2| Their fight

560 62 8
                                    

Cerita ini hasil kolaborasi dengan InoYomi


🍀🍀🍀


"Sedang apa kalian?"

Spontan Alan berdiri, tanpa sadar membuat Ana terjatuh karena gadis itu bersandar tepat di bahunya. Dia kemudian menatap lekat Reina di depannya dengan penuh keterkejutan.

"Eh, kalau berdiri, bilang-bilang dong!" gerutu Ana kesal.

Alan acuh, sementara Reina masih menatap heran keduanya.

"Ini nggak kayak yang lo pikir," ralat Alan.

Alan berniat pergi, namun langkahnya terhenti saat membaca name tag gadis berkacamata di hadapannya.

Reina Aretta.

Alan merasa tidak asing dengan nama itu, tapi otaknya seperti tidak ingin diajak bekerja saat ini. Dia sudah berjalan sampai ke pintu, namun berhenti lagi karena teringat sesuatu. Urusannya dengan gadis rambut pendek belum selesai.

Ana mengerutkan kening saat Alan kembali ke hadapannya.

"Dengar, ya," Alan tersenyum miring, "jangan suka ikut campur urusan orang lain. Belajar saja yang rajin. Dan kalau bisa..." Dia meninggikan dagu, lalu mengukur tinggi badan Ana yang hanya sebatas bahunya. "Tambah tinggi badan lo. Biar enggak dikira anak SD."

"Hah?" Ana terperangah mendengar hinaan itu.

Alan tertawa puas, lalu keluar, meninggalkan dua gadis.

Reina memerhatikan dalam diam. Sebelum dia mengeluarkan suara, Ana berlari menyusul Alan.

"Berhenti di sana!" Teriakan Ana membuat Alan berhenti.

Dia menoleh, menatap miring Ana dengan pandangan meremehkan. "Apa lagi?"

"Kamu bilang apa tadi ?"

"Emang gue bilang apa?"

"Kamu bilang Aku PENDEK?"

"Emang kenyataannya gitu, kan?"

Ana berdecak kesal. Ingin sekali dia mengumpat dan mencakar wajah sok innocent di depannya, tapi bukan begitu cara Ana bertarung.

Ana tersenyum sinis, dia menyilang kedua tangan di dada, kembali menantang iris cokelat Alan. "Bagaimana bisa anak kepala sekolah memanjat tembok untuk kabur? Kamu pikir aku akan diam saja setelah melihat kejadian itu? Aku akan melaporkanmu pada guru BK, kalau perlu kuadukan sekalian pada kepala sekolah biar kamu dapat SP. Padahal pak Ardana sangat bijaksana dan tegas, tapi kelakuan anaknya malah seperti ini. Aku yakin ayahmu pasti kesal setiap kali melihatmu."

Alan meletakkan tangan besarnya di kepala Ana, membuat gadis itu berhenti bicara. "Ya ampun, Agata. Suara lo kayak bu Riska kalau udah ceramahin gue. Laporin aja. Tanpa bukti, kesaksian lo nggak akan berguna."

Ana menepis tangan Alan. "Pak Roy akan bersaksi dan aku melihatnya juga. Gadis di perpustakaan tadi juga melihat kita, dia bisa menguatkan dugaan bahwa kamu membawaku kabur ke perpustakaan."

"Tunggu sebentar. Membawa lo kabur? Hei, gue justru nolongin lo. Kalau sampai pak Roy tahu lo juga berkeliaran waktu jam pelajaran, kita berdua bisa dihukum."

"Aku tidak keliaran. Kelas kami sedang jam kosong, makanya aku berniat ke perpustakaan. Sudah sangat jelas, kamu yang berniat kabur dari sekolah. Menurut analisaku, semua kronologi dan waktunya cocok, kamu tidak bisa mengelak lagi dari tuduhan."

Alan tertawa. "Ya, ampun. Ocehan lo kayak detektif. Oke oke, kali ini gue ngaku salah. Lo mau gue klarifikasi hinaan gue tentang tinggi badan lo, kan? Tapi gue nggak bisa lakukan itu, karena emang faktanya lo PENDEK."

Secret Clover [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang