***Tangan Keano menarikku menuju kumpulan sepeda warna-warni yang berbaris rapi didepan gedung. Ternyata dokter Keano yang ini tidaklah kaku-kaku amat karena dia juga pandai caranya bersenang-senang.
Setelah membayar kepada Bapak-bapak yang menjaga, Keano mengambil satu seperda berwarna biru. Lalu menoleh kearahku, mengisyaratkan agar aku ikut naik dibelakangnya.
Kemudian dia mulai mengayuhnya pelan. Aku yang duduk menyamping melingkarkan sebelah tanganku kepinggangnya.
Sekarang aku benar-benar merasa seperti gadis remaja yang baru pertama kali mengenal cinta. Wajah berseri-seri dan pipi memerah membuktikan itu.
"Aku nggak nyangka rasanya akan semenyenangkan ini" suara Keano mewakili isi pikiranku. Aku tersenyum, lalu melingkarkan tanganku yang satunya lagi sehingga pipiku bisa menempel dipunggungnya.
"Hm," gumamku, "aku juga senang bisa ngabisin waktu sama kamu."
Aku merasakan tangan Keano merayap kepunggung tanganku yang ada diperutnya. "Kita bisa melakukan segalanya setelah kita menikah, Vi"
Aku menegang.
Menikah? Dia membahas masalah itu lagi. Tapi entah kenapa aku tidak setakut biasanya. Yang tadinya ingin menangis saat dia menyinggung pernikahan beberapa minggu lalu, hari ini aku agak tenang. Meski masih sedikit mengganjal karena ada 'masalalu' ku, itu sebabnya aku memilih diam saja.
"Mau beli sate?" Suara Keano kembali membuatku tersadar kalau sekarang dia sudah berhenti dispot jajanan. Ada kerak telur, martabak, sate dan beberapa makanan lainya.
Aku mengangguk saja dan membiarkan dia memarkirkan sepedanya didekat situ. Lalu mengikuti Keano memasuki tenda penjual sate. Aku bisa mendengar suara cekikikan dan bisik-bisik dari kumpulan mahasiswi yang duduk diujung saat melihat Keano masuk.
Well, memangnya siapa yang tidak terpesona dengan pacarku itu?
Oke, aku mulai posesif. Ternyata tidak menyenangkan saat melihat pacarmu dikagumi banyak orang. Rasanya ingin sekali menyimpan dia untuk dirimu sendiri.
Kami memilih tempat dimeja persegi panjang yang kosong dengan Keano disampingku. Bapak-bapak penjual sate sudah bergerak menyiapkan pesanan kami. Keano memeriksa ponselnya sebentar sebelum menoleh kearahku.
"Nanti pulang sama aku ya" Katanya untuk yang kedua kali. Aku mengangguk malas. Toh Keano bukan orang yang mudah dibantah. Selama itu tidak menggangguku sih, aku fine saja.
"Aku kangen tiga hari nggak ketemu. Kamu juga nggak pernah naik ke lantai 30 lagi" Nadanya terdengar merajuk.
Bibirku ikut tersenyum mendengar protesnya. "Kamu tau papa nggak akan senang kalau aku kesana terus kan?"
"Ya terus kapan mesra-mesraanya?"
Entah kenapa, kalau biasanya seorang wanita yang sering merajuk dan haus perhatian, kini malah Keano yang banyak protes saat kami tidak bertemu beberapa hari saja. Pria itu pasti akan bertingkah seperti anak kecil yang dipisahkan dari mainan kesayanganya.
Selesai makan, Keano langsung menyimpulkan jari kami dan membawaku pergi. Membuatku kebingungan karena kita tidak kembali menaiki sepeda yang tadi dia parkirkan dipinggir tiang lampu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Doctor Lover's
Romance🍁Doctor Lover's🍁 Vivian bekerja di sebuah rumah sakit keluarga milik Bimasatya. Pada masa internshipnya, dia ada di bawah bimbingan langsung si putra kedua Bimasatya, Keano. Keduanya memiliki perasaan satu sama lain setelah beberapa hari bekerja...