Di sebuah lorong yang sepi, yascha menenggelamkan wajahnya pada lutut yang ia peluk dengan erat. Tubuhnya terasa lelah, namun hati dan pikiranya berkali-kali lebih lelah. Lelah oleh sebuah penyesalan yang tidak berujung. Yascha bahkan tidak terusik oleh tatapan beberapa suster yang mengiba melihat kondisinya. Lantai rumah sakit yang dingin, di tambah suhu rendah yang bersumber dari AC juga tidak dihiraukannya. Padahal tubuhnya hanya tertutupi celana hitam yang masih basah dan bagian atas tubuhnya hanya bertengger kain tipis pemberian petugas medis di dalam perjalanan di dalam ambulans.
"Den yascha, dipakai bajunya ya?" Bujuk bi minah yang khawatir melihat bibir yascha yang membiru melawan dingin. "Nanti kalau celana basahnya di pakai terus, den yascha sakit. Nanti non leana siapa yang jagain?"
Bi minah hanya menghela nafas saat yascha tidak bergeming. Ia pun membentangkan selimut yang cukup tebal milik rumah sakit yang baru saja ia pinjam, lalu dililitkannya selimut itu pada tubuh yascha yang sedikit bergetar.
Kepalanya baru terangkat saat yascha mendengar pintu di hadapannya terbuka. Matanya menangkap seorang dokter yang menuju ke arahnya. Tapi baru beberapa langkah, yascha segera berdiri, membiarkan selimut itu jatuh tergeletak di atas lantai dan menghampiri dokter lebih cepat.
"Bagaimana keadaan istri saya dok?" Todong yascha.
"Astagfirullah den yascha!" Pekik bi minah saat melihat kaki majikannya itu kembali mengalirkan darah yang tidak sedikit. "Kaki den yascha berdarah. Kita obati dulu yuk den!"
"Sebentar bi, saya sedang bertanya pada dokter tentang kondisi leana." Ucap yascha sedikit meninggikan intonasinya. "Bagaimana keadaan leana dok? Ia selamat, ia baik-baik saja kan?"
Dokter tersebut tersenyum memaklumi tingkah yascha. Bukan pertama kalinya ia melihat keadaan seperti itu. Jika orang yang dicintai berada di ambang kematian, ia tau ucapan dokter itu bagai sebuah vonis.
"Istri anda baik-baik saja. Semua organ vitalnya juga berfungsi dengan baik. Syukurlah anda memberi pertolongan pertama yang tepat. Tinggal menunggu istri anda sadar dan menunggu apakah ada hal lain yang harus di periksakan lebih mendetail." Jawab dokter dengan lugas.
Setidaknya saat ini yascha bisa sedikit bernafas lega. Mengetahui leana baik-baik saja, itu jauh lebih dari cukup untuknya.
Beruntung rumahnya berada di tengah fasilitas publik, seperti rumah sakit yang hanya berjarak beberapa ratus meter dari kediamannya. Terlambat sedikit saja, yascha tidak bisa membayangkan kemungkinan yang akan terjadi. Atau mungkin lebih tepatnya, ia tidak akan sanggup menerima apapun yang terjadi.
"Sebaiknya anda juga mengobati luka anda." Saran dokter yang sebenarnya sebuah kewajiban bagi orang yang berpikir jernih. "Suster tolong obati luka pak yascha!" Perintah dokter pada salah satu suster yang keluar dari ruangan yasng sama.
"Baik dok."
"Kalau begitu saya permisi." Ucap dokter pamit meninggalkan lorong.
Yascha tidak begitu mempedulikan saran dari dokter. Fokusnya hanya tertuju pada leana yang tergolek di dalam sana.
"Mari pak! Biar saya antar ke ruang perawatan." Ajak suster yang langsung di tolak yascha tanpa berpikir lebih jauh.
"Saya baik-baik saja. Apakah istri saya sudah bisa ditemui?"
"Dennn..." bi minah semakin khawatir melihat yascha tak lagi mempedulikan kondisi tubuhnya.
"Bisa pak, tapi..."
"Kalau begitu saya ingin menemuinya."
"Tapi..."
"Luka saya bukan apa-apa suster. Saya ingin melihatnya segera." Kukuh yascha.
KAMU SEDANG MEMBACA
Marry With Crazy Jerk
RomanceRasanya di jodohkan saat punya pacar itu, seperti dihimpit dari dua sisi. Tidak bisa bilang karena takut pacarmu marah, juga tidak bisa menolak karena perintah ayah. Satu-satunya jalan tengah yang bisa dipilih adalah kabur dari rumah sampai ayahmu m...