"Rein, diminum teh hangatnya." Ucapan Vano membuyarkan lamunan Reina sejenak. Keduanya sepakat untuk balik ke Jakarta, apalagi dengan kejadian yang membuat gadis itu ketakutan. Namun sedari tadi Vano perhatikan, gadis di sebelahnya seolah kehilangan nyawa.
Reina menoleh, lalu perlahan meminum teh hangat yang dipesankan Vano. Kini keduanya tengah berada di salah satu warung makan sederhana dengan tulisan besar "Mie Ayam dan Bakso".
Tanpa berkata, Reina mulai mengaduk mie ayam yang ia diamkan beberapa menit. Perlahan menyuapi dirinya tanpa ekspresi. Saat ia menoleh ke samping, rupanya sejak tadi Vano serius melihatnya.
"Kenapa?" Reina bertanya.
Vano yang canggung karena ketahuan memerhatikan Reina, seketika memalingkan wajahnya. Ia berpura-pura mengaduk-aduk mie ayam dalam mangkuk dan menaruh beberapa sendok sambel tanpa takaran.
Reina memandang ngeri saat tiga sendok sambel Vano tuangkan ke mangkuk mienya.
"Dev," lirih gadis itu, seketika membuat Vano tersedak saat memakan sesuap mie.
"Uhuk... Uhuk... Ah, pedas!" Vano langsung menyerobot minumannya tanpa memakai sedotan.
"Pelan-pelan, Devan." Reina terfokus dengan sikap Vano. Ia seketika bersemu ketika mengingat cara lelaki itu menenangkannya sepanjang jalan tadi.
Vano masih merasakan pedas di lidahnya, lantas merutuki kecerobohannya mengambil tiga sendok sambel tanpa sadar.
Vano kembali ingin memakan mienya, namun rasa panas di perut mulai menerjang kala ia selesai dengan lima sendokan. Ia menyerah menghabiskan mie penuh sambal itu.
"Nggak usah dipaksa!" Reina sedari tadi tahu kalau Vano berusaha menghabiskan makanannya.
"Kalau nggak dihabisin, mubazir, Rein," kata Vano.
"Nanti perut kamu bisa sakit," ingat Reina.
"Nggak papa, kok, aku, kan kuat," ucapnya percaya diri.
Vano kembali menyendok mie untuk dimakan, tapi tangan Reina mencegahnya. Ia menggelengkan kepala tanda melarang laki-laki itu menghabiskan mie.
Vano langsung paham. Ia pun berhenti makan. "Iya deh, iya."
Vano tersenyum kecil melihat Reina dengan lahapnya makan mie. "Kamu rakus juga, ya?" Seketika Reina menoleh, menghentikan makannya.
"Lho, kenapa berhenti?"
"Kamu bilang aku rakus." Reina sedikit cemberut.
Vano menepuk jidat menyalahi kebodohannya. Apa ucapannya tadi menyinggung gadis itu?
"Bukan, Rein... Aku malah seneng kamu makan banyak. Biar kuat," ucap Vano bersemangat.
"Kuat?"
"Biar kamu kayak aku, nih. Kuat!" Vano memperlihatkan otot di kedua lengannya yang sedikit terbentuk karena rajin fitnes. Reina tersenyum melihat tingkah Vani apalagi saat senyuman lebar menghiasi wajah lucu lelaki itu.
***
12.03 di Kafe Clover
Ana dan Alan telah lebih dulu duduk di pojok terdalam kafe. Sengaja Alan memilihnya karena sepi pengunjung dan membicarakan hal penting butuh sedikit privasi. Sebenarnya ia ingin membahas masalah Reihan ini di tempat lain, tapi berhubung khawatir akan ketahuan ayahnya, maka begitu pulang dari rumah keluarga Guntoro, mereka langsung membuat janji dengan Reina dan Vano.

KAMU SEDANG MEMBACA
Secret Clover [COMPLETED]
Novela JuvenilDi hari pertama sekolah, Ana harus berurusan dengan Alan, si anak kepsek yang mencoba kabur lewat pagar belakang. Pertemuan mereka membuka lagi tragedi yang pernah terjadi di sekolah itu. Ditambah hadirnya Reina, Alan terpaksa mengungkap kembali...