"Perang Diponegoro berlangsung dari tahun 1825-1830. Perang ini berlangsung selama 5 tahun dan menimbulkan banyak kerugian terhadap pemerintah belanda. Diponegoro yang menerapkan strategi perang gerilya memaksa belanda untuk mengeluarkan biaya dan tenaga lebih, tapi hasil perundingan itu pun gagal, lalu Diponegoro-"
Ana bisa mendengar samar suara Alan yang seperti mendongeng. Dalam tidurnya, dia mendengar cowok itu mendecak lalu dirasakannya embusan napas di dekat kening.
"Agatha?"
Ana mendengar Alan memanggilnya pelan, lalu sesuatu yang lembut mengecup pipinya. Bibir seseorang. Bibir Alan?
"I love you, Nona Pendek."
Ana mendengar samar-samar bisikan itu. Dia tersenyum dalam tidur.
"Agatha!"
"Ya, Alan?" sontak Ana berdiri seketika saat namanya dipanggil.
Mata gadis itu melotot, dengan raut wajah malu saat menyadari dia masih berada di dalam kelas-- saat pelajaran sejarah, dan parahnya lagi, semua teman sekelas sedang menertawakannya. Jangan tanya, Ana langsung menutup wajahnya yang memerah.
Guru sejarah di depan kelas hanya menggeleng-geleng melihat muridnya yang satu itu. Teman semejanya, Reina, hanya tersenyum kecil melihat kelakuan Ana hari ini.
"Cuci muka! Setelah itu pergi ke kantor guru, ambil lembaran tugas minggu lalu."
"Iya, Pak!" Dengan malas Ana berdiri sambil merengut. Dia masih dapat mendengar suara tawa cekikilan dari belakang. Tak terlalu menghiraukan, dia melangkah meninggalkan kelas sejarah yang sedang berlangsung.
Ternyata rasa kantuknya kembali menerjang. Sesekali dia menguap sembari melakukan peregangan dan mengucek mata pelan.
"Ana? Kemari sebentar!"
Ana menoleh pada panggilan Bu Riska. Dengan wajah malas, dia mendatangi meja guru itu.
"Ya, Bu?" Dia duduk di depan Bu Riska, bertopang dagu.
"Kamu mau ikut olimpiade Matematika?"
Ana seketika menegakkan badan, matanya berbinar. "Mau, dong. Dapat beasiswa, kan?"
Bu Riska tersenyum. "Iya. Tapi saingan kamu anak XI IPA yang tahun lalu sampai tingkat nasional. Berani?"
"Enggak ada kata takut dalam kamus Ana."
Bu Riska menggeleng. "Kamu itu, kurangi sombong."
"Eits, itu namanya percaya diri, Bu." Ana tertawa. Kemudian dia ingat tentang beasiswa. "Ngomong-ngomong nih, Bu, apa ya alasan seseorang bisa dibatalkan beasiswanya?"
Bu Riska mengerutkan kening. "Kayaknya belum pernah ada anak sekolah sini yang beasiswanya dibatalkan. Kalaupun ada, mungkin karena prestasinya menurun."
"Belum ada? Bagaimana dengan Reihan?"
Bu Riska tampak berpikir. "Oh anak itu. Iya beasiswanya dihentikan karena dia ketahuan merokok dan nilai akademisnya menurun."
"Reihan merokok?" Ana tak percaya.
"Awalnya Ibu juga nggak percaya, tapi guru-guru di sini bilang begitu."
"Bukannya Reihan itu pintar ya, Bu? "
"Dia memang pintar, itulah kenapa dapat beasiswa. Tunggu-" Bu Riska menatap Ana curiga, "bagaimana kamu tahu Reihan dapat beasiswa dan beasiswanya dicabut? "
Ana menyelipkan anak rambut ke belakang telinga. "I-itu-"
"Apa kamu sedang merencanakan sesuatu Ana?" Bu Riska menaruh curiga.
KAMU SEDANG MEMBACA
Secret Clover [COMPLETED]
Teen FictionDi hari pertama sekolah, Ana harus berurusan dengan Alan, si anak kepsek yang mencoba kabur lewat pagar belakang. Pertemuan mereka membuka lagi tragedi yang pernah terjadi di sekolah itu. Ditambah hadirnya Reina, Alan terpaksa mengungkap kembali...