TEROR!!(6)~Hideyo

836 57 4
                                    

 Seranglah aku seolah kalian tak mengenalku, seranglah aku seperti kalian menyerang para musuh. Jika tak mampu, seranglah aku dengan niat membantuku terbebas dari belenggu jiwa jahatku  

Di sekitar tahun 1942 Jepang berhasil merebut Indonesia yang sebelumnya telah dikuasai oleh bangsa Netherland selama 350 tahun lamanya. Angin segar yang pernah dijanjikan hanya sekedar pemanis belaka, disepanjang waktu dalam kepemimpinan Jepang, justru Indonesia semakin terpuruk. Tak lebih baik dari zaman Belanda sebelumnya, tentang kehidupan sosial, ekonomi maupun tentang hak asasi yang semuanya terampas. Aku ingat, ditengah perbincanganku dengan Aishin terdapat sekelebat bayangan tentang bagaimana perempuan di jaman Jepang berkuasa. Mereka dipaksa meninggalkan keluarga dan menjadi budak nafsu para tentara biadab. Jika berbicara masalah kebiadaban Nippon zaman dulu, otakku juga akan kembali pada cerita dari teman lamaku Lily. Semua kilas balik kekejaman itu benar-benar terekam nyata pada tiap malam dalam tidurku.

Bahkan sempat ketika kembali menuliskan kisah ini, semua yang kuketik selalu nihil tersimpan rapi. Selalu ada bagian yang hilang hingga aku harus kembali mengetik ulang. Selalu ada kendala ketika hendak ku publish dalam rangkaian wattpad. Namanya Aishin Fujiyoku Tsukinaru, panjang dan berbelit seperti kehidupannya. Dia salah satu wanita Nippon terkejam di waktu itu, membiarkan para bedinde maupun warga desa menjadi seorang Jugun Ianfu dengan rumahnya yang dikhususkan dijadikan tahanan untuk mereka. Beberapa pekerja bahkan tak diberi makan maupun upah sepadan dengan pekerjaan mereka. Seringnya Hideyo sang anak yang secara sembunyi-sembunyi memberi sepiring makanan maupun segelas minum untuk para pekerja, tak jarang pula memikirkan seandainya ada kesempatan datang, ia berkeinginan membebaskan para Jugun Ianfu yang telah lemah tak berdaya. Membayangkan setiap waktu melayani nafsu laki-laki, dan dipaksa melakukan aborsi jika diketahui telah mengandung membuat hati putra seorang jendral tentara Nippon terenyuh. Raganya milik Nippon, namun hatinya tlah tertambat pada Indonesia yang kala itu hanya dipijaknya selama 2 tahun hingga ajal menjemput ketika bangsa pribumi mulai bersatu dan memberontak melawan penjajah.

