Bab 32

227K 13.5K 235
                                    

***

Bimbang.

Vivian benar-benar tidak tahu ingin melakukan apa. Apa sebaiknya dia berterus terang saja? Apa Keano akan menerima semua masa lalunya yang mengerikan? Atau justru meninggalkannya?

Gadis itu kembali meremas rambutnya yang memang sudah berantakan. Beberapa hari ini dia memang sengaja mengurung diri di ruang kerjanya jika tidak ada pasien. Dia merasa bersalah tentu saja, harus membuat Keano merasa gagal menjadi lelaki karena Vivian masih belum siap untuk bercerita.

Setelah dipikir-pikir lagi, Keano memang tidak mungkin meninggalkannya dengan alasan masa lalunya itu. Pria itu orang realistis dan menerima. Tidak mungkin meninggalkannya dengan alasan masa lalu yang sejak awal tidak bisa dia ubah meskipun sangat ingin. Tapi keluarganya? Siapa yang tahu kan?

Meski Keano tetap mencintainya setelah dia bercerita, kalau keluarganya menentang, memang dirinya bisa apa?

Semua kemungkinan di kepalanya tetap berakhir sama; Keano meninggalkannya. Titik.

Dan Vivian belum siap untuk itu.

Apa dia perlu membicarakan hal ini dengan sang Papa? Mungkin Papanya itu bisa membantu. Ahh, dia sama sekali tidak memikirkan hal ini sebelumnya.

Vivian segera melirik jam. Setengah delapan, yang berarti jam jaganya sudah berakhir setengah jam yang lalu.

Dengan buru-buru, dia melepas snelli nya, memyampirkannya pada sandaran kursi sebelum keluar.

Dia akan mengunjungi apartemen yang ditinggali Papanya selama Di Jakarta beberapa minggu ini.

Vivian meminta Mega untuk mengantarnya ke daerah Kelapa Gading. Yang mereka temukan hanyalah gedung-gedung tinggi, membuat Vivian bingung di mana alamatnya.

Nomor ponsel Papanya juga sibuk terus. Membuat Vivian kesusahan menemukan letak apartemen milik sang Papa.

"Kita tanya petugas parkir didepan itu deh, Vi," usul Mega. Vivian mengangguk saja.

"Ada yang bisa saya bantu, Neng?" sapa petugas parkir itu setelah Mega membuka jendela mobil.

"The Kensington Royal Suites di mana ya, Pak?" Vivian bertanya setelah menjembulkan kepalanya keluar jendela.

"Oh apartemen itu?" Bapak itu mengangguk-angguk, "Tinggal cari aja jalan Boulevard raya lurus sini," dia menggerakkan tangannya kearah depan, "Kalau udah ketemu tinggal belok kanan."

Vivian mengucapkan terimakasih sebelum memberi petunjuk ke Mega.

Lalu sampailah mereka di depan apartemen super mewah tersebut. Halaman depannya saja mampu mengintimidasi, membuat Vivian maupun Mega merasa salah tempat.

"Lo tau nomornya, kan?" tanya Mega was-was.

"Papa udah pernah ngasih tau gue kok."

Mereka tiba di lantai 19. Dengan kebingungan keduanya mencari apartemen dengan nomor 2512, namun beruntung ketika itu, mereka melihat Arsen yang sedang berdiri di depan pintu. Tanpa basa-basi, Vivian memanggilnya.

"Papa di dalam?"

Arsen mengernyit sesaat sebelum mengangguk. Dengan sigap, pemuda tinggi itu segera membuka pintu, mempersilahkan Vivian masuk.

Doctor Lover'sTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang