Bab 31

242K 12.9K 228
                                    


***

Wanita itu kembali melirik arlojinya. Sudah lima menit orang yang ditunggunya melewati waktu yang dijanjikan.

Gerak-geriknya terlihat gelisah. Tidak memperdulikan tatapan lelaki-lelaki yang mulai mengganggu. Dia memeriksa ponsel kembali. Masih belum ada jawaban.

Sofia terus menoleh kearah pintu keluar foodcourt sebuah Mall. Matanya menemukan seseorang yang dikenalinya itu melangkah masuk dengan anggun.

Dia Rasya.

Teman sefalkustanya saat di Jogjakarta 10 tahun lalu. Sudah lama mereka lost contact, dan beberapa hari lalu Rasya menghubunginya, mengatakan bahwa dia melihat sang Papa berada di sekitar rumah sakit tempatnya berkerja.

Bersama Vivian. Yang Sofia yakini adalah anak yang Papa nya sembunyikan itu.

"Hai," Rasya menyapa ramah. Cipika cipiki selayaknya teman lama yang sudah lama tak bersua sebelum kemudian duduk.

"Sori telat. Anakku tadi nggak mau ditinggal," ucapnya. Yang dibalas Sofia dengan gelengan tidak peduli.

"Nggak masalah," Sofia menyeruput lemon tea di gelas nya. "Jadi, ada informasi apa kamu tentang Vivian itu?"

***

Keano duduk di ruang kerjanya dengan laptop menyala. Jam di dinding sudah menunjukkan pukul sebelas malam, namun matanya tidak ada niatan tidur sama sekali.

Dirinya penasaran.

Setahunya, Davis adalah seorang pembisnis bertangan dingin yang sudah lama bersahabat dengan Papanya.

Keano mengamati profil milik Irawan Davis yang terpampang di laptop miliknya. Semua artikel yang menceritakan tentang pria itu mulai bermunculan dengan sendirinya. Tentang perusahaan kecil yang hampir kolabs lalu berkembang pesat setelah diambil alih oleh Davis. Dan juga ....

Profil keluarganya.

Keano segera membuka artikel itu. Membaca dengan seksama semua yang ada di depannya.

Irawan Davis, miliarder terkenal yang biasa disapa Davis ini ternyata mempunyai 2 orang anak yang tak kalah jeniusnya. Putranya yang pertama, Galen Arkana Davis, telah menyelesaikan pendidikannya di Oxford University diusia yang masih muda, 23 tahun. Bahkan karena kepintarannya, putra sulung dari Irawan Davis ini pernah diundang langsung oleh Ibu Negara untuk makan malam.

Putri bungsunya, Sofia Bhayangkari Davis, menyelesaikan pendidikannya di Fakultas terbaik, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Bahkan kabarnya, diusianya yang masih muda, gadis berparas cantik itu sudah membangun Apoteknya sendiri.

Hanya dua anak? Lalu di mana Vivian?

Benak Keano bertanya-tanya. Misteri tentang Vivian memang rumit untuk dipecahkan. Dirinya tidak bisa terus menunggu sampai gadis itu mau bicara. Rasa penasaranya sudah menggelegak ingin dikeluarkan. Keano tahu perbuatannya ini tidak bisa dibenarkan, Vivian mungkin akan marah besar seandainya tahu bahwa Keano menyelidiki nya diam-diam seperti ini. Tapi Keano benar-benar ingin tahu.

Dan ternyata benar. Ada yang janggal disini. Di mana di dalam artikel ini, tidak ada pembahasan tentang Vivian sama sekali.

Keano mencari lagi. Mungkin saja artikel itu salah cetak karena tidak memuat berita tentang Vivian. Keano mencari artikel lain. Tapi hasilnya tetap saja. Menceritakan tentang kedua anak Irawan Davis yang brilian. Nama Vivian bahkan tidak disebutkan sama sekali disana.

"Kenapa?" Keano menggumam disela keremangan ruang kerja. Kenapa seolah-olah Vivian memang sengaja disembunyikan. Bukankah Vivian merupakan putri dari Davis juga? Lalu kenapa pria itu tidak mau mengakuinya?

Pasti ada yang salah. Apa dia harus menanyakannya langsung? Itu tidak mungkin! Vivian pasti akan langsung marah.

Keano mengacak rambutnya lagi. Gadis itu benar-benar membuat kepalanya hampir meledak.

Berapa keping puzzle lagi yang harus dia temukan?

***

Vivian menyadarinya.

Keano memang lebih banyak diam seharian ini. Bahkan pria itu kadang tertangkap melamun saat Vivian mengajaknya mengobrol.

Seperti saat ini.

Saat mereka berdua memutuskan untuk makan siang di kantin rumah sakit, sesekali Vivian memergoki tatapan Keano yang terkadang kosong. Atau tergagap saat tiba-tiba Vivian bertanya.

"Ada apa?" Keano bertanya saat menyadari Vivian menatapnya lebih intens. Tenggorokkanya terasa kering. Apa Vivian curiga dengan sikapnya hari ini?

Namun gadis itu menggeleng. Memilih melanjutkan makanya, mengabaikan pertanyaan Keano barusan.

"Kamu... Masih belum mau mempercayaiku?" Akhirnya Keano memberanikan diri untuk mempertanyakan hal ini. Dia bisa melihat reaksi tubuh Vivian yang langsing menegang. Sudah pasti gadis itu menyimpan rahasia besar darinya.

Vivian meletakkan sendoknya kaku. Tidak berniat menyentuh makanannya lagi setelah mendengar pertanyaan Keano.

Dia harus menjawab apa? Apa ini penyebab dari tingkah Keano yang mendadak aneh? Apa pria itu sudah tidak sabar menunggunya sampai siap?

"Kamu masih butuh waktu?"

Vivian diam.

Kenapa masih bertanya? Vivian akan menceritakan dengan sendirinya seandainya dia sudah benar-benar siap.

"Tapi kamu nggak bisa menyembunyikannya dariku lama-lama, Vi."

"Aku nggak menyembunyikan apapun darimu!"

"Ya, kamu menyembunyikannya. Apa nggak bisa kamu mengandalkanku sedikit aja?"

Gadis di depannya tidak menjawab. Keano melanjutkan bicara, "Aku sudah menceritakan semua kisahku ke kamu, apa nggak bisa kamu membagi cerita hidupmu sedikit aja? Setelah aku pikir-pikir, aku sama sekali nggak mengetahui apapun tentang kamu. Aku merasa gagal menjadi laki-laki karena masih belum bisa membuatmu yakin."

Rasanya Vivian ingin menangis saja. Bagaimana dia bisa menjawab semua pertanyaan Keano tanpa pria itu meninggalkannya. Vivian bingung ingin menjelaskannya seperti apa.

"Hubungan kita tidak akan sehat kalau kamu masih belum bisa sepenuhnya percaya kepadaku, Vi." Lalu pria itu berdiri, meninggalkan Vivian sendirian didalam kantin yang ramai tapi nampak sunyi.

Dia harus bagaimana?

***

Dr. Keano Bimasatya (30)

Doctor Lover'sTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang