Tahun ajaran baru tiba. Aku sudah SMA. Akhirnya, masa-masa indah-kata orang-sudah tiba. Aku tak sabar. Mungkinkah masa SMA seperti cerita di novel remaja yang selalu kubaca? Indah dan manis? Ah, mungkin saja. Pokoknya aku udah nggak sabar.
Besok adalah hari pengumuman pembagian kelas. Mudah-mudahan aku masuk kelas IPA. Karena aku bercita-cita menjadi dokter ataupun ahli gizi. Semoga!
***
Hari pengumuman tiba. Dadaku berdebar. Aku berjalan menuju mading sembari melafalkan doa. Aku mengurut satu persatu nama dalam daftar nama. Dimana ada namaku? Aku mencari dengan telaten, meski aku harus berdesakan dengan murid lain yang juga sedang mencari namanya masing-masing.
Ah, ada! Aku pun mengucap syukur berkali-kali. Sebentar, apakah aku sekelas dengan teman SMP ku? Oh, tidak ada! Waduh, aku kan anak yang pemalu. Tak mudah bagiku untuk beradaptasi di tempat baru dan kawan baru di sini. Setidaknya, ada satu kawan SMP ku, mungkin aku merasa lega sekarang. Tapi, biarlah. Siapa tahu aku menemukan kawan baru yang lebih baik dari yang lama. Aku masuk di kelas 10 MIPA 4. Kebetulan sekali, angka empat adalah angka yang kusukai.
Aku masuk kelas dengan malu-malu. Berjalan dengan pelan-pelan, seolah jika aku sedikit berlari penghuni kelas itu akan memakanku. Aku hanya overthinking. Buktinya, mereka tak ada yang peduli saat aku masuk kelas. Aku langsung mencari-cari bangku yang kosong. Tanpa tas dan tanpa pemiliknya pastinya. Akhirnya aku duduk di sebelah seorang cewek. Ia terlihat ramah. Ia langsung mengajak berkenalan.
"Hai, namaku Raisa. Namamu siapa?" ujarnya sambil tersenyum manis.
"Aku Rania. Boleh aku duduk di sebelahmu? Di sini kosong kan?"
"Iya dong. Aku belum berkenalan dengan siapapun di sini. Mereka semua terlihat sibuk sendiri. Akhirnya aku diam aja di sini. Sambil baca novel."
"Kamu suka baca novel juga? Kita sama dong. Kamu suka genre apa?"
"Romance dong."
Oh, ternyata selera kami sama. Seketika kami cocok dan mengobrol banyak soal novel yang terbaru, update cerita wattpad yang bagus untuk dibaca, dan lainnya hingga bel masuk berdering.
***
Jam pertama pelajaran diisi oleh pemilihan ketua kelas. Tentu saja aku tidak ditunjuk menjadi calon. Kalaupun memang ditunjuk, aku tidak mau. Calon ketua kelas terdiri atas enam orang. Nantinya akan dipilih seorang menjadi ketua kelas sesuai jumlah suara terbanyak. Yang lainnya akan dijadikan wakil ketua kelas, dua orang bendahara, dan dua orang sekretaris. Pemilihan ketua kelas ini didampingi oleh Bu Alma, guru bahasa Inggris.
"Siapa yang ingin menjadi ketua kelas atau mengajukan calon? Angkat tangan ya!" perintah Bu Alma.
Beberapa anak angkat tangan. Anehnya, semua anak yang angkat tangan itu tidak mengajukan diri, tapi mengajukan temannya untuk menjadi ketua kelas.
"Bu, saya mengajukan Arfan," kata salah satu anak. Yang lainnya berpendapat sama.
Semua mengajukan cowok yang namanya Arfan. Aku sih belum tau Arfan itu yang mana. Setelah itu, beberapa anak mengajukan dirinya sendiri.
Pemungutan suara dimulai. Karena aku penasaran dengan cowok yang namanya Arfan, aku memilihnya saja.
Saat penghitungan suara, Arfan yang memiliki suara terbanyak. Selisih suara antara Arfan dengan calon lainnya terlampau jauh. Dan akhirnya, pemenang pemilihan ketua kelas adalah Arfan. Sudah kuduga.
Arfan dipanggil Bu Alma untuk maju ke depan kelas karena telah memenangkan suara sekaligus memperkenalkan dirinya. Kami semua memang belum perkenalan.
"Teman-teman, nama saya Arfano Setya Pratama. Saya di sini terpilih sebagai ketua kelas. Mohon bantuannya ya..." kata Arfan. Dia tampan. Wajahnya menunjukkan rahang yang tegas. Suaranya pun lantang dan tegas.
"Terimakasih, Arfan. Selanjutnya, kalian semua akan memperkenalkan diri di depan kelas. Saya akan memanggil kalian sesuai nomor urut absen. Yang pertama..." Bu Alma mulai memanggil satu persatu anak untuk maju ke depan dan memperkenalkan diri.
Aku paling benci saat perkenalan begini. Aku pasti gugup saat maju ke depan. Tapi aku masih mending. Raisa, teman yang tadi aku ajak kenalan dan duduk sebangku denganku lebih parah! Keringat dingin mengucur di wajahnya, tangannya pun dingin. Sepertinya dia lebih pendiam dan pemalu dariku.
"Rania Diandra!" Bu Alma tiba-tiba sudah memanggilku. Waktu terasa sangat cepat. Aku pun maju memperkenalkan diri.
"Nama saya Rania Diandra, biasa dipanggil Rania. Salam kenal!" Leganya aku. Ternyata aku nggak grogi pas ngomong, meskipun kakiku sedikit gemetar.
Setelah aku maju, Raisa dipanggil. Wajahnya tegang dan pucat. Tangannya menggengam erat.
"Per-perkenal-k-kan, na-nama s-saya Raisa Nada Adzilia, bi-biasa d-dipanggil Raisa. S-salam k-kenal!" Benar dugaanku. Suara Raisa terdengar seperti berbisik dan gugup. Kasihan sekali dia. Tapi setelah memperkenalkan diri, dia terdengar seperti menghembuskan napas lega.
Kriiiingg!!! Bel istirahat berbunyi. Setelah ini, jam pelajaran kosong. Kami sekelas diberi tugas oleh Pak Edi, guru biologi. Kami disuruh berhitung untuk menentukan kelompok. Setelah istirahat, kami berhitung. Aku sekelompok dengan Arfan.
***
Hello Readers!
Masih pingin tau kan gimana kelanjutan perasaan Rania ke Arfan?
Tunggu kelanjutannya di part selanjutnya, ya! :)
Jangan lupa comment n vote! 😉
Spread love 💞
KAMU SEDANG MEMBACA
Cinta Sendiri [COMPLETED]
Teen Fiction[COMPLETED] Siapa yang tak punya pujaan hati? Semua orang pasti punya. Terutama para cewek yang hobinya memendam perasaan. Itu bagi yang berpegang teguh pada prinsip "Perempuan itu menunggu, bukan mengejar". Aku salah satu penganut prinsip itu. Lalu...