24

725 177 27
                                    


Jihoon benar, Woojin memang menyesal. Tidak perlu waktu lama, hanya selang satu jam dari kepergian Hyungseob.

"Aku menerima kalian di sini hanya demi Daehwi saja," Gumam Woojin dingin, suasana hatinya benar-benar buruk saat ini.

Ketika sekertarisnya menelepon dan memberitahu bahwa Daehwi dan Jinyoung ada di ruangan depanㅡingin bertemu dengannya, Woojin hampir saja mengamuk seketika itu juga. Dia sudah menegaskan pada sekertarisnya bahwa dia sedang tidak ingin diganggu. Tetapi Daehwi memaksa, dan seperti biasanya, paksaannya berhasil.

"Kami harus memberitahumu sesuatu yang penting." Gumam Daehwi penuh tekad, tidak peduli akan tatapan membunuh yang berkali-kali dihujamkan Woojin kepada Jinyoung yang hanya duduk diam tanpa suara di belakangnya.

"Woojin," Daehwi mencoba menarik perhatian Woojin yang terus menerus mempelototi Jinyoung.

"Ada suatu fakta penting tentang Hyungseob yang harus kau ketahui."

Woojin langsung tertarik. Fakta apa lagi? Sebuah kebohongan lagi yang belum diceritakan kepadanya? Sebuah kepalsuan apa lagi yang akan menyulut kemarahannya?

Dia diam dan menunggu, bersiap-siap untuk meledak lagi, kepalanya terasa berdenyut dan mulai nyeri.

"Woojin..." Daehwi mengernyit cemas ketika melihat Woojin tampak kesakitan, "Kau tidak apa-apa?"

"Aku tidak apa-apa! Cepat selesaikan yang ingin kau katakan, dan bawa dia pergi dari ruangan ini!" Woojin bahkan tidak mau repot-repot menyebut nama Jinyoung.

Daehwi menarik napas panjang.

"Kau... Kita... Mengambil kesimpulan yang salah tentang Hyungseob." Dengan cepat Daehwi membentangkan artikel itu di meja Woojin, "Baca ini."

Woojin melirik artikel itu, semula ia tidak tertarik, tetapi kemudian ia mengenali gambar di artikel itu seperti Hyungseob, lebih muda beberapa tahun, tapi dia tak mungkin salah.

"Apa yang..... Oh Tuhan!" Baru separuh artikel yang dibacanya, tetapi dia pucat pasi.

Dengan gemetar dia membaca artikel itu. Membacanya berulang-ulang, kemudian mencoba mencari kesalahan. Tapi kebenaran yang tertulis di sana tak terbantahkan lagi.

"Benar, keluarga Hyungseob, kedua orangtuanya terenggut pada kecelakaan di jalan tol, kecelakaan yang samaㅡyang menewaskan Samuel." Mata Daehwi berkaca-kaca ketika kenangan itu kembali.

"Oh Tuhan!" Woojin berpegangan pada meja untuk menopang tubuhnya, Ini sebabnya Hyungseob selama ini sebatang kara dan sendirian?

"Kedua orang tua saya sudah meninggal dunia, saya hidup sendirian" Itu jawaban Hyungseob waktu pria itu terpaksa menumpang mobilnya di pagi yang hujan.

Lalu uang tiga ratus juta dan hutang puluhan jutanya di perusahaan itu.... Sekali lagi Woojin mengernyit.

"Tunangannya, Guanlin, masih terbaring koma sejak kecelakaan itu. Hyungseob berjuang mati-matian untuk mempertahankan hidupnya. Hutang-hutangnya di rumah sakit mungkin untuk membiayai biaya perawatan Guanlin, dan hutangnya kepadamu tiga ratus juta mungkin karena Hyungseob putus asa."

Daehwi memandang Woojin, dan tiba-tiba merasa kasihan, Woojin tampak hancur berkeping-keping, "Aku menelepon rumah sakit tempat Guanlin dirawat, Guanlin saat itu harus menjalani operasi pengangkatan ginjal karena salah satu ginjalnya rusak akibat obat-obatan yang terus menerus. Biaya operasi itu sangat mahal, hampir mencapai tiga ratus juta rupiah. Mungkin itu alasan Hyungseob menjual dirinya padamu, pria itu putus asa."

Romantic Illusion • JinseobTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang