Vivian PoV.
***
Entah apa yang membuat dokter Keano berubah menjadi semenyebalkan sekarang. Yang pasti sikap dokter itu yang selalu mengikutiku terasa sangat amat mengganggu. Ditambah pula orang-orang rumah sakit yang menatap kami terheran-heran.
Aku menghentakkan kaki seraya berbalik, menatap sebal dokter Keano yang justru tersenyum manis. Wajahnya terlihat tanpa dosa sama sekali. Aku semakin jengkel dibuatnya.
“Dokter ngapain, sih? Lagi nggak ada kerjaan? Dari tadi ngikutin saya mulu,” kataku dengan mata menyipit sengit.
Tanpa diduga, atasanku itu malah menengok ke arah belakangku. “Saya kan juga mau makan, Vi. Memangnya cuma kamu doang yang kelaparan?”
Aku menghela napas kasar, baru sadar kalau kamu berada di depan kantin rumah sakit. Ya, terserah dia saja. Toh, ini rumah sakit miliknya. Tapi jujur, itu begitu mengganggu. Mungkin, seandainya tadi aku tidak mencegah, dokter ganteng itu sudah mengikutiku masuk toilet.
Aku membalikan badan tidak peduli. Sejak tadi pagi memang ada yang aneh dari sikap atasanku itu. Yang biasanya kaku, mendadak ramah tiada tara. Yang biasanya berwajah datar, sekarang berubah murah senyum, seakan-akan bibirnya akan menjamur jika tidak tersenyum sedetik saja.
***
Selesai memeriksa Raja, aku langsung dipaksa Mega untuk makan siang bersama. Bukan siang, bisa dibilang beranjak sore.
Kami duduk di ujung dengan Mega yang menatapku lekat-lekat. Seolah aku ini adalah tahanan yang sedang berada di ruang interogasi.
“Jadi?” tanyanya.
Keningku mengerut tidak mengerti. “Apaan?”
“Kenapa mendadak gue liat lo sama dokter Keano terus seharian ini?” Mega menjawab gemas.
“Kok nanya gue, tanya aja sama orangnya langsung.” Aku menyendok sesuap nasi. Aku tidak mau Mega mengganggu acara makanku. Aku sudah kelaparan sejak tadi.
Tapi seandainya aku mempunyai teman yang otaknya tidak bebal dan keturunan emak-emak rempong, pasti akan sangat menyenangkan sekali.
“Tapi ‘kan yang diintilin dokter Keano itu elo, Vi. Lo jadian sama dia?” Dia berucap dengan gemas, seolah aku adalah seorang anak kecil berumur lima tahun yang tidak mengerti apa yang dia bicarakan.
“Nggak! Jangan nyebar gosip deh.” Aku malas sekali jika harus ditanya ini-itu oleh para pegawai, ya macam Mega saat ini lah.
“Kata si Lambe ‘kan, gosip itu fakta yang tertunda.” Wajah julidnya mulai nampak. Ini merupakan tanda-tanda bahaya. Ibarat gunung meletus, statusnya sudah Warning.
“Jangan aneh-aneh!” Aku sudah tidak berselera lagi. Menghadapi memang tidak mudah. Apalagi di saat sedang penasaran seperti sekarang.
“Makanya kalau nggak mau orang berpikiran macem-macem, klarifikasi sekarang.” Gaya bicaranya mulai mirip host-host acara rumpi yang terjadi di televisi-televisi swasta.
“Klarifikasi apaan?! Gue bukan artis.” Aku hanya ingin bekerja dengan tenang, tanpa gangguan.
“Kalau lo nggak mau klarifikasi, berarti beneran lo ada something sama dokter Keano.” Opini Mega semakin ngawur. Dia benar-benar cocok menjadi host julid yang akan segera membenarkan segala opininya.
“Gue nggak ada hubungan.”
“Lo nggak mau cerita.”
Ini mulai menyebalkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Doctor Lover's
Romance🍁Doctor Lover's🍁 Vivian bekerja di sebuah rumah sakit keluarga milik Bimasatya. Pada masa internshipnya, dia ada di bawah bimbingan langsung si putra kedua Bimasatya, Keano. Keduanya memiliki perasaan satu sama lain setelah beberapa hari bekerja...