Tengah malam, leana belum mampu memejamkam mata. Ia hanya bergerak gelisah di atas ranjang, memutar tubuhnya ke kiri dan ke kanan. Mengingat pertengkaran mereka terakhir kali, leana belum siap kehilangan. Ini bukan kali pertama leana menghabiskan malam tanpa yascha, tapi kali ini terasa sangat berbeda. Jika dulu ia berandai-andai tentang masa depan mereka, namun kali ini hanya diliputi perasaan takut mendominasi hati dan pikirannya, seolah ada sesuatu yang akan terjadi pada yascha.
Leana berpikir keras, apa yang sebenarnya yang salah dari hubungan mereka? Mungkin karena mereka memulainya tanpa cinta. Tapi apakah salah mempertahankan hubungan yang saat ini menjadi satu-satunya alasan ia bertahan? Atau mungkin cara leana mempertahankan hubungan itulah yang salah? Mungkin ia terlalu memaksakan atau justru telalu membebaskan. Leana tidak kuat lagi menahan pedih itu, hingga genggamanya melemah dan akhirnya yacha terlepas.
Satu hal yang sampai saat ini sangat menyesakkan bagi leana, satu sebab menjatuhkan ia kepada kesalahan yang paling dalam, leana tak pernah bisa benar-benar tanpa kehadiran yascha di hidupnya. Tidak bisa walaupun ia harus terluka.
Mungkin leanalah yang terlalu egois, seharusnya ia bisa lebih tenang saat menghadapi amarah yascha. Jika saja leana tidak ikut emosi dan hanya memberikan penjelasan yang dibutuhkan, mungkin pertengakaran seperti itu tidak akan pernah terjadi. Dan yascha akan berada disisinya malam ini.
Tidak bisa, masalah ini tidak bisa dibiarkan berlarut-larut. Leana harus menyelesaikannya malam ini juga. Ia tidak bisa merasa gundah lebih lama. Karena itu leana segera mencari tasnya yang di bawa pulang yascha, lalu mencari satu benda yang sangat dibutuhkannya saat ini. Ponsel. Leana harus segera menelpon yascha dan mengetahui keberadaan suaminya. Jika sesuatu yang buruk terjadi pada yascha, leana akan menyesal seumur hidup dan tidak akan mampu memaafkan dirinya sendiri.
Tiga nada tunggu panggilan, namun yascha masih belum menjawabnya, bahkan sampai dering terakhir. Sebegitu marahkah yascha kepadanya? Leana terus berusaha menelfon sampai nada panggilan itu berubah menjadi suara bising yang menggema.
"Halo! Yascha." Sapa leana meski sedikit ragu pada awalnya.
"Iya, halo?"
Leana terdiam. Sejenak ia menjauhkan ponsel itu dari telinganya, lalu menatap layar yang jelas tertera nama suaminya di sana. Leana tidak salah memanggil. Tapi mengapa yang terdengar bukan suara yascha? Ia sangat mengenal suara suaminya dan leana yakin seratus lersen jika itu bukan yascha.
"Ini siapa? Bisa tolong panggilkan yascha!" Ucap leana yang mengira jika yascha sedang bersama salah satu temannya. Leana berpikir jika yascha masih enggan menerima telponnya dan memilih untuk meminta temannya yang menjawab.
"Ohh.. saya bartender, masnya lagi mabuk mbak." Jelas si bartender.
"Mabuk?" Tanya leana tidak percaya. "Bisa tolong kirimkan alamatnya mas, saya akan kesana menjemputnya. Tolong jaga dia sebentar dan jangan biarkan dia pulang sendirian."
"Baik mbak."
"Terimakasih." Ucap leana sebelum menutup panggilannya. Dengan cepat leana membuka lemari dan menyambar jaket dengan asal. Setidaknya itu akan menjaga tubuhnya tetap hangat di cuaca dingin seperti ini, juga menutupi pakaian tidur bermotif bangau yang dikenakannya.
Meskipun lelah dan mengantuk, leana memilih mengendarai mobil seorang diri. Alasannya karena ia tidak mungkin menemukan taxi selarut ini, pukul dua pagi.
Tidak butuh waktu lama hingga leana sampai di tempat tujuan. Ia memarkir mobilnya dengan asal dan buru-buru masuk ke dalam club.
Demi apapun yang ada di bumi, leana benar-benar tidak cocok dengan tempat seperti itu. Karena baru masuk saja leana sudah merasa pusing oleh bau alkohol dan asap rokok yang mengepul di mana-mana. Belum lagi matanya harus tercemar oleh pemandangan yang harusnya mereka lakukan di tempat yang lebih privasi. Leana mengernyit tidak suka dan memilih melanjutkan mencari bartender yang mengangkat telponnya tadi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Marry With Crazy Jerk
RomanceRasanya di jodohkan saat punya pacar itu, seperti dihimpit dari dua sisi. Tidak bisa bilang karena takut pacarmu marah, juga tidak bisa menolak karena perintah ayah. Satu-satunya jalan tengah yang bisa dipilih adalah kabur dari rumah sampai ayahmu m...