"Wajahmu pucat sekali." Salah seorang temannya memandang Hyungseob dengan cemas ketika Hyungseob mendudukkan diri di kursinya. Tadi dia hampir terlambat dan setengah berlari ke mesin absen.Hyungseob memegang pipinya, memang terasa agak panas, apakah dia demam? Dan kepalanya juga pusing sekali. Tapi tetap dipaksakannya tersenyum,
"Engga apa-apa kok, mungkin karena belum sarapan, nanti setelah minum teh hangat pasti agak baikan."
Tapi ternyata tidak, rasa pusing itu makin menusuk nusuk di kepalanya. Terasa nyeri, bahkan untuk menolehkan kepalanya saja terasa sangat sakit, badannya juga sama saja, rasanya nyeri di sekujur tubuh seperti habis dipukuli. Hyungseob bertahan dengan tidak bergerak di kursinya, tapi rasa sakitnya makin tak tertahankan.
"Hyungseob, coba kesini sebentar, lihat draft pemasaran ini, bagaimana menurutmu?" Salah seorang rekannya memanggilnya.
Dengan mengernyit Hyungseob mencoba berdiri, tubuhnya limbung sejenak, tapi dia tetap berdiri dan bertahan sambil berpegangan di tepi meja.
Lalu setelah menarik napas dalam-dalam, dia melangkahkan kaki ke meja rekannya. Tapi tiba-tiba rasa nyeri tak tertahankan menyerang kepalanya dan semuanya menjadi gelap.
***
"Pingsan??!"
Woojin setengah berteriak kepada Jinyoung yang menyampaikan kabar itu padanya.
"Kapan?! Dimana?!" Woojin mulai berdiri dari balik meja besarnya.
Jinyoung hanya duduk santai di sofa kulit hitam di ruangan kantor Woojin,
"Tadi dalam perjalanan ke sini aku kan mengambil arsip di sebelah klinik, ada keributan di luar. Pria itu sedang digendong salah seorang rekannya ke klinik dan di antar beberapa rekannya yang lain juga, dalam kondisi pingsan, dia pucat sekali seperti kelelahan." Tambah Jinyoung penuh arti.
"Digendong?" Kali ini wajah Woojin menegang karena marah. "Laki-laki?"
Jinyoung tiba-tiba saja tidak bisa menahan tawanya.
"Simpananmu pingsan dan kau meributkan siapa yang menggendongnya?" Tawa Jinyoung kembali terdengar tak peduli pada wajah Woojin yang marah. "Tentu saja laki-laki, mana mungkin perempuan?"
Woojin mendengus marah dan hendak melangkah keluar ruangan, tapi Jinyoung berdiri dan menahannya.
"Kau pikir kau mau kemana Woojin?"
Woojin menatap tangan Jinyoung yang menahan lengannya dengan marah, "Tentu saja melihat Hyungseob!"
"Dan membuat kehebohan di luar? Seorang CEO perusahaan yang jarang terlihat saking sibuknya, yang bahkan untuk berkonsultasi dengannya harus melalui perjanjian temu yang sulit, tiba-tiba saja turun menjenguk seorang staff biasa? Ku ulangi, seorang staff biasa, yang tidak ada hubungan apapun dengannya."
Jinyoung menatap Woojin tajam, "Dan bahkan dengan wajah pucat pasi, lebih pucat dari yang pingsan kalau boleh kutambahkan." Jinyoung mulai terkekeh geli.
Woojin melotot marah padanya, tapi kemudian menarik napas dan tersenyum skeptis.
"Kau benar, aku tak bisa." Dengan pelan dia melangkah dan duduk di sofa.
Jinyoung menuangkan minuman untuknya dari meja bar kecil dan memberikan kepada Woojin yang langsung menyesapnya.
"Kau tak pernah begitu sebelumnya Woojin, dan tak kusangka kau sebegitu perhatiannya kepada pria kecil ini, kukira kau hanya menganggapnya tubuh yang sudah kau beli?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Romantic Illusion • Jinseob
FanfictionA Romantic Story About Serena (Jinseob Ver) Dalam hidupnya, impian Hyungseob hanyalah ingin menjadi seseorang yang biasa-biasa saja. Dia ingin menikah dengan Guanlinㅡkekasihnya, membentuk keluarga kecil yang bahagia, lalu seperti akhir kisah klise l...