#8 : Masa Putih Abu Ibu #part1

412 21 0
                                    

"Ran, gimana sekolahnya?" tanya ibuku.

"Ya gitu deh Bu. Kok tiba-tiba nanya?" aku balik bertanya.

"Ya nggak papa. Siapa tau kamu udah punya pacar? Hehe..."

"Ih, ibu ini. Kok malah dukung aku biar punya pacar sih? Kan harusnya ibu nggak ngebolehin aku pacaran. Aku kan harus fokus belajar," kataku keheranan.

"Yaaa kan ibu cuma ngetes kamu. Kalo kamu jawabnya nyolot gitu, keliatan deh kamu gak punya pacar. Hihi..."

"Ih, ibu iseng mulu dari tadi. Eh, ngomong-ngomong, dulu waktu ibu masih SMA, ibu pernah naksir cowok nggak? Apa ibu yang disenengi cowok gitu? Cerita dong Bu... Oh iya, sama ceritain tentang sejarahnya ibu bisa ketemu sama bapak. Aku penasaran!"

"Ibu harus cerita panjang, dong. Padahal, ibu mau masakin makanan kesukaan kamu, loh. Kalo masaknya sambil ngomong nanti rasanya jadi beda dong."

"Enggaklah Bu. Kan ceritanya santai. Ayo dong Bu..."

"Iya, iya... Jadi..."

***

"Rani! Kamu dapet salam dari Kak Gema. Ini ada suratnya juga," kata Rangga. Lagi-lagi Rani mendapatkan surat dari Gema. Ini sudah kedua kalinya Gema mengirimkan surat melalui perantara Rangga, sahabat Gema. Mungkin karena Rani dan Gema beda sekolah dan bukan satu angkatan. Gema lebih tua setahun dari Rani.

"Iya, makasih ya, Kak," jawab Rani. Rangga hanya melambaikan tangannya.

Isi suratnya...

Rani, kamu mau nggak nanti pulang bareng aku? Nanti sekalian ke toko buku, deh beli novel Lima Sekawan kesukaanmu. Mau kan?

Gema

Rani hanya menghela napasnya. Ia tak habis pikir, bagaimana bisa Gema mendekatinya. Padahal ia selalu menghindarinya. Setiap pulang sekolah, dengan sabar Gema menunggu Rani di depan pagar sekolah sambil duduk di sepeda motornya.

Rani adalah cewek yang pendiam, lugu, dan bukan cewek yang cantik. Ia bahkan berjerawat parah. Maka dari itu, rasa percaya dirinya selalu ciut jika bertemu dengan orang lain. Karena orang lain yang bahkan tak mengenalnya selalu menganggapnya tak pernah merawat wajahnya. Teman-temannya juga begitu.

Sementara Gema, cowok populer, putih, ganteng, kapten ekskul basket (pastinya dia tinggi), berangkat sekolah selalu naik sepeda motor, ditambah lagi, di sekolahnya ia termasuk murid yang berprestasi.

"Cieee.... Rani udah punya gebetan yang bentar lagi bakal jadian! Yuhuuu! akhirnya sahabatku yang polos dan lugu bisa punya pacar. Hehe..." kata sahabat Rani, Desi.

"Diem ah. Aku gak suka sama Kak Gema. Kak Gemanya aja yang ngotot."

"Yah, marah deh. Jangan salting dong Ran," kata Desi bercanda.

Tak terasa bel pulang telah berbunyi. Rani dan Desi berjalan menuju ke gerbang. Seperti yang sudah diduga oleh Rani, Gema menunggunya di luar gerbang sekolah.

"Des, ayo lewat gerbang belakang. Aku pengen beli cilok nih tiba-tiba. Anterin aku..." kata Rani memohon pada Desi. Ia tahu, Desi juga pasti sudah melihat kalau di luar gerbang ada Gema yang sedang menunggunya.

"Nggak ah. Inget, Ran. Katanya pengen diet. Kamu kan juga mau ngilangin jerawat. Cilok itu gak baik buat kesehatan. Inget gak?" kata Desi dengan gayanya yang sok bijak.

Tiba-tiba Rani berlari sendiri menuju gerbang belakang dan akhirnya ia pulang sendiri naik angkot.

Sesampainya di rumah, ia mendapati sesuatu yang mengejutkan. Ada coklat di meja belajarnya dengan pita berwarna pink. Di sebelahnya ada secarik surat. Ia sudah menebak, itu pasti dari Gema.

"Ran, itu dari pacarmu, ya? Kak Isna bilangin ke emak loh. Kakak juga bakal bilangin ke Kak Rona, Kak Dini, Kak Linda, dan yang lebih parah lagi, Kak Seno! Gimana? Apa bilangin aja ke bapak sekalian? Biar kamu dicambuk pake sabuk?" kata kakak kedua Rani, Kak Isna yang tiba-tiba muncul dari balik pintu kamar Rani.

"Ja... jangan Kak... Aku nggak pacaran kok. Ini dari temen aku. Bukan pacar, kak..."

"Kalo bukan dari pacar, kakak minta coklatnya nggak kamu makan, tapi kamu kasihin ke temenmu. Atau kembaliin ke orangnya."

"I... iya kak."

Keesokan harinya, Rani curhat ke Desi dan memberikan coklat dari Gema ke Desi.

"Des, Kak Gema makin nekat! Dia udah ngirimin coklat ke rumahku kemarin. Dan yang lebih parah lagi, yang nerima coklatnya itu Kak Isna!  Kak Isna kan tukang ngadu. Gimana ya caranya ngomong ke Kak Gema? Biar dia gak usah deketin aku terus."

"Gimana kalo kamu kirim surat ke Kak Gema dan kamu kirimin lewat perantara Kak Rangga? Nanti kita anter suratnya ke Kak Rangga pas istirahat. Ini coklatnya buat aku beneran?"

"Iya, ambil aja. Kamu kan tau, ini perintah nyonya besar Isna! Dan aku lagi diet hehe..."

"Makasih ya Ran. Kamu nih ada-ada aja. Nanti nyonya besar denger lho... Hahaha..." Rani dan Desi tertawa bersama.

Akhirnya Rani membuat suratnya dan memberikannya kepada Rangga. Ia sedikit lega. Ia berharap semoga Gema tidak mendekatinya lagi. Ia tinggal menunggu besok.


Hi, Readers! 🌸
Jangan lupa kasih vote ya! 😉
Jangan lupa juga buat share ke socmed kalian 🍀

Spread love! 💞

Cinta Sendiri [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang