36. Mencegahnya pergi

164 15 5
                                    

"Emmm...emmmmtt..." Reina terus menjerit selagi ia bisa, kondisinya cukup mengenaskan. Kedùa kaki dan tangannya terikat di kursi, mulut dibungkam, dan mata ditutup kain hitam. Suasana di ruangan itu cukup membuatnya takut. Sepi dan hampa tanpa ada suara kecuali bunyi tikus dan beberapa serangga yang tak ia ketahui pasti.

Reina bisa membayangkan kalau ia sekarang berada di gudang. Keringat dingin terus membanjiri pelipisnya. Ia benar-benar takut akan kegelapan.

Tidak ada yang bisa Reina lakukan selain pasrah, dan berharap seseorang bisa menemukan keberadaannya, atau selamanya ia tak dapat keluar, dan malah mati membusuk di sini.

Percuma saja ia teriak bahkan sampai mulutnya kering, karena mulutnya dibekap dan tak ada seorang pun yang bisa mendengarnya.

Tap... tap... tap...

Suara langkah sontak mengejutkan Reina yang sedari tadi menangis tanpa henti. Tangan Reina menjadi gemetaran saat langkah itu semakin mendekat. Sekujur tubuhnya merinding, bisa dibayangkan apa yang akan terjadi pada dirinya nanti.

Reina dapat merasakan kulit pipinya disentuh tangan kasar yang dingin, dan tangan itu meraba ke kebelakang rambut Reina mencari pengikat kain yang menyumpal mulutnya. Namun tetap saja, mata Reina tertutup kain hitam, ia tak tahu siapa orang yang ada di depannya.

"S-siapa ka-mu? Lepasin aku!"

Plak

Reina mendapat tamparan keras di pipinya. Seketika gadis itu terdiam dengan mulut sedikit terbuka, dan napas tertahan. Dia tidak lagi mampu bersuara karena panas di pipinya.

"Di sini aku yang mengatur, bukan kamu," kata suara berat yang sedikit serak, khas pria dewasa. "Aku juga benci suara berisik."

Tangan Reina gemetar, bahkan tubuhnya bergetar tertahan. Sekuatnya gadis lemah itu menahan tangis, benar-benar takut mengeluarkan sekecil pun suara, meski itu hanya isakan pelan.

"Sekarang, jawab aku, di mana kamu menyimpan video rekaman itu?"

Mulut Reina terbuka, hendak mengatakan sesuatu, tapi perasaan takutnya mendominasi, sehingga suara tidak bisa keluar.

Byur

Reina disiram sebotol air oleh pria yang tak lain adalah Beni. Pria itu kemudian menjambak rambut Reina, sampai kepala gadis itu mendongak. Dengan nada datar, Beni berbisik tepat di telinga Reina, "Kalau aku bertanya, kamu harus menjawab."

Sungguh, Reina juga ingin menjawab tadi, tapi dia sangat ketakutan. Sekarang Reina menggigit kuat bibirnya untuk menekan rasa takutnya, lalu bersuara nyaris tak terdengar, "Aku nggak tahu ... video apa..."

Beni melepas jambakannya dari rambut Reina. Kembali berkata, "Bosku mendapat sebuah video yang mengancam keberlangsungan kariernya. Orang-orang yang sedang menyelidiki kasus abangmu hanyalah kamu, Vano dan Alan. Salah satu dari kalian pastilah yang mengancam Bosku."

Reina tidak terkejut kalau masalah dia diculik berkaitan dengan kasus kakaknya, karena sejak awal kedatangannya ke sana memang untuk mencari tahu itu, tapi dia sangat terkejut saat tahu ada seseorang yang mengancam pembunuh kakaknya. Ya, bisa disimpulkan kalau bos pria itu adalah pembunuh kakaknya hanya dari percakapan tadi. Reina sangat yakin kalau Vano bukanlah orang yang akan mampu memikirkan rencana mengancam seperti itu. Tindakan itu lebih mirip Ana, tapi Reina tidak mungkin mengatakan kebenarannya, karena Ana bisa dalam bahaya.

Beni melirik Reina yang mulai tenang dari ketakutan, dia menyimpulkan kalau gadis itu tahu sesuatu. Mengambil pistol dari saku bajunya, Beni mendekatkan senjata api tersebut ke kening Reina.

Menyadari benda dingin di keningnya, Reina terkejut, kembali ketakutan.

"Kamu sepertinya tahu siapa yang mengancam bosku. Jadi, sebaiknya kamu katakan yang sebenarnya, atau ..."

Secret Clover [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang