Kau,
Yang tak pernah hiraukanku
Tak pernah pedulikan aku yang slalu kagumi dirimu
Meski perih kuterima, meski sedih kunikmati
Tak mampu, aku sedikitpun lupakanmu
Meski aku takkan mungkin, milikimu...
Satu doaku, suatu saat nanti kau 'kan mencintaiku
-Hanin Dhiya, Suatu Saat Nanti-Raisa sedang bermain di rumahku. Dia yang sedang bernyanyi sambil bermain gitar kak Keano. Tiba-tiba, lagunya diinterupsi olehku, "Sa! Lagu yang lain napa?! Galau banget lagunya!"
"Lagunya tuh bikin aku terngiang-ngiang tau! Lagu bagus gini. Lagian, kalo dengerin lagu itu jangan dibuat baper," kata Raisa.
"Terus? Apa gunanya lagu kalo nggak dihayati?"
"Kalo buat aku, lagu itu dinikmati. Bukan dibawa perasaan. Terserah kamu mau nganggep lagu itu kayak gimana."
Raisa memang suka menyanyi. Suaranya memang bagus. Ia juga bermain gitar. Bahkan, dia berencana kalau kuliah nanti, dia bakal beli kamera dan perlengkapan rekaman buat ngerekam coveran lagunya dan di-post di akun youtubenya. Dia terinspirasi dari penyanyi Hanin Dhiya.
"Ya udah, aku nyanyi lagu pupus aja, deh," katanya. Kemudian aku langsung membungkam mulutnya dengan tanganku.
"Please deh Sa. Lagumu itu bikin aku makin galau. Kamu gak tau apa kalo aku lagi pupus sama Si Arfan? Kamu ngikutin Instagramnya Arfan gak?"
"Nggak. Memangnya kenapa?"
"Kemarin, aku kan ngeliat feed di Instagram. Feed pertama di Instagramku itu akunnya Arfan. Biasanya, Arfan itu ngepostnya pas dia sendiri aja. Otomatis dong aku langsung teken dua kali fotonya. Dan aku baru liat postingannya setelah aku teken dua kali. Kamu tau? Dia foto sama pacarnya, Sa! Nyesel tau nggak aku udah nyukain fotonya. Mau aku batalin, tapi kok gak enak. Gimana ya? Tapi aku cemburu sama Arfan," ujarku panjang lebar. Raisa hanya manggut-manggut saja sambil mengusap-usap dagunya. Duh, gayanya udah kayak dokter cinta aja!
"Ini curhatan yang biasa aku denger dari temen-temenku dulu, Ran. Memang kamu lagi pupus. Tapi saranku, lupain aja si Arfan. Gak ada gunanya nyukain orang yang udah punya pasangan gitu. Yang ada, malah buat sakit hati," nasihat Raisa.
"Memangnya, kamu pernah pupus? Jangan-jangan, kamu pupus sama Dito, ya? Ngaku, deh!"
Pipi Raisa memerah. Tak bisa dipungkiri. Aku tahu sejak awal, Raisa suka dengan Dito. Tapi Dito hanya mengabaikan Raisa. Terlihat dari wajah Dito yang lesu saat mengantar Raisa.
"Ran, jangan bahas itu lagi! Aku gak suka sama Dito!"
"Cewek pendiem yang gengsi banget ngakuin kalo dia lagi seneng sama cowok, ya Raisa. Padahal, mukanya gak bisa bo'ong kalo memang lagi seneng," ejekku. Raisa hanya diam.
Tiba-tiba, ibuku muncul. "Ran, ajak Raisa ke ruang makan. Ibu udah bikinin puding coklat buat kalian. Ada kak Keano juga tuh."
"Iya, Bu," jawabku. "Sa, ayo ke ruang makan."
"Iya," jawab Raisa yang masih dengan wajah tertekuk.
"Jelek banget deh mukamu. Kayak kain yang nggak disetrika. Hahaha..." ejekku.
"Gak lucu, Ran," ujarnya. Kemudian dia menggelitikku. Rupanya dia sudah tahu dimana letak kelemahanku. Aku gelian.
Kulihat kak Keano yang sedang makan puding sambil main hp.
"Kak Keano! Kok udah duluan makan sih? Jangan dihabisin lho! Ada temenku, nih."
"Iya, bawel," jawabnya. Tatapan kak Keano tertuju pada wajah Raisa. Matanya tak berkedip melihat wajah Raisa.
"Kak! Ngelamun aja. Jangan diliatin doang dong! Ajak kenalan, kek. Dia itu pemalu, kak."
"Eh... I—iya. Emm..." jawab kak Keano.
"Kok jadi gagu gitu sih kak? Ayo dong kenalan," kataku.
"Aku Keano. Aku lagi kuliah semester 5 jurusan teknik informatika. Aku sebenernya udah tau namamu. Raisa, kan?" kata kak Keano.
"Iya, kak. Tau dari mana kak, kalo namaku Raisa?" tanya Raisa.
"Tau dong."
"Ayo ah makan puding coklatnya. Keburu aku habisin lo, Sa."
"Iya."
Tak seperti biasanya, kak Keano tak berbicara sepatah kata pun setelah berkenalan dengan Raisa. Dia hanya menunduk dan memakan jatah pudingnya. Biasanya, kalo ada temenku yang datang ke rumah buat main, dia bakal ngeluarin penyakitnya. Kepedeannya dan kekonyolannya. Tapi sekarang, dia diam saja sampai aku dan Raisa selesai makan puding.
"Katamu, kak Keano itu orangnya rame banget, Sa. Tadi diem aja, tuh," kata Raisa keheranan. Tentunya, dia bilang seperti itu saat di kamarku, bukan di depan kak Keano.
"Tau, tuh gak jelas. Kesambet kali," kataku.
"Hahaha... Ada-ada aja, Ran. Aku pengen cover lagu, nih. Lagu apa ya?"
"Aku suka lagu Best Part. Kamu tau, kan?" kataku.
"Oh... Tau kok."
Kemudian Raisa menyanyikan lagu yang kupinta.
You don't know, babe
When you hold me
And kiss me slowly
It's the sweetest thing
And it don't change
If I had it my way
You would know that you areYou're the coffee that I need in the morning
You're my sunshine in the rain when it's pouring
Won't you give yourself to me
Give it all, ohI just wanna see
I just wanna see how beautiful you are
You know that I see it
I know you're a star
Where you go I follow
No matter how far
If life is a movie
Oh you're the best part, oh oh oh
You're the best part, oh oh oh
Best partPintu kamarku tiba-tiba terbuka. Aku dan Raisa kaget bukan main. Kak Keano sepertinya mengintip kami waktu Raisa sedang bernyanyi. Karena tiba-tiba dia jatuh saat pintu terbuka sambil masih memegang gagang pintu kamarku.
Kemudian, kami hanya bisa melongo dan kulihat kak Keano buru-buru berlari ke kamarnya dan menutup pintunya. Setelah menyadari apa yang terjadi, aku dan Raisa tertawa bersama.
Sepertinya kak Keano menyukai Raisa.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cinta Sendiri [COMPLETED]
Teen Fiction[COMPLETED] Siapa yang tak punya pujaan hati? Semua orang pasti punya. Terutama para cewek yang hobinya memendam perasaan. Itu bagi yang berpegang teguh pada prinsip "Perempuan itu menunggu, bukan mengejar". Aku salah satu penganut prinsip itu. Lalu...