"Ran! Emangnya bener ya kata anak-anak kalo kamu dianter Dito pas berangkat tadi? Demi apa, Ran?"
"Bener dugaan gue, Ran! Lo ternyata disenengi Dito. Apa Dito cuma main-main, ya?"
"Eh, jelasin dong Ran, kok bisa sih kamu tiba-tiba deket sama Dito? Kan kamu anaknya pendiem?"
"Jadi si Dito pedekate sama kamu, Ran? Semoga cepet jadian, ya! Nanti kasih PJ-nya! Hehe..."
Benar dugaanku. Aku seperti dikerubuti wartawan. Mereka menjejaliku dengan pertanyaan-pertanyaan tentang hubunganku dan Dito. Gimana jelasinnya? Aku dibonceng Dito itu bukan kemauanku juga. Aku jelaskan saja pada mereka bahwa Dito mengantarku karena ada maksud terselubung.
"Dito itu cuma mau pinjem buku pr-ku! Nggak lebih," kataku. Semua menatapku dengan tatapan tidak percaya. Masih menginginkan penjelasan lebih.
Belum pernah aku menjadi pusat perhatian kayak gini. Ini semua karena aku dibonceng Dito. Mungkin karena Dito adalah anak OSIS yang notabene populer. Tak heran jika reaksi semua anak di sekolah ini bisa seheboh itu dan cepat menyebar. Apa jadinya kalo aku pacaran sama Arfan? Mungkin reaksinya lebih heboh daripada ini.
"To! Kamu harus tanggung jawab buat jelasin yang sebenernya ke mereka semua! Kan kamu yang mulai. Pake nyamperin ke rumahku segala. Padahal cuma pinjem buku pr!"
"Tanggung jawab apa sih, Ran? Biarin aja kali, mereka cuma iri sama kita. Netijen yang nyinyir! Nanti juga pada lupa."
"Enak banget ya ngomongnya. Pokoknya kamu harus tanggung jawab!"
Dito tak menjawab. Dia masih sibuk menyalin jawaban pr matematikaku. Rasanya kesal sekali diacuhkan seperti ini.
"Udah, Ran, biarin aja. Mungkin Dito ada benernya. Nanti juga mereka yang gosipin kamu bakalan lupa. Kayak yang waktu itu kamu digosipin pacaran sama Arfan itu. Inget, kan?" kata Raisa.
"Iya juga sih. Mungkin aku harus menjauh dari Dito biar gosipnya ilang ya?" jawabku.
"Iya. Mereka pasti bakal lupa sama masalah ini. Jangan dipikirin, Ran."
Aku menghela napas. Tenanglah, Rania. Ini baru masalah kecil.
Kriiiiinggg!!! Bel masuk bunyi. Dito cepat-cepat menyelesaikan salinannya.
"Cepetan, To! Gurunya udah dateng tuh! Aku tarik ya bukuku!" Aku langsung menarik bukuku. Dito hanya bisa pasrah. Raut mukanya yang kesal terlihat jelas.
"Kurang dikit nih! Kurang dua nomer aja, Ran!" kata Dito. Aku tak menjawab.
"Selamat pagi anak-anak! Kemarin saya memberikan tugas ke kalian kan? Silakan dikumpulkan sekarang, ya. Nanti kita koreksi bersama. Yang belum mengerjakan silakan keluar!" kata Bu Nani. Bu Nani adalah guru matematika yang terkenal galak. Beliau juga sahabatnya Bu Oris. Jadi cocok banget, sama-sama galak! Hehe...
Meja Bu Nani langsung penuh dengan anak-anak yang mengumpulkan tugasnya.
"Makasih deh Ran. Kalo gak ada kamu, gak tau deh nasibku gimana," kata Dito. Aku hanya mengangguk.
"Dito dan Arga! Ibu minta tolong kalian bagikan buku ini secara acak ke teman-teman kalian ya! Jangan sampai ada yang memegang kepunyaannya sendiri," perintah Bu Nani.
"Iya, Bu."
Aku mengoreksi buku Arfan! Hanya memegang bukunya aja, aku udah seneng banget. Dia megang punya siapa, ya? Jangan-jangan punyaku. Hehe...
"Kamu koreksi punya siapa, Ran?" tanya Raisa.
"Punya Arfan," jawabku sambil tersenyum lebar.
"Cieee, jangan-jangan kalian jodoh lagi!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Cinta Sendiri [COMPLETED]
Teen Fiction[COMPLETED] Siapa yang tak punya pujaan hati? Semua orang pasti punya. Terutama para cewek yang hobinya memendam perasaan. Itu bagi yang berpegang teguh pada prinsip "Perempuan itu menunggu, bukan mengejar". Aku salah satu penganut prinsip itu. Lalu...