#2 : Aku Masih Belum Tau

851 36 1
                                    

Memang seperti ini ya jadwal pelajaran anak SMA? Baru masuk dua hari udah dikasih tugas dan pelajarannya juga penuh. Apalagi mata pelajaran bahasa Indonesia. Udah bentuk kelompok-kelompok juga.

"Anak-anak, kalian coba berhitung dari satu sampai lima, ya. Mulai dari pojok kiri depan. Kita akan berkelompok. Satu kelompok ada lima orang karena di sini ada 35 siswa," perintah Bu Nessa.

"Baik, bu!" Semua langsung sibuk berhitung. Sambil menunggu giliranku, aku berdoa agar mendapat teman sekelompok yang enak diajak kerja sama. Dan saat giliranku pun tiba. Tapi aku masih belum tau aku sekelompok sama siapa.

Akhirnya, semua sudah berhitung. Bu Nessa memerintahkan Arfan untuk menulis nama-nama setiap kelompok. Aku segera melihat papan. Aku kelompok 4. Ini nama-nama anggotanya :
1. Adrian
2. Arfan
3. Dira
4. Rania
5. Sahila

Aku sekelompok sama Arfan! Aku penasaran Arfan itu anaknya gimana. Keliatannya sih tanggung jawab ya. Tapi semoga ada kerja kelompok. Biar aku tau anaknya gimana.

"Aku sekelompok sama Arfan, Sa!" saat itu aku keceplosan ngomong ke Raisa. Waduh, ekspresiku seneng banget lagi. Gimana nanti kalo si Raisa tau aku kagum ke Arfan? Wait, wait... Aku seneng ke Arfan? Waduh, kenapa perasaan ini tumbuhnya cepet banget? Ini seneng apa kagum? Aku kan belum tau Arfan itu anaknya gimana. Kuharap ini cuma kagum, nggak lebih.

"Memang, Ran. Terus kenapa kalo kamu sekelompok sama Arfan?" Raisa bertanya padaku dengan sedikit heran. Kayaknya dia kaget gitu ngeliat mukaku? Jangan-jangan mukaku merah?

"Y-ya gapapa. Aku tadi belum selesai ngomong. Aku mau bilang kalo aku sekelompok sama Arfan, Adrian, Dira, sama Sahila. Udah, gitu aja. Kok kamu kaya heran gitu sih mukanya?"

"Habisnya kamu semangat banget ngomongnya. Sampai mukanya merah gitu," kata Raisa sambil meringis.

"Ya kan aku lagi semangat. Nggak salah kan?"

"Iya, iya Ran..." kata Raisa sambil tersenyum geli.

Bu Nessa menyuruh anak-anak untuk berdiskusi dengan anggota kelompoknya.

***

"Gimana nih? Bu Nessa kan nyuruh kita buat video drama. Di sini ada yang punya kamera nggak? Aku sih punya. Tapi kalo bisa ya ada cadangannya. Biar kalo batrenya habis, bisa pake yang cadangannya itu," kata Arfan.

"Aku punya, Fan," kata Sahila.

"Oke, kamera beres. Terus masalah tema ceritanya. Siapa di sini yang pinter buat naskah drama?"

Ah, kali ini aku bisa bantu!

"Fan, aku bisa. Tapi aku lebih suka buat yang genrenya romantis. Memangnya nggak papa sama Bu Nessa?" kataku.

Arfan dengan sigap mengacungkan tangannya dan bertanya pada Bu Nessa.

"Bu, saya mau tanya. Kalau naskahnya tentang cinta nggak papa Bu?"

"Terserah kalian. Yang penting ceritanya nggak mengandung SARA dan nggak yang dewasa. Kalo cerita cinta yang remaja nggak papa," kata Bu Nessa.

"Ran, nggak papa kata Bu Nessa. Kamu aja yang buat ya. Oke, masalah naskah kelar. Giliran masalah lokasi buat syutingnya nih gimana?" kata Arfan. Ah, rasa kagumku mulai tumbuh. Ini semua karena si Arfan tegas. Dia cocok jadi pemimpin. Sigap banget.

"Di rumahku aja. Rumahku kan di perumahan. Perumahannya punya view yang bagus terus juga cocok buat syuting. Rumahku juga nggak begitu jauh dari sekolah. Jadi, misalnya mau syuting pas pulang sekolah juga bisa. Tinggal jalan kalo nggak ya naik angkot juga bisa," kata Adrian.

"Oke, sip. Lokasi beres. Terus apa lagi ya yang kurang?"

"Kerja kelompoknya kapan nih? Pokoknya jangan hari Senin sama Rabu, ya. Aku les soalnya," kata Dira.

"Iya, aku juga les. Aku kan tempat lesnya sama kayak Dira. Yang lain gimana?" kata Sahila.

"Kalo aku sih longgar. Aku nggak les soalnya. Tapi aku rencana mau daftar OSIS. Makanya jangan terlalu mepet ya kerja kelompoknya. Kalo bisa, pas minggu ini udah mulai kerja kelompok," kata Arfan.

"Oke, Fan."

***

Hari itu, perasaanku belum tumbuh pada Arfan. Tapi lihat aja nanti. Aku masih berharap perasaanku masih sekedar kagum aja sama Arfan. Nggak lebih. Kuharap...

Cinta Sendiri [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang