Cerita ini hasil kolaborasi dengan InoYomi
🍀🍀🍀
Reina menatap lama Alan. "Dia dibunuh. Pelakunya ada di sekolah ini."
"Aku menemukan sesuatu," teriak Ana yang membuat semua mata menoleh kepadanya.
Vano yang paling antusias melirik kertas di tangan Ana. "Apa itu?"
"Amplop surat. Sepertinya penting karena ada stempel sekolah Angkasa di sini," tunjuk Ana ke kertas segi empat di tangannya.
Ana membuka amplop perlahan. Mencoba mengambil kertas, sebuah foto malah jatuh ke lantai saat surat ditarik keluar.
"Kak Reihan!" Reina terkesiap melihat foto kakaknya dalam balutan seragam Angkasa.
Diraihnya foto dan mengusap debu yang menempel. "Ini benar-benar Kak Reihan."
Ana kemudian membaca kuat tulisan yng tertera di kertas. "Diberitahukan kepada Reihan Alvaro kelas X IPA 2. Sehubungan dengan menurunnya prestasi yang kamu raih dalam semester ini, pihak sekolah menyatakan pencabutan atas beasiswa penuh yang kamu terima."
"Pencabutan beasiswa?" Alan mengambil alih kertas.
Tanpa sadar butiran bening di pelupuk mata Reina jatuh. Dia menangis memandangi foto kakaknya.
Alan terkejut, tangannya bergetar saat memegang kertas. Bagaimana bisa beasiswa Reihan dicabut? Apa salah Reihan? Sahabatnya itu sangat pintar, juga rival terberatnya dalam atletik. Mustahil kalau prestasinya dikatakan menurun.
Vano tidak ketinggalan, diambilnya pula kertas dari tangan Alan. "2 September? Kenapa Reihan nggak pernah cerita soal ini? "
Ana beralih menatap Reina "Apa kamu tahu soal ini?" tanyanya.
Reina menggeleng. "Kak Reihan tidak pernah cerita."
"Di sini juga ada tanda tangan kepala sekolah. Jadi tidak mungkin ini palsu," imbuh Vano.
"Kenapa surat sepenting ini ada di sini? Harusnya ada di arsip sekolah." Ana berpendapat
Tidak ada yang menjawab, semua seolah sibuk dengan pikiran masing-masing. Mulai mengaitkan kematian Reihan dengan beasiswanya yang dicabut, Ana justru percaya Reihan bunuh diri karena frustrasi. Tapi dia tidak bisa mengabaikan keyakinan teguh Reina tentang Reihan yang dibunuh.
Ana mengembuskan napas. Dia kesal karena belum menemukan potongan puzzle yang bisa mengaitkan semua spekulasinya.
Di antara pikirannya yang berkecamuk, Ana mengingat jam tangan Reihan.
Ana mendekati Reina, "Rein, bisa kulihat jam tangan Reihan?" pintanya.
"Untuk apa? " Reina heran.
"Aku hanya ingin memastikan sesuatu."
Reina mengeluarkan jam tangan Quiksilver dari saku rok mininya. Ana mengamati dengan detail setiap sudut dari jam tangan itu.
"Tadi kalian heboh karena jam tangan. Kenapa kalian begitu yakin kalau ini milik Reihan?" Ana memerlihatkan jam tangan pada mereka.
"Aku yang membelikan itu sebagai hadiah ulang tahun Kak Reihan," jawab Reina.
"Jam itu sering dipakai Reihan ke sekolah, bahkan saat lomba lari juga dipakainya, jadi gue sangat mengenalnya." Alan menambahkan.
Ana tersenyum, masih memamerkan jam tangan Reihan. "Kalian tampaknya tidak memerhatikan kalau jam tangan ini sengaja dirusak oleh pemiliknya. Goresan dan bekas rusaknya seperti dihantam sesuatu yang berat bukan seperti tertimpa."
KAMU SEDANG MEMBACA
Secret Clover [COMPLETED]
Teen FictionDi hari pertama sekolah, Ana harus berurusan dengan Alan, si anak kepsek yang mencoba kabur lewat pagar belakang. Pertemuan mereka membuka lagi tragedi yang pernah terjadi di sekolah itu. Ditambah hadirnya Reina, Alan terpaksa mengungkap kembali...