Kenapa dia harus repot-repot menyuruhku menemuinya sendiri hanya untuk mengambil payung? Dia kan bisa menyuruh officeboy untuk mengembalikannya, atau jika dia tak sempat, dia kan bisa menyuruh sekertarisnya untuk mengurus payung itu. Apalagi Hyungseob tahu bosnya itu sangat sibuk.Gosip yang terdengar mengatakan Park Woojin adalah workaholic sejati yang menghabiskan waktu 20 jam sehari untuk bekerja.
'Atau, kenapa tidak dia buang saja payung itu? Toh aku juga tak akan berani menagihnya' Pikir Hyungseob sambil mengerutkan kening di dalam lift yang mengarah ke lantai 14, lantai khusus CEO mereka. Ini kali kedua dia ke ruangan ini. Sungguh tak disangka, dua tahun bekerja disini dia hampir tak pernah bertatapan langsung dengan sang pemimpin tertinggi yang diagung-agungkan itu. Tetapi sekarang, dua hari berturut-turut dia dipanggil untuk menghadap atasannya tersebut.
Lift terbuka dan dia dihadapkan pada ruang tunggu yang nyaman dan mewah. Sekertaris yang sama, wanita setengah baya yang terlihat kaku dan efisien itu menatap Hyungseob dengan skeptis, sepertinya dia juga bertanya-tanya kenapa pegawai rendahan seperti ini sampai dua kali dipanggil menghadap langsung ke sang CEO, padahal setahunya Woojin hanya berkomunikasi dengan anggota direksi, manajer dan kepala bagian unit perusahaannya, itupun lewat meeting resmi perusahaan dan melalui seleksi janji temu yang rumit.
"CEO Park sudah ada di dalam, beliau sudah menunggu anda, saya sudah menginformasikan kedatangan anda lewat intercom dan beliau mempersilahkan anda untuk langsung masuk," gumam sekertaris itu dingin.
****
Woojin baru saja menyelesaikan meeting penting dan dengan segera kembali ke ruangannya. Mengingat alasan yang membuat dia begitu terburu-buru kembali, membuatnya mengerutkan dahi, dia sudah menelpon atasan Hyungseob tadi pagi, menjelaskan alasan keterlambatan pria manis itu. Dan atasan Hyungseob begitu kegirangan karena teleponnya, hingga seolah-olah tak peduli lagi kenapa Hyungseob bisa sampai terlambat.
'Yah mungkin setidaknya bocah itu akan berterimakasih padaku, atau malah jengkel?' Woojin tersenyum sinis. Menilik sifat pria itu, sepertinya Hyungseob akan tambah jengkel dengannya.
Setelah dengan serius mempelajari berkas-berkas yang diantarkan bagian personalia padanya, Woojin termenung.
Hyungseob tidak berbohong, kedua orang tuanya memang telah meninggal, dan alamat tempat tinggalnya memang terdaftar sebagai rumah kost. Bahkan pria itu tidak mengisi nama saudara atau kerabat dekat yang bisa dihubungi. 'Saya tinggal sendirian', begitu tulisnya tadi.
Apakah pria itu benar-benar sebatang kara seperti ceritanya? Kalau dia tanpa keluarga dan hanya tinggal di kamar kost, untuk apa dia meminjam uang sebesar 40 juta ke perusahaan yang harus dilunasi dengan memotong gajinya selama bertahun-tahun?
'Apakah dia sakit?'
Memikirkan kemungkinan itu, dada Woojin langsung merasa nyeri.'Tidak!'
Putusnya setelah termenung sejenak, pria itu sehat, kalau tidak dia pasti tidak akan lolos seleksi test kesehatan yang sangat ketat untuk masuk ke perusahaan ini.'Kalau begitu, dia pasti orang yang suka menghambur-hamburkan uang,' Woojin menyimpulkan.
Yeah, segalanya akan menjadi lebih mudah. Woojin rela memberikan uang sebanyak yang Hyungseob mau asal Hyungseob mau melayaninya.
Ia sangat kaya, dan memiliki pria seperti Hyungseob yang benar-benar memacu hasratnya memang layak diberi sedikit pengorbanan.
Lamunannya terhenti ketika intercom berbunyi, memberitahukan kedatangan Hyungseob.
Woojin menunggu penuh antisipasi, seperti seekor singa yang menanti mangsanya. Dia punya penawaran bagus, dan jika pria itu seperti yang diduganya, Hyungseob pasti tak akan mampu menolaknya.
****
"Jisung-ssi berkata bahwa anda memanggil saya untuk mengambil payung saya yang tadi tertinggal," Gumam Hyungseob sopan ketika Woojin mempersilahkannya duduk.
Woojin tidak menjawab hingga Hyungseob menatap Woojin bingung, lelaki itu sedang menatapnya dalam seolah sedang berkonsentrasi pada sesuatu, tetapi pikirannya seolah tak ada di situ.
"Tuan Park?"
Lelaki itu mengerjap.
"Oh! Payung" Gumamnya seolah baru teringat akan hal itu, "Ada di meja sekertarisku, kau bisa meminta padanya,"
'Lalu kenapa sang CEO ini, yang katanya sangat sibuk menyuruhku menghadapnya?' Hyungseob mengerutkan kening.
Ketika Woojin sepertinya tidak akan berkata apa-apa lagi, Hyungseob segera bangkit dari kursinya,
"Kalau begitu saya akan segera mengambilnya, terimakasih sudah merepotkan anda, permisi Park Woojin-ssi," Gumamnya setengah berbalik.
"Tunggu Hyungseob,"
Suara lelaki itu terdengar lembut, dan dengan enggan Hyungseob membalikkan tubuh. Lelaki itu ternyata sudah bangkit dari kursinya, memutari meja dan berdiri berhadap-hadapan dengan Hyungseob.
"Aku meralat ucapanku tadi pagi." Gumamnya misterius.
Hyungseob mengerutkan keningnya, "Tentang..?"
"Tentang kau bukan tipeku dan aku tidak mungkin tertarik padamu, sebenarnya selama ini aku memperhatikanmuㅡkarena tak tahu kenapa, kau membuatku sangat bergairah."
Mulut Hyungseob ternganga dan dia tak mampu berkata-kata, pernyataan itu begitu mengagetkan bagaikan petir di siang bolong.
"Aku ingin kau menjadi kekasihku, hmm... bukan kekasih, apa ya istilahnya? Orang simpanan?"
[TBC]
KAMU SEDANG MEMBACA
Romantic Illusion • Jinseob
FanfictionA Romantic Story About Serena (Jinseob Ver) Dalam hidupnya, impian Hyungseob hanyalah ingin menjadi seseorang yang biasa-biasa saja. Dia ingin menikah dengan Guanlinㅡkekasihnya, membentuk keluarga kecil yang bahagia, lalu seperti akhir kisah klise l...