13. Kemistri

3.2K 79 1
                                    

Suara deru angin yang menyapu kegundahan, serta deburan obak yang membawa ketenangan membuat leana dan yascha terhanyut dalam keheningan. Mereka menikmati momen langka seperti ini. Berjalan menaiki unta yang entah kakinya akan melangkah kemana. Sederet kata tidak mampu menggambarkan perasaan mereka, karena sepertinya keduanya telah dibelenggu oleh sesuatu yang tak kasat mata. Mereka jatuh cinta, pada keindahan yang kini tercipta.

"Yas, tidakkah kita berjalan terlalu jauh?" Tanya leana mulai khawatir.

Entah karena apa, sejak kemarin mereka turun dari padang savana, leana terasa lebih melunak. Leana tidak sedingin dulu, tidak segalak dulu, tidak sebenci dulu dan itu membuat yascha berpikir leana memberikan lampu hijau. Walaupun tidak dengan jatuh cinta, setidaknya cukup untuk membuat leana percaya kalau yascha tidak seburuk yang ia kira.

Perasaan yascha sendiri belum tentu cinta, tapi satu hal yang ia yakini adalah menjaga leana. Sejak awal pertemuan mereka, ketika yascha berkata ia terpesona, itu sebuah fakta. Alangkah baiknