Apa yang dilihat Vano barusan membuatnya tercengang. Ia tak percaya kalau video yang dilihatnya adalah saat terakhir Reihan. Lebih dari itu, apa yang dilihat dari video itu... Kepala sekolah. Vano tak bisa berpikir jernih sekarang. Bagaimana mungkin kepala sekolah terlibat dalam kasus korupsi dana sekolah, dan apa yang dilihatnya tadi adalah bukti kuat. Benar kata Ana-kalau ada yang tidak beres di dengan komite sekolah. Reihan adalah korban, dia melihat kebusukan kepala sekolah, dan tak sengaja merekam semuanya.
Vano mondar-mandir memikirkan, ia juga ingat kalau Reina juga pernah mengatakan ada yang tidak beres dengan sekolahnya. Rupanya inilah yang terjadi. Vano semakin dibuat frustrasi. Kini titik terang telah ditemukan, kepala sekolah adalah pelakunya-tapi pertanyaan yang masih belum terjawab, apakah kepala sekolah juga terlibat atas kematian Reihan? Kalau itu benar, bagaimana dengan Alan? Apakah dia bisa menerima kenyataan ini, sementara saat Reina mencurigai ayahnya waktu itu saja, Alan sudah emosi.
Arghhhh...
🍀 🍀 🍀
Ana terkesiap saat melihat nama yang terpampang di layar ponselnya. Alan. Padahal tadi siang lelaki itu mengatakan tidak akan melanjutkan penyelidikan. Apakah dia berubah pikiran?"Halo, Alan?" jawab Ana saat mengangkat telepon dari Alan.
"Lo sibuk, nggak? "
Ana menatap jam dinding yang menunjukkan pukul 20.08 WIB. "Kenapa emang? "
"Lo bisa keluar?"
"Ini udah malam Lan. Emangnya kamu bisa keluar? Bukannya bodyguard-mu jaga ketat?"
"Papa nggak seketat itu, sampek ngurung gue kayak anak gadis dipingit. Eum, Na, Gue mau ketemu sama lo. Bisa nggak?" Suara berat Alan dari jauh membuat Ana sempat khawatir. Apa yang terjadi dengannya. Sikapnya tadi siang juga aneh-dan sekarang sikapnya lebih aneh dengan mengajaknya bertemu malam hari.
"Kamu di mana sekarang? "
"Cafe Clover."
"Oke, tunggu di sana."
Alan langsung menutup teleponnya bahkan sebelum Ana menanyakan lebih lanjut tentang dirinya. Ana bingung dengan alasan Alan memintanya bertemu. Apa Alan berhasil menemukan petunjuk baru? Ana harus memastikannya sendiri, mungkin Alan memang ingin mengatakan informasi penting.
Meraih tas selempang biru dan jaket merah muda yang tergantung tepat di sebelahnya, lalu Ana sedikit memoles wajahnya dengan bedak tipis sambil merapikan rambutnya.
"Wait, aku, kan lagi nggak akan kencan, kenapa harus dandan?" Ana merutuki kebodohannya. Ia harus bergegas pergi menemui laki-laki itu di kafe.
"Pak, bisa anter saya ke kafe?" pinta Ana mengejutkan sopir rumahnya yang sedang mengecek mobil.
"Loh, Non Ana, mau ke mana malam-malam begini?" tanya sang sopir penasaran.
"Ke kafe Clover, Pak. Bisa anter saya sekarang?" Ana terlihat buru-buru. Bersamaan saat Ana masuk ke mobil, dering ponsel dari dalam tas mengejutkannya.
"Vano!" Nama Vano tertera jelas di layar ponselnya. "Ngapain dia malam-malam nelpon?"
"Halo, ada apa Van?"
"Na, di mana lo sekarang, bisa temui gue? Ada info penting yang mau gue sampain sekarang," ucapnya dari balik telepon.
"Info tentang apa?"
"Temui gue sekarang, ini penting, gue tunggu di kafe deket sekolah ya!"
"Tapi Van aku -" Vano langsung menutup teleponnya sebelum mendengar jawaban dari Ana.
KAMU SEDANG MEMBACA
Secret Clover [COMPLETED]
Teen FictionDi hari pertama sekolah, Ana harus berurusan dengan Alan, si anak kepsek yang mencoba kabur lewat pagar belakang. Pertemuan mereka membuka lagi tragedi yang pernah terjadi di sekolah itu. Ditambah hadirnya Reina, Alan terpaksa mengungkap kembali...