***
Vivian tidak ingat lagi kesalahan terfatal apa yang pernah dirinya lakukan setelah beberapa tahun lalu. Mungkin saat SMP, saat dirinya pertama kali pingsan di lapangan upacara karena menolak sarapan yang dibuatkan Mama. Membuat Mama marah, dan seharian tidak menegurnya.
Atau beberapa bulan lalu, saat dirinya lupa membawa anjing kesayangannya ke dokter hewan, padahal saat itu keadaannya sedang flu.
Dan dari dua kesalahan fatal dalam hidupnya. Inilah yang paling rumit dan susah untuk diatasi. Di mana Vivian lengah dan terlalu terbawa suasana sehingga membiarkan dokter Keano hampir menciumnya begitu saja. Ditambah pintu lift sialan yang tiba-tiba terbuka, menyebabkan dirinya dan dokter Keano berada di dalam ruang kerja yang berubah menjadi ruang sidang dengan dua tersangka bernama Keano Bimasatya dan Vivian Davis.
Di depannya, Rena Bimasatya duduk menyilangkan kaki bak hakim agung yang sedang mempertimbangkan hukuman apa yang pantas untuk kedua tersangka.
Dua saksi hidup juga ikut duduk di sana, Kara dan dokter Mahesa, dengan wajah dan tampilan yang masih sama; syok.
Vivian meremas tangannya yang berada di pangkuan, melirik dokter Keano yang hebatnya bisa memasang ekspresi datar di saat genting seperti ini. Ingin sekali rasanya dia berteriak dan mondar-mandir demi mengungkapkan kecemasannya. Satu ketakutan yang dari tadi merayapi benaknya,
Apakah dirinya akan dipecat?
"Sudah berapa lama?" Pertanyaan pertama Rena membuat keduanya mengerutkan kening, "Hubungan kalian. Sudah berapa lama?"
Oooh.
Meski sudah mengerti pertanyaan dari ibu dari dokter Keano itu, namun Vivian masih saja bingung ingin menjawab apa. Biar saja dokter Keano yang menjawabnya. Lagi pula, selama ini mereka tidak memiliki hubungan spesifik apa pun. Dan kejadian di lift tadi hanya kesalahan dari banyak kesalahan lainnya. Ya, anggap saja begitu.
"Hampir empat bulan."
Vivian melotot. Empat bulan?! Apanya? Mereka baru kenal memang dari empat bulan yang lalu. Namun kenapa dokter Keano tidak menjelaskannya secara detail?
"Kami nggak–"
"Mama nggak perlu nasehatin aku ini-itu lagi. Aku masih normal, Ma. Nggak 'belok' seperti yang Mama dan Saka omongin." Keano memotong kalimat Vivian. Menatap gadis di sampingnya dengan tatapan menenangkan yang tersirat.
"Ini ... Kamu nggak bohong kan?" Rena seolah minta kepastian. Membuat Vivian semakin bingung kenapa ibu dari atasannya itu tidak memarahinya? Justru malah ingin memastikan bahwa keduanya benar-benar memiliki hubungan.
Vivian tidak berani menjawab dan menyerahkan semuanya kepada Keano. Sudah jelas tatapan tadi adalah sarat ancaman untuk dirinya agar tetap diam.
"Mama liat sendiri tadi kami ngapain." Keano berdecak. Terlihat ingin segera meninggalkan ruang kerjanya yang berubah tidak nyaman ini.
"Ini udah malem, Ma. Tadi aku mau ngajakin Vivi cari makan," Kemudian Keano berdiri dan menoleh ke arahnya, "Kita keluar dulu. Kalau Mama masih ingin bicara, nanti aku balik lagi."
Kepala Keano mengisyaratkan agar dirinya ikut berdiri. Menahan panas di pipi saat tangannya digenggam hangat.
Vivian mengangguk, menyapa Rena ala kadarnya. Sebelum mengikuti langkah Keano untuk keluar dari ruangan yang menyesakkan itu.
***
Genggaman itu masih belum lepas, padahal mereka sudah hampir memasuki lift yang sama dengan tempat terjadinya perkara. Tapi bedanya, lift ini tidak kosong seperti tadi. Beberapa suster dan perawat terlihat memenuhi lift itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Doctor Lover's
Romance🍁Doctor Lover's🍁 Vivian bekerja di sebuah rumah sakit keluarga milik Bimasatya. Pada masa internshipnya, dia ada di bawah bimbingan langsung si putra kedua Bimasatya, Keano. Keduanya memiliki perasaan satu sama lain setelah beberapa hari bekerja...