Di usia 15 tahun dalam didikan keras namun terlalu memanjakan itu dan dalam lingkungan serba kekurangan nurani tak membuat hatinya mengecil dan mengerucutkan suatu kaum. Ia berjuang bersama warga pribumi demi kebebasan yang mereka inginkan. Dia tidak menghianati bangsanya, namun ia hanya ingin memberikan kemerdekaan yang telah dirampas negerinya. Hideyo memang berasal dari negeri matahari terbenam namun kenyataannya ia menjadi matahari terbit untuk pribumi. Beberapa persenjataan diberikan pada kaum inlander yang akan melakukan pemberontakan, tanpa diketahui siapapun dari keluarganya. "Tuan muda, apakah tuan sungguh-sungguh mendukung kami? Kami akan menghancurkan bangsa tuan, mengapa tuan justru memberi kami jalan untuk melakukan pemberontakan?" tanya salah satu warga dalam pertemuan tersembunyi di tengah hutan bersama Hideyo yang saat itu mengenakan tudung kepala untuk mengantisipasi apabila ada yang melihatnya pergi bersama para pribumi. "Aku tak bisa bergabung bersama kalian melawan bangsaku sendiri, namun aku juga tidak ingin melihat adanya penindasan secara keji yang dilakukan oleh bangsaku terhadap kalian yang bahkan dengan baik hati menerima kami dan mempercayai janji manis kami sebelum menginjakkan kaki disini. Tolong, bebaskan para wanita yang kini ditahan dirumahku, tolong bebaskan para budak yang kini kondisinya begitu memperihatinkan, tolong bebaskan bangsaku dari tindakan jahat mereka. Tolong, beri anak-anak kalian, keluarga kalian makanan yang cukup. Biarkan kami kembali kepada kedamaian seperti saat kami berada di negara kami sendiri. Aku mohon pada kalian, untuk membantuku mewujudkan keinginan ini. Aku hanya bisa membawakan apa yang kuambil diam-diam dari markas papa, meski tak banyak semoga ini bisa membantu" hatinya mulai gusar mengatakan hal sedemikian rupa. Berharap setelah ini semua akan baik-baik saja meski ia tahu resiko yang ditanggungnya begitu besar. "Aku ingin meminta satu hal pada kalian, sampai kapanpun jangan pernah bicarakan hari tentang pertemuan kita pada siapapun. Sekalipun kalian sudah merdeka dan bangsaku telah pergi. Jangan ceritakan pula pada anak cucu kelak. Jangan jadikan aku acuan sejarah yang terkenang. Biar ini jadi waktu antara kita dan Tuhan saja, aku tidak ingin dinilai sebagai apapun kelak jika aku mati. Hanya ingin berharga di mata Tuhan, dikenal penduduk langit meski semua orang tak pernah mengenalku. Dan ketika nanti jika saja aku bergabung dalam pasukan tentara Nippon, seranglah aku seolah kalian tak mengenalku, seranglah aku seperti kalian menyerang para musuh. Jika tak mampu, seranglah aku dengan niat membantuku terbebas dari belenggu jiwa jahatku. Aku jahat karena membiarkan kalian menderita terlalu lama. Berjanjilah padaku" riuh warga berguman atas apa yang dikatakan Hideyo kala itu. Beberapa tak percaya dengan yang ia bicarakan, beberapa mulai ragu untuk mengambil janji. Bagaimana mungkin seseorang bisa berjanji untuk menyerang orang lain yang berjasa memberi jalan kemenangan, jalan kebebasan baginya. "Tapi tuan.." celetuk seorang warga yang dipotong Hideyo dengan menggelengkan kepala sembari tersenyum, mengisyaratkan pada mereka agar tidak ada lagi opini tentang apa yang diucapkanya. Hideyo mengatupkan kedua tangan seraya membungkuk sebagai salam perpisahan dan rasa hormatnya kepada para warga yang sekian hari menemani hidupnya dan mengajarkan banyak kesabaran dalam menghadapi kehidupan. Sejak hari itu, Hideyo menjadi pribadi yang tertutup. Ia lebih sering menghabiskan waktu bersama mommy atau sang papa di markas besar militer. Berpura-pura berubah dan bertingkah seolah ia membenci pribumi, meski tahu bahwa sebentar lagi akan terjadi pemberontakan namun ia tetap begitu santai melewati hari-hari.

"Jendral,kami mendengar bahwa para pemuda sedang menuju ke pusat pemerintahan kita untuk melakukan pemberontakan besar-besaran. Sebagian pasukan kita juga telah dikirim kembali ke Jepang untuk mengatasi konflik dengan Amerika Serikat. Kita hanya memiliki sedikit sekali sekutu sedang para pemuda desa semuanya bersatu untuk kemerdekaan mereka." Di suatu pagi, laporan dari seorang prajurit Nippon pada jendral besar di rumahnya mengejutkan semua orang, Aishin dengan jubah kesombongannya seketika lemas dan ambruk di lantai rumah besar kebanggannya selama ini. Jendral besar hanya mempu memejamkan mata, memikirkan taktik yang harus dihadapi dalam situasi yang begitu mendesak. Hideyo dengan ketenangannya mengukir senyum di bibir tipis wajah tampannya itu.

Hi readers, ciyee.. yang nunggu author update *plak "lama lu thor"
Iye-iye maap deh ya. Author lagi banyak kerjaan sih soalnya.
Btw, jujur nih ya. Kisah Hideyo itu bener-bener author dapet baru aja lhoh. Jadi waktu nulis kisah Aishin, tiba-tiba pikiran author jalan aja gitu. Juga mata author sepintas lihat hutan dan perkumpulan yang ada dalam cerita. ☺ (maaf jadi curcol)
Buat kalian yang sudah baca cerita, jangan lupa tinggalkan vote and comment yak.

BERCAK MASA LALU (Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang