Telpon rumah di ruang tengah sudah sejak lama berdering, namun sepertinya belum ada tanda-tada akan di angkat. Pada panggilan ke tiga, leana keluar dari kamar dengan handuk yang masih menggulung di kepalanya. Karena terburu-buru, leana menggelungnya tidak begitu rapih karena masih ada beberapa anak rambut yang mencuat dan menitikan air hingga membasahi bagian belakang bajunya. Belum ada sedetik sejak telpon itu menempel di telinganya, namun leana sudah menjaga jarak lagi.
"KEMANA AJA LOE? Gue telpon dari tadi nggak di angkat. Ke hp loe ga bisa, ke hp yascha ga bisa. Itu hp emang buat pajangan?" Semprot dhea saat leana bahkan belum sempat menyapa.
"Toa banget sih loe dhe. Gue lagi mandi, mana mungkin gue bawa-bawa hp." Omel leana.
"Mandi? Yascha juga?"
"Iya."
"Omega omega, loe sama yascha..."
"Siapa leana?" Tanya yascha.
"Dhea."
Kata yang di ucapkan dhea tidak sampai ke telinga leana karena ia menjauhkan telponnya untuk menjawab pertanyaan yascha.
"Iya kan? Ngaku loe sama gue!" Hanya kalimat itu yang sampai ke telinga leana. Ia tidak ingin ambil pusing, karena itu pula leana mengiyakannya.
"Iya udah sini, gercep."
"Aaahahahhaa Iya iya, nyonya yascha. Gue udah deket."
Sambungan telpon pun terputus. Dhea memang seperti itu, menelpon tidak tau tujuannya apa dan kebiasaan yang tidak akan bisa hilang, menutup telpon secara sepihak.
"Kebiasaan." Gumam leana.
Saat leana memutar tubuhnya, yascha sudah siap sedia berdiri di belakangnya. Sedari tadi yascha tidak tahan dengan air yang menetes membasahi baju bagian belakang leana. Oleh karena itu yascha menuntun leana sebelum mendudukannya di atas sofa. Leana sempat bertanya tujuan yascha, namun sepertinya yascha enggan menjawabnya.
"Biar aku keringkan rambutmu." Ucap yascha sambil menuntun leana agar memutar membelakanginya.
"Aku bisa melakukannya sendiri, yas." Balas leana sambil memutar tubuhnya menghadap yascha lagi. Penolakan itu tidak dapat diterima karena yascha yang berpindah posisi ke belakang leana. "Yasss..."
"Leanaaaaa." Ucap yascha meniru nada suara leana.
"Baiklah."
Dengan sangat hati-hati, yascha menggunakan handuk di kepala leana dan menggosoknya. Sangat perlahan dari pusat sampai ke ujungnya.
"Sepertinya kita harus beli hairdryer." Gumam yascha. Pasalnya sejak tadi rambut leana tidak kunjung mengering.
"Untuk apa?"
"Memgeringkan rambutmu."
"Sebenarnya aku tidak terlalu membutuhkannya."
"Kalau gitu aku yang butuh. Kamu tidak bisa menghabiskan waktu begitu lama hanya untuk mengeringkan rambutmu. Time is money. Dan aku juga tidak ingin kamu keluar dengan rambut basahmu. Tidak, tidak, jangan pernah melakukan itu." Ocehan yascha membuat leana terkekeh geli. Ia tidak menyangka suaminya akan menjadi sangat posesif. Jika dulu ia paling benci di kekang, tapi berbeda jika yascha yang melakukannya. Entahlah mungkin karena yacha memintanya dengan cara yang berbeda.
"Mau aku bentuk apa rambutmu?" Tanya yascha kemudian.
"Memang kamu bisa?"
"Sesungguhnya tidak, tapi aku akan berusaha jika kamu menginkannya."
Lagi-lagi yascha membuatnya merasa tersanjung. Ucapan yascha begitu manis, lebih manis dari saat pramuniaga toko memuji baju yang akan di beli leana. Lebih manis dari sales kosmetik yang dipakai leana. Sesungguhnya ia tidak suka sesuatu yang terlalu manis, tapi akan berbeda jika yascha yang melakukannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Marry With Crazy Jerk
RomanceRasanya di jodohkan saat punya pacar itu, seperti dihimpit dari dua sisi. Tidak bisa bilang karena takut pacarmu marah, juga tidak bisa menolak karena perintah ayah. Satu-satunya jalan tengah yang bisa dipilih adalah kabur dari rumah sampai ayahmu m...