"Tidak enak." Guanlin mengernyit, menggelengkan kepalanya, menghindari sendok berisi bubur sayuran yang disuapkan Hyungseob kepadanya.Hari ini adalah tiga minggu sejak Guanlin tersadar dari komanya, kondisinya sudah mulai membaik, dia sudah bisa duduk, sudah bisa mengucapkan lebih dari satu kalimat, dan alat-alat penunjang kehidupannya sudah mulai dilepas satu persatu.
Dokter sendiri memuji perkembangan Guanlin yang luar biasa pesat, tekad lelaki itu kuat, maka ketika dia berniat untuk sembuh dia akan merasakannya sepenuh hati.
"Kau harus memakannya," Gumam Hyungseob sedikit geli dengan kemanjaan Guanlin yang seperti anak-anak, "Ini menyehatkanmu."
"Rasanya seperti muntahan." Gumam Guanlin, tapi akhirnya menurut membuka mulutnya, menerima suapan Hyungseobㅡlalu mengernyit ketika menelan.
Ekspresinya membuat Hyungseob tergelak, tapi kemudian Guanlin meraih tangan Hyungseob yang tidak memegang sendok, ekspresinya berubah serius.
"Tak terbayangkan rasa terimakasihku padamu... Aku tidak tahu bagaimana mengungkapkan cintaku, aku.... Para dokter dan perawat menceritakan perjuanganmu untukku...."
"Stttt..." Hyungseob meletakkan sendoknya dan menyentuhkan jemarinya di bibir Guanlin.
"Perjuangannya sepadan, kau akhirnya bangun kan?"
"Tapi...." Ekspresi kesedihan menghantam Guanlin, "Aku... Aku mungkin tidak akan bisa berjalan lagi. Aku mungkin lumpuh selamanya, aku hanya akan menjadi bebanmu..."
"Guanlin," Hyungseob menyela sedikit marah, "Kau tidak boleh memvonis dirimu sendiri, kesembuhanmu yang luar biasa ini juga diluar prediksi dokter bukan? Kita pasti bisa kalau kita berjuang dengan tekad dan keyakinan kuat bersama-sama, meskipun begitu...."
Suara Hyungseob berubah sendu, "Meskipun pada akhirnya kau lumpuh selamanya pun, aku akan tetap bahagia bersamamu. Kau tahu selama ini aku selalu berdoa apa? Aku berdoa yang penting kau sadar, aku tidak peduli yang lain, Tuhan sudah mengabulkan doaku Guanlin... Tidakkah itu cukup?"
Mata Guanlin tampak berkaca-kaca.
"Kau tidak tahu betapa aku mencintaimu...."
Suara pintu terbuka mengalihkan perhatian mereka, Hyungseob dan Guanlin menoleh bersamaan.
Lalu Hyungseob tersenyum, Daehwi ada di sana, dalam kunjungannya yang biasa. Sekarang bahkan Daehwi sudah mulai akrab dan berteman dengan Guanlin.
Tapi senyuman Hyungseob langsung membeku ketika menyadari siapa yang mengikuti di belakang Daehwi, itu Woojin!
Woojin yang sama. Woojin yang tampan dengan penampilan bak adonis, dengan ekspresi yang dingin dan tidak terbaca.
Hyungseob tidak pernah berhubungan dengan Woojin lagi sejak Guanlin sadarkan diri dari komanya.
Woojin selalu memaksakan maksudnya dengan perantaraan Daehwi, seperti ketika Woojin memaksakan untuk menanggung biaya rumah sakit Guanlin, dan ketika Woojin memaksakan agar Hyungseob dan Guanlin pulang ke apartemen yang dibelikannya ketika Guanlin sudah boleh pulang dari rumah sakit nanti.
Sekarang lelaki itu berdiri di depannya. Ekspresinya tak terselami dan sedikit muram, membuat Hyungseob bertanya-tanya, apakah Woojin mendengarkan percakapannya dengan Guanlin tadi? Apakah Woojin tidak senang mendengarnya?
"Dokter Lee," Guanlin menyapa ramah ketika Hyungseob hanya diam saja, lalu menatap ingin tahu ke arah lelaki tampan yang sepertinya hanya menatap terfokus kepada Hyungseob.
"Halo Guanlin, aku datang untuk mengecek keadaanmu. Dua hari lagi kau sudah boleh pulang kalau kondisimu sebaik ini terus."
Daehwi menyadari tatapan mata Guanlin ke arah Woojin, lalu menyikut pinggang Woojin untuk menarik perhatian Woojin yang terarah lurus kepada Hyungseob, "Dan ini Woojin, dia eh bosku dan bos Hyungseob juga."
KAMU SEDANG MEMBACA
Romantic Illusion • Jinseob
FanfictionA Romantic Story About Serena (Jinseob Ver) Dalam hidupnya, impian Hyungseob hanyalah ingin menjadi seseorang yang biasa-biasa saja. Dia ingin menikah dengan Guanlinㅡkekasihnya, membentuk keluarga kecil yang bahagia, lalu seperti akhir kisah klise l...