27

663 181 37
                                    


Dua hari kemudian, Hyungseob berdiri di depan ruangan perawatan Guanlin dengan cemas. Tangannya menggenggam tangan Jihoon dengan setengah menangis. Matanya semakin berkaca-kaca ketika mendengar suara teriakan dari dalam, teriakan Guanlin.

"Jihoon...." Hati Hyungseob terasa di iris-iris, menyadari bahwa suara pertama yang dikeluarkan Guanlin setelah 2 tahun adalah teriakan kesakitan.

"Tidak apa-apa Hyungseob, itu pertanda bagus, Guanlin memang kesakitan, mereka sedang melepas selang di tenggorokan dan di dadanya, tapi kalau Guanlin bisa mengeluarkan suara, itu pertanda kondisinya sudah semakin membaik." Jihoon menggenggam tangan Hyungseob, membagikan kekuatannya.

Suara teriakan itu terdengar lagi, begitu serak hingga Hyungseob hampir tak mengenalinya. Air matanya mulai menetes satu-persatu tanpa dapat ditahannya.

"Berapa lama lagi?"

Menunggu di luar seperti ini terasa bagaikan siksaan yang paling mengerikan.

"Sebentar lagi, nanti mereka akan mengizinkanmu menemuinya," Dengan lembut Jihoon mengusap-usap Hyungseob, "Dia harus melalui ini Hyungseob, dan nanti akan banyak kesakitan lagi, tapi ini proses penyembuhan, dia pasti akan sembuh."

Hyungseob menganggukkan kepalanya, memejamkan matanya, menunggu.

Penantian itu terasa begitu lama, lama sekali sampai tim dokter dan perawat keluar dan mengizinkan Hyungseob masuk.

Dengan hati-hati, Hyungseob melangkah masuk ke ruangan perawatan Guanlin. Ruangan yang sangat akrab, sangat dikenalinya.

Tetapi sekarang berbeda, Guanlinnya tidak tidur. Guanlinnya tidak menutup mata, dia bangun, sadar dan hidup. Hati Hyungseob sesak oleh euforia yang membuncah.

Hyungseob duduk di sebelah ranjang, dan Guanlin langsung menyadari kehadirannya, tangannya membuka dan dengan lembut Hyungseob menyelipkan jemarinya kesana.

"Hai," Sapa Hyungseob lembut.

Guanlin tersenyum, lalu mengernyit karena gerakan sederhana itu ternyata menyakitinya, "Sa...kit," Gumamnya susah payah.

Hyungseob tersenyum lembut, sebelah tangannya mengusap dada Guanlin yang kurus, berhati-hati agar tidak menyentuh luka di dadanya.

"Mereka sudah melepas selang di tenggorokan dan dadamu."

Guanlin mengeryit lagi, "Berapa lama?" Suaranya serak dan terpatah-patah.

"Apanya?"

"Tidur... Berapa lama?"

Hyungseob mendesah lembut, "Dua tahun" Jawabnya pelan. Dan langsung menerima tatapan penuh kesedihan dari Guanlin.

"Tapi dua tahun tidak terasa lama kok, yang penting kau bangun, kau berjuang dan aku bangga padamu." Sambung Hyungseob cepat-cepat.

Guanlin tampak sedikit lega mendengar penjelasan Hyungseob, tapi kemudian dia mengernyit lagi.

"Mama... Papa....?"

Hyungseob menggenggam tangan Guanlin erat-erat, "Mereka meninggal pada saat kecelakaan itu Guanlin."

Dan hati Hyungseob bagaikan diremas-remas ketika melihat Guanlin memejamkan mata dan menangis, dengan lembut diusapnya air mata Guanlin, dikecupnya pipi lelaki itu yang pucat dan tirus.

"Tapi aku yakin mereka sudah tenang disana. Mereka pasti bahagia sekarang, mengetahui kau sudah sadar."

Guanlin membuka matanya dan menatap Hyungseob lembut, "Maaf."

"Kenapa?" Hyungseob mengernyit.

"Karena... Kau... Ditinggal.. Sendiri..."

Air mata ikut mengalir di pipi Hyungseob, "Aku tidak apa-apa, lihat? Aku sehat dan baik-baik saja. Aku bertahan untukmu. Dan sekarang kau yang harus berjuang untukku ya, kau harus berjuang untuk pulih lagi, bersamaku."

Romantic Illusion • JinseobTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang