03

974 189 37
                                    


Suasana hati Hyungseob benar-benar buruk hari itu. Kemarahan, rasa terhina, kebencian bahkan kesedihan karena dia begitu tidak berdaya campur aduk dalam hatinya. Hyungseob merasa tubuhnya begitu kotor akibat pelecehan yang dilakukan Woojin tadi siang, dan dia masih menahan tangis ketika memasuki ruang perawatan intensif di Rumah Sakitㅡyang sudah sangat familiar dengannya.

Apapun yang ada dipikirannya tadi langsung buyar begitu melihat Jihoon, perawat itu menyongsongnya dengan wajah pucat pasi, "Kemana saja kau?! aku mencoba menghubungimu sejak dua jam tadi, tapi kau tak bisa dihubungi!"

Wajah Hyungseob langsung berubah seputih kapas, secepat kilat dia berlari menelusuri lorong menuju kamar tempat Guanlin dirawat.

Jihoon tergopoh-gopoh berlari mengikuti di belakangnya.

Hyungseob terpaku di depan ruangan Guanlin dengan napas terengah-engah, dokter dan perawat masih ada di ruangan itu, sedang berusaha menstabilkan kondisi Guanlin.

Jihoon tiba dibelakang Hyungseob dan menyentuh pundaknya lembut, mencoba menenangkannya, "Dia sudah tidak apa-apa Hyungseob, kondisinya sudah stabil. Tadi dia mengalami serangan lagi tapi dokter sudah menanganinya dengan cepat, kenapa kau tadi tidak bisa dihubungi? Aku mencoba menghubungimu saat Guanlin dalam kondisi paling kritis, saat itu kau pasti ingin bersamanya."

Air mata mengalir di pipi Hyungseob. Tadi baterainya habis dan karena sibuk dengan pikirannya, dia tak sempat mengisinya. Astaga, betapa bodohnya dia. Guanlin kelihatan stabil dan baik-baik saja dan Hyungseob mulai lengah, melupakan bahwa serangan seperti ini bisa terjadi setiap saat. Ya Tuhan, seandainya tadi Guanlin...

Hyungseob memejamkan mata rapat-rapat, air matanya mengalir semakin deras, dia tak berani membayangkan semua itu.

Jihoon memeluknya dengan penuh keibuan sementara Hyungseob menumpahkan air matanya.

Ketika dokter datang, tatapan hati-hatinya malah membuat hati Hyungseob semakin cemas.

"Bagaimana kondisinya dokter?" Suara Hyungseob gemetar, ketakutan.

Dokter itu menarik napas panjang.

"Guanlin pria yang kuat, sungguh suatu keajaiban dia mampu bertahan sampai sekarang, tetapi kecelakaan itu telah merusak organ dalamnya. Kami berusaha memperbaikinya dengan obat-obatan dan penanganan medis terbaik, tapi hal itu berakibat pada ginjalnya, kami harus mengoperasi ginjalnya, Hyungseob."

"Mengoperasi ginjalnya?" Hyungseob mengulang pernyataan dokter itu dengan histeris, "Mengoperasi ginjalnya?! Ya Tuhan!!" Tubuh Hyungseob menjadi lunglai, untung Jihoon menyangganya. Air mata mengalir semakin deras dipipinya.

"Apakahㅡapakah tidak ada cara lain..?" Dokter itu menarik napas prihatin, "Guanlin dalam kondisi yang tidak lazim, dia dalam keadaan koma, dan apapun tindakan medis yang kami lakukan padanya memiliki resiko tinggi, tapi akan lebih beresiko lagi jika kita tidak melakukan operasi itu, operasi itu harus dilakukan sesegera mungkin Hyungseob-ssi!"

Hyungseob menarik napas dalam-dalam, dan menatap dokter itu dengan penuh tekad, "Baik dokter, lakukan operasi itu, apapun agar Guanlin selamat," Suaranya mulai gemetar, "Berapa biaya yang harus saya siapkan untuk melakukan operasi tersebut dok?"

Seluruh tubuh Hyungseob menegang, tangannya terkepal seolah olah menanti hukuman.

Dokter  itu menatapnya sedih, rasa kasihan tampak jelas di matanya ketika menjawab, "Untuk prosedur operasi ginjal dan perawatan atas kemungkinan terjadi komplikasi lainnya, kau setidaknya harus memiliki tiga ratus juta, Hyungseob-ssi."








Romantic Illusion • JinseobTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang