Arfan!
Rania?
Kamu mau kemana? Kita kan masih jalan-jalan...
Aku mau ke rumah Nina dulu. Kan aku pacarnya.
Tapi tadi kamu bilang aku pacarmu, bukan Nina!
Dahh!
Arfan!
Perlahan wajah Arfan memudar dan terlihat samar. Badanku terasa digoyang-goyang setelah itu. Aku baru sadar, aku mimpi. Kubuka mataku perlahan dan kulihat Kak Keano membangunkanku sambil senyum-senyum nyebelin.
"Kamu ngapain ngigau-ngigau gak jelas sambil manggil-manggil 'Arfan'? Emang Arfan itu siapa sih? Pacarmu ya? Ceritain lah," kata Kak Keano sambil duduk di kasurku. Dan masih dengan senyumnya yang bikin badmood pagi-pagi.
"Bukan siapa-siapa. Mungkin cuma bunga tidurku doang. Lagian aku udah lupa barusan mimpi apa," jawabku jutek.
"Liat aja. Kalo gak cerita, gak diajak jalan-jalan," ancam Kak Keano. Itulah sifat Kak Keano yang tak kusukai. Pemaksa dan pengancam.
"Biarin. Lagian aku juga gak bisa cerita apa-apa karena aku gak inget. Kalo kakak gak ajak aku jalan, aku bakal aduin perasaan kakak ke Raisa," ancamku membalas Kak Keano.
"Jangan dong Raniaaa! Aku kan gak suka sama Raisa. Aku cuma pengen dengerin suaranya aja waktu itu. Aku ajak jalan deh," kata Kak Keano pasrah. Nah, itu yang kusuka dari Kak Keano. Dia lemah dalam hal pengungkapan rasa. Dia pemalu soal ini.
"Nah itu baru kakakku yang ganteng," jawabku puas. "Oh iya kak. Aku ada janji sama Raisa hari ini. Aku mau nonton film Dilan 1991. Nanti anterin aku ya. Kalo kakak mau ikut liat juga gapapa. Filmnya bagus kok kak."
"Iya, gampang. Filmnya romance?"
"Iya kak. Tenang aja, bagus kok."
"Aku gak suka romance."
"Udahlah, ikut aja. Liat aja nanti. Kakak pasti bakal ikut liat filmnya."
Aku segera beranjak ke kamar mandi. Setelah itu, aku menelepon Raisa untuk segera berdandan dengan cantik namun tak berlebihan. Selayaknya anak SMA saja.
"Ngapain juga aku dandan, Ran? Kan cuma nonton. Lagian cuma sama kamu aja kan?"
"Udahlah, nurut aja," kataku. Kemudian teleponnya langsung kututup.
Setelah siap, aku bersama kak Keano berangkat menuju bioskop. Kak Keano wangi sekali. Tak seperti biasanya.
"Kak, di sini aja. Raisa tadi janjiannya di sini kok."
"Iya. Kamu gak beli tiket dulu? Keburu antri nih."
"Beliin dong. Raisa sekalian, ya. Hehe..."
"Males banget."
"Ayolah Kak..." Aku memaksa Kak Keano untuk membelikanku tiket nonton. Saat itu juga, Raisa datang dengan pakaian yang stylish, tapi sopan dan tak berlebihan. "Kak, si Raisa udah dateng tuh."
Kulihat Kak Keano langsung menoleh ke arah Raisa. Matanya tak berkedip.
"Itu Raisa? Kok..."
"Iya, Raisa. Kenapa? Cantik? Ya iya emang sahabatku kan cantik. Kayak sahabatnya," kataku.
"Ran, aku beliin deh tiga tiket."
"Tuh, kan kubilang apa. Kakak pasti nonton juga. Pasti gara-gara ada Raisa kan?"
"Bawel. Gak aku beliin nih."
"Eh, Iya deh aku diem," aku pun diam dan menurut kak Keano.
"Ran, ayo beli tiket," kata Raisa.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cinta Sendiri [COMPLETED]
Teen Fiction[COMPLETED] Siapa yang tak punya pujaan hati? Semua orang pasti punya. Terutama para cewek yang hobinya memendam perasaan. Itu bagi yang berpegang teguh pada prinsip "Perempuan itu menunggu, bukan mengejar". Aku salah satu penganut prinsip itu. Lalu...