#7 : Raisa Si Pendiam

450 23 4
                                    

"Jadi gini, lho Sa...." Karena aku tak tahan untuk menceritakan perasaanku pada Arfan yang sebenarnya, jadi aku cerita ke Raisa. Kuharap, dia bisa menyimpan rahasia.

"Tuh, kan bener dugaanku! Dari kemarin-kemarin juga aku udah tau, palingan kamu lagi suka sama Arfan. Keliatan tauk!"

"Masa sih? Padahal aku udah diem-diem lho Sa. Kentara banget ya? Tapi jangan bilang siapa-siapa ya," kataku.

"Iya, iya."

Brakk! Tiba-tiba aku mendengar kegaduhan. Segera aku menoleh ke sumber suara. Upss! Ternyata Dito. Ia berlari-lari ke arahku dan Raisa. Wajahnya yang konyol dan langkahnya yang tergopoh membuat seluruh penghuni kelas tertawa. Termasuk aku.

"Ran! Rania! Aku minta kertas yang pinggirnya bolong-bolong itu lho! Sama bolpoin! Oh, pensil, penghapus, sama tip-ex juga! Sh*t! Aku remidi fisika, nih! Masa cuma aku doang yang remidi! Emang nih Bu Oris kaga ngerti perasaanku! Ga usah remidi kek! Kan beres!"

"Udah deh To! Makanya elo tuh kalo belajar yang rajin! Jangan ML-an mulu! Hahaha!" kata Deni.

"Bacot lu! Makasih Rania sayang!" kata Dito genit dan menambahkan kata 'mmuahh' dengan mulut monyong.

"Idihh, gak usah pake sayang-sayangan kali! Geli tauk!" jawabku sambil bergidik.

Kulihat Raisa menatap Dito tanpa kedip dan senyum-senyum. Jangan-jangan dia kena sawannya Dito, lagi!

"Sa! Kamu ngeliat Dito sambil senyum-senyum gak jelas gitu?! Seneng sama Dito, ya?? Ngaku..."

"E... eh! Enggak kok, Ran! Hii siapa yang suka sama cowok model Dito. Amit-amit, deh."

"Halah! Jangan bo'ong. Keliatan, tauk!" kataku sambil menirukan gaya bicara Raisa. Kulihat pipinya merona merah dan ia menggigit bibirnya. Wah, kayanya dia beneran suka, nih! Hihihi!

"Udah, deh Ran! Aku gak suka siapa-siapa, kok."

"Palingan juga nanti kamu gak tahan terus cerita ke aku. Liat aja," ujarku.

Raisa tidak menjawab. Namanya aja pendiam. Jadi, pastinya dia bakal jatuh cinta dalam diam.


***

"Fan, kamu tau nggak caranya ngerjain yang nomer 7? Susah banget nih. Aku pusing ngerjainnya," kata Siska sambil menempel di lengan Arfan.

Aku jengah ngeliat pemandangan ini. Siska memang terkenal genit. Apalagi sama cowok yang tajir, hits, plus pinter. Cepet banget deh tu anak! Buktinya, sekarang udah nempel-nempel sama Arfan.

"Emang nyebelin kok Ran. Kalo aku jadi kamu sih, aku milih bersabar aja," kata Raisa tiba-tiba nongol di belakangku, membuatku terkejut.

"Buset dah ni anak. Tiba-tiba nongol aja. Aku kesel banget, tapi gak tau mau aku harus diem aja. Kan aku bukan siapa-siapanya Arfan. Cuma temen, bisa apa."

"Iya, sih," jawab Raisa singkat sambil menatap Dito yang sedang ML-an sambil mengeluarkan kata-kata 'kotor'.

"Hayo! Keliatan banget nih kalo suka sama si berandal, Dito. Natapnya tuh gak bisa biasa. Ngaku aja gapapa kok, Sa. Kita jadi sama-sama punya 'gebetan'," kataku.

"Ran, Ran. Kayanya udah ribuan kali aku ngomong ke kamu. A-K-U G-A-K S-U-K-A D-I-A!" ujarnya mendesis tajam. Mengerikan juga. Andai, aku bisa nahan perasaan kayak Raisa.


***

Aku dan Raisa tiap hari pulang bareng. Tapi kami tak mengendarai sepeda motor seperti yang lain. Kami naik angkot. Saat berjalan menuju pangkalan angkot, tiba-tiba suara seseorang yang mengendarai motor matic mengagetkan kami.

"Raniaaaa! Kok jalan, sih? Nanti capek, lho. Sini bareng aku aja." Ternyata Dito lagi! Duh, kenapa dia ada di mana-mana, sih?

"Nggak! Aku bareng sama Raisa kok. Udah, gak usah repot-repot," kataku sambil melirik Raisa, ingin tahu bagaimana responnya. Tapi, sepertinya, dia beneran suka sama Dito. Ia menekuk bibirnya sambil menatap objek lain.

"Gimana kalo kamu barengin Raisa aja? Raisa kan rumahnya searah sama kamu. Lagian nanti aku bisa minta jemput ibuku. Ya kan, Sa?" kataku sambil memainkan alisku.

"E... enggak. Aku pengennya naik angkot. Soalnya, nanti aku mau beli alat tulis sekalian di..."katanya yang langsung kusela.

"Udah deh, Sa. Emangnya di jalan ke rumahmu ada toko alat tulis? Sekalian aja minta anter si Dito. Iya nggak Dit?" kataku.

"Ya udah deh, Ran. Ayo , Sa kalo mau bareng," kata Dito. Wajahnya agak lesu.

"Nah, gitu dong. Titip sahabatku, ya, Dit! Anterin sekalian beli alat tulis, ya! Dah! Hati-hati!

Mereka akhirnya menghilang di ujung jalan. Senang rasanya bisa mencomblangkan sahabatku yang pendiam itu. Hehe... 😁



Cinta Sendiri [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang