperhatikan tiap tulisannya. Baru beberapa paragraf mengetik, terdengar lagi sesuatu yang begitu dekat di telinga. Hembusan nafas kasar yang membuatku begitu risih untuk tetap berada di tempat yang sama di ruangan rumahku sendiri. Setengah frustasi dengan keadaan ini, yang kulakukan hanya berdoa memohon perlindungan Tuhan. Menyiapkan mental lebih besar untuk menghadapi teror yang mungkin saja akan bertambah parah. Pintu komunikasi yang sebenarnya sudah ingin kututup kini terpaksa kubuka kembali, jika memaksa untuk tetap mengacuhkan justru hal ini akan membuatku semakin tersiksa secara bathin dengan berbagai tingkah aneh dari hantu satu ini. 'Atas izin Tuhan, aku membuka komunikasi dengan siapapun yang saat ini ingin berkomunikasi denganku'.

Hening kembali menyelimuti malam ini, seolah kata-kataku berhasil membuat 'dia' merasa jika aku sedang ingin menyelami lebih dalam tentang kisahnya.

Pribumi jahat

Kalian pembunuuhh...

Meski sudah bicara baik-baik tetap saja kata yang terdengar hanya makian terhadap pribumi. Akhirnya memang hanya bisa mendengar lantunan cacian sebagai pengiring tidur.

Aarrrgghhhh...

Suara teriakan pilu kembali menghantuiku lagi sejenak setelah berhasil memejamkan mata beberapa waktu. Tuhan, jika boleh untuk malam ini saja rasanya menjadi tuli adalah pilihan terbaik agar aku bisa segera beristirahat mengingat sekarang sudah lebih dari pukul 23.50 malam. Haruskah aku ikut berteriak agar ia mengerti apa yang sedang kurasakan saat ini. Haruskan aku ikut mencacinya agar ia tahu bahwa ada rasa tak nyaman dengan hal yang ia lakukan. Kembali kucoba menutup mataku. "Astaghfirullahaladzim" pekikku dengan sedikit terengah, sepintas melihat seorang anak laki-laki seusia 12 atau 15 tahun terkubur dengan luka di kepala cukup lebar. Dikerumuni banyak warga lokal yang melihat adanya temuan itu membuat bulu kudukku sedikit meremang. Bisakah mataku melihat yang baik-baik saja, karena aku enggan menjadi seperti ini lagi.

Kalian pembunuh..

Pribumi jahat..

Aarrrghhh...

Lagi dan lagi hanya ucapan itu yang bisa ia teriakan padaku, seolah menemukan titik inti permasalahan hantu yang sedang mencari perhatian itu kemudian berusaha kudengarkan lebih dalam segala teriakan-teriakan itu berharap ada suatu cerita yang bisa kudengar.

Nihil, 'dia' tak memunculkan diri lagi saat bathin ini mulai mengerti apa yang sedang dirasakannya. "Terserah kau saja ya, aku mau tidur" ucapan pasrahku berharap bisa menyudahi teror ini, sampai akhirnya seorang perempuan berambut acak-acakan panjang sepinggang dengan pakaian kimono putih ditambah luka menganga di sekitar leher muncul di depanku. Ya, dia mirip dengan Yuki onna si hantu Jepang, namun lebih menyeramkan dari itu. Aura tentang besarnya amarah, dendam, kekesalan, kesedihan, ratapan semua campur aduk jadi satu saat kedatangannya. Jantung yang semula tenang kini seperti dipompa dengan tekanan tinggi, aliran darah seolah begitu deras menuju otak hingga membuatku kini nampak berat memikul kepala. Tiada senyum untuk menyapaku, tiada i'tikad baik untuk beramah tamah denganku. Rasa takut kini mulai menggelayutiku, seolah semua energi terserap menjadi satu dalam amarahnya yang ia tujukan entah pada siapa. "Kau.." hanya sepatah kata yang mampu terucap dari bibirku yang tanpa sengaja tertutup rapat mencoba menyembunyikan ketakutan dan segala rasa was-was. "Karena kau telah melihatku.."

Hai readers, maaf ya karena author baru sempat publish kelanjutan cerita karena kendala teknis semalam

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Hai readers, maaf ya karena author baru sempat publish kelanjutan cerita karena kendala teknis semalam. Jangan lupa tinggalkan vote and comment

Author Aiyy

BERCAK MASA LALU (Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang