MARANTI (8)

661 46 0
                                    

"Ranti, aku ingin membahas sesuatu yang penting denganmu" panggil mas Pram dari balik pintu di suatu pagi ketika aku masih asik dengan sapu lidi dan beberapa dedaunan yang tlah gugur. "Iya mas. Sebentar, biar aku kelarin dulu ya" jawabku dengan kepala masih tertunduk menghadap tanah, tak sedikitpun menoleh padanya.

Deg! Sepagi ini sudah ada suasana yang begitu mencekam. Sungguh, aku tak berharap ini sekadar khayalanku saja. Mas Pram memelukku dari belakang, membisikkan satu kata yang begitu manis, kata yang selama ini kuimpikan untuk segera diutarakan oleh seorang lelaki padaku. Lelaki yang tak hanya menyukaiku karena paras atau profesiku semata. Lelaki yang tak hanya menginginkanku karena nafsu saja. "Aku ingin memilikimu seutuhnya, hanya aku. Dalam ikrar suci pernikahan" begitu ucapnya tepat di telingaku yang kian memerah karena nafas hangatnya menderu memeluk hening dalam tiap bait kulitku yang kini semakin meradang disentuhnya. "Apa kau bersedia? Marantiku." bodoh, apa dia sungguh tidak peka jika selama ini aku yang memulai menanyakan hal itu padanya meski dalam bentuk kode-kode rahasia bak elite militer pasukan negara. Lantas mengapa ia menanyakan lagi padaku jika jawaban yang kuberikan sudah bisa ditebaknya. 3 tahun bersama, hidup dalam satu atap, hidup dalam susah senang bersama bagiku sudah cukup membuatku tertarik pada kemanisan pria asing yang kini telah menetap dalam hati seorang Maranti.

"Aku bersedia" meski begitu, tetap kujawab dengan penuh keyakinan namun masih dalam tahap menjaga etika seorang perempuan dalam bersikap. Jika saja aku tak ingat tata cara sopan santun, maka sudah dipastikan saat ini aku sudah meloncat kegirangan dan berlari memutari desa sembari berteriak tak jelas.

Selain mas Pram, Ellis yang sedari tadi mengintip dari dalam rumah terlihat tersenyum ke arah kami dengan wajah pucatnya. Ya, sudah seminggu aku mengurusnya yang sedang kurang enak badan. Suhu tubuhnya panas, tapi ia selalu kedinginan, ia ingin makan tapi seolah perutnya tak sudi menerima makanan lagi dengan membuatnya lantas selalu memuntahkan apa saja yang baru ia makan. Aku sempat bilang pada mas Pram untuk coba memanggil tabib, tapi sepertinya ia menganggap hal ini sebagai hal sepele yang hanya perlu diberikan ramuan tradisional yang biasa ditemukan di pasar-pasar terdekat. Kulepaskan pelukan mas Pram yang masih lekat mengenggam bahagia. Aku menatapnya dalam, pikiranku berkecamuk. "Mas, apa tak sebaiknya kita tunda dulu pernikahan kita? Ellis masih perlu pengobatan. Kasihan dia" sekalipun dalam hati rasanya sudah tak sabar untuk benar-benar sah menjadi milik mas Pram, namun di sisi lain ada hati yang mengatakan bahwa ada yang harus diurus dan itu lebih dari sakadar penting.

"Aku tidak punya biaya untuk membawa Ellis ke tabib. Hasil penjualanku hanya cukup untuk kita makan saja. Apalagi sekarang kau jarang dapat panggilan nari, padahal penghasilan dari menarimu akan lebih dari cukup untuk membiayai kesehatan Ellis" ucapnya ragu dengan mata memandang ke segala arah menghindari langsung kontak mata denganku. Sebenarnya bukan jarang dapat panggilan nari, tapi lebih tepatnya aku yang mulai banyak menolak panggilan tersebut. Rasanya membiarkan diriku disentuh laki-laki seenaknya benar-benar membuatku nampak begitu hina, terlebih mereka selalu mengidentikkan aku sebagai wanita yang juga bisa dibeli kehormatannya, sekalipun aku sadar jika sebenarnya menari tak akan pernah bisa lepas dari bagian dari hidupku. "Aku akan menari besok malam, seperti biasa semua bayaranku akan kamu pegang. Tapi kumohon, kali ini biarkan biaya hasil menariku untuk Ellis berobat saja. Jika kamu ingin lebih, aku bisa mencarinya lagi asal Ellis lebih dulu diutamakan kesehatannya" entah sedang meminta atau memberi syarat, hanya saja rasanya tak adil jika aku hanya berdiam diri melihat orang yang telah berjasa mengangkat namaku sedang tertimpa masalah. Ya, beberapa hari yang lalu aku menerima undangan menari di desa sebelah. Di sebuah acara pernikahan anak dari petinggi desa. Untung saja aku berkata pada mereka bahwa aku akan memikirkannya dulu, bukan langsung menolak seperti yang kulakukan pada tawaran menari lainnya. Besok malam, akan kupastikan bahwa Maranti Sang Penari tlah kembali.

👏👏👏

"Abang sengaja menggunakan Ellis yang sakit demi sebuah bayaran? Abang benar-benar tega gitu sama Ellis, ngebiarin Ellis berjuang bersama penyakit!"

"Maaf adikku sayang, bukan maksud abang begitu. Kalau tidak begini bagaimana kita bisa dapatkan kepingan-kepingan emas itu. Apalagi dia terlalu naif jadi seorang penari, tawaran masuk bukan diterima tapi ditolak dengan berbagai alasan."

"Sok suci yang akhirnya buat kita ikut susah, kenapa pula abang ingin menikahinya? Bukankah ketika sudah menikah justru dia akan semakin tidak diminati orang bang?"

"Ah, tenang saja. Aku hanya ingin membuatnya semakin mempercayaiku. Gadis polos itu, akan terdoktrin bahwa setelah menikah, patuh pada perintah suami merupakan kewajiban yang harus dia jalankan."

"Sudah, lupakan sejenak rencana-rencanamu lah bang. Yang penting bawa aku dulu ke tabib, sungguh aku tak kuat lagi rasanya."

👏👏👏

Aku menyukai desa ini, desa yang akan menyambutku menari kembali. Mereka ramah dan begitu peduli, belum tampil saja setengah bayaranku sudah terlebih dulu diantar ke rumah. Ada orang yang khusus menjemputku, jadi mas Pram merasa tidak perlu mengantarku sampai ke desa sebelah. Dia juga izin untuk membawa Ellis berobat. Gusti, pintaku tidaklah banyak, aku hanya memohon untuk kesehatan dan kebahagiaan dua orang yang sangat kusayangi.

To be continue...

Hai-hai readers, balik lagi dengan author nih. Pastinya dengan update cerita terbaru. Maaf membuat kalian menunggu. Alhamdulillah, kerjaan author sedikit demi sedikit berkurang, jadi insyaallah bisa lebih normal lagi updatenya. Jangan lupa tinggalkan vote and comment.

Dan..
Turut berduka cita atas musibah yang menimpa maskapai penerbangan Lion Air. Semoga para korban segera diketemukan, diberi kedamaian dan tempat terindah. Semoga para keluarga diberikan kesabaran.
Mari merenung, sejenak berdoa sesuai keyakinan masing-masing untuk kebaikan semuanya.

Author'Aiyy

BERCAK MASA LALU (Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang