19. Home

2.4K 58 0
                                    

Suara pintu yang berdecit tidak sedikitpun mengalihkan leana dari kegiatan mengecatnya. Degup langkah sepatu yang mendekat ke arahnya juga tidak didengarnya. Dentuman musik yang keluar dari earphonenya mengalahkan suara apapun di sekitarnya. Sedangkan sosok yang tadi masuk tanpa izinnya, kini sudah berhasil mengecup pipi leana.

"Aaakkkhhh..." Pekik leana diikuti langkah spontan melepas earphone dari telinganya. Jantungnya seperti ikut melompat karena sekarang kakinya merasakan lemas yang luar biasa. Ia pikir seseorang yang berniat jahat, namun saat melihat sosok dibaliknya membuat leana menghembuskan nafas lega. "Astaga yas, kamu membuatku terkejut. Apa yang kamu lakukan disini?"

"Membantumu."

"Bukankah seharusnya kamu bekerja?"

"Hari ini aku akan bekerja untukmu."

"Tidak yas, lagi pula tidak banyak dinding yang harus di cat. Kau lihat, 50% rumah kita terbuat dari kaca." Tolak leana.

Rumah yang yang di rancang yascha memang dibuat 50% berbahan dasar kaca agar bisa menikmati pemandangan panorama pantai secara ekstensif. Struktur yang mengesankan dengan jendela dan pintu gesernya yang rendah dan bisa dibuka ke sisi selatan. Proporsi fasad yang besar memastikan bahwa tidak ada orang yang lewat di jalan atau tetangga dari samping, bisa melihat ke dalam rumah. Semua hasil rancangan yascha sangat indah bakhan saat belum ada interiornya.

"Aku tidak akan membiarkan istriku bekerja keras sendirian. Jika kamu mau, beri aku upah yang sesuai."

Masih seputar obrolan yang sama dan leana tidak bergeming dari kegiatanya. Tangannya tidak pernah berhenti untuk memoles cat berwarna putih itu ke atas dinding. Leana senang jika yascha membantunya, tapi ia juga tidak senang jika ia tau yascha akan mendapat masalah jika memaksa melakukannya. Ada proyek penting yang harus ditanganinya, membatu leana akan semakin menghambat pekerjaannya.

"Aku tidak akan sanggup menggajimu bahkan untuk sehari saja."

"Kamu punya segala hal yang aku inginkan, setidaknya beri aku satu." Ucap yascha seraya menarik leana mendekat kepadanya. Ia merebut roller cat dari tangan leana dan mencampakannya begitu saja ke lantai yang sudah dilapisi koran sebagai alasnya. Setelah itu, yascha memutar tubuh leana hingga menatap ke arah yang sama dengannya. Tangannya bergerak dan berhenti tepat di perut leana, lalu keduanya terhanyut dalam kenyamanan tiada tara.

"Apa yang kamu inginkan?"

"Hatimu." Jawaban yascha membuat leana melepaskan pelukan yascha untuk kembali menatap irisnya. "Terlalu berat?" Tanya yascha saat melihat mata leana berkata belum siap. "Kalau gitu, beri aku ciumanmu."

"Jangan terlalu memaksakan diri yas, kamu mau membantuku dengan menggunakan stelan kemeja lengkap dengan jas seperti ini?" Leana memberi jarak tubuhnya dengan yascha sebelum ia benar memekik karena ulah yascha yang tiba-tiba saja melepas satu-persatu pakaiannya.

"Aku bisa membukanya jasnya, kemejanya, juga celananya."

Langkah mundur leana terhenti karena kaca besar dibelakangnya. Tak habis akal, ia menutup kedua matanya hingga yang terlihat dari wajahnya hanya bibir itu saja. Bibir berwarna pink alami yang sedang dicuri kecupannya oleh yascha.

"Aku sudah mendapatkan upahku, jadi aku akan bekerja keras."

Pakaian yascha masih lengkap dengan dasi yang masih bertengger di lehernya, kecuali jas yang tadi dicamapakannya untuk mengelabui leana. Yas membawa pakaian ganti, tentu saja karena ia memang berniat melakukannya.

"Kamarmu mau di cat warna apa?" Tanya leana saat ruangan tengah rapih dengan catnya. "Yas... kenapa melihatku seperti itu?"

Wajah leana merah merona ketika sadar sedari tadi yascha menatapnya dengan tatapan memuja. Kalimat yascha yang mengatakan akan membantu leana ternyata hanya bualan semata. Alih-alih mengecat bersama leana, ia lebih tertarik memaku leana dalam pandangannya. Tangannya memang memegang roller cat, tapi benda itu hanya jadi hiasan tangannya saja.

Marry With Crazy JerkTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang