5|Shakespeare and The Window

341 45 1
                                    

Cerita ini hasil kolaborasi dengan InoYomi


🍀🍀🍀


"Dia dibunuh."

Ketiganya langsung memandang heran Reina, terlebih Alan yang tidak percaya dengan pendengarannya.

"Nggak mungkin." Alan bersuara, berusaha meyakinkan dirinya kalau ucapan yang dilontarkan Reina adalah salah. "Polisi bilang, Reihan bunuh diri, dan semua anak di sekolah ini tahu kejadian itu."

"Ya, memang seseorang sengaja membuatnya terlihat seperti itu," potong Reina.

Reina dan Alan berpandangan serius selama beberapa detik.

Reina kemudian mengamati name tag yang melekat di seragamnya. "Alano?" ejanya.

"Iya gue Alan."

"Kalau gue Devano." Vano datang menyela percakapan mereka.

"Aku sudah tahu siapa kamu," kata Reina dengan nada malas.

"Kamu tahu aku?" Vano tersenyum semringah, terlihat bersemangat.

"Ya, semua tentu kenal murid badung yang sering menghiasi buku skorsing siswa," jelas Reina.

Vano terkesiap bagai disambar petir. Dari sekian banyak reputasi gemilangnya di mata cewek, yang diingat Reina hanya bagian saat dia diskorsing saja.

"Gadis ini unik," pikir Vano.

"Gue-"

"Diamlah. Aku tidak ada urusan denganmu," potong Reina ketus.

Dari belakang, Ana menahan tawa begitu pula Alan di depannya.

"Baru kali ini ada yang menolak lo," bisik Alan.

"Diem lo, es batu." Vano menyikut perut Alan, membuat cowok itu semakin tergelak.

Reina kembali menatap Alan. "Aku mengatakan yang sebenarnya. Kalau tidak percaya, ya terserah."

Reina cuek, dia menatap tiga pasang mata bergantian. Mulai dari Alan, Vano dan yang terakhir Ana yang berdiri tidak jauh dari tempat itu.
Dia lantas menghampiri Ana yang sejak tadi diam.

"Aku-" belum sempat Reina berucap, suara peluit panjang mengagetkan mereka berempat.

"Vano... Alan. Kenapa tidak membersihkan gudang?" teriak guru BK.

"Mampus!" umpat Vano. "Kabur sana lo, Lan."

"Kita berdua yang dimarahi, Bego!"

Tanpa sadar, Alan menarik tangan Ana saat berlari. Sementara Vano menarik Reina.

"Jangan lari! Berhenti kalian!"

Mereka berempat masuk ke satu ruangan di belakang sekolah, yang lebih jauh dari gudang tempat hukuman Vano dan Alan. Bau apek menyambut penciuman mereka, ruangan yang kondisinya bagai tidak tersentuh tangan berabad-abad itu menjadi pilihan terakhir Alan. Vano dan Reina menyusul pula dari belakang. Selanjutnya Alan menutup pintu rapat-rapat.

Ana memegang dadanya yang kembang kempis karena harus menyamai cara berlari Alan. Energinya terkuras dan napasnya masih terengah-engah.

"Kenapa kamu menarikku juga?" protes Ana, yang mengamati keadaan di luar dengan cemas.

Alan menoleh, baru menyadari sudah menggeret Ana lagi. Anehnya, dia tidak langsung melepas pegangannya. Dia masih betah memandang Ana yang berkeringat dengan ekspresi was-was. Sebenarnya Alan tidak punya maksud lain untuk menarik Ana. Dia hanya menarik siapa saja yang didekatnya -dan kebentulan orang itu adalah Ana.

Secret Clover [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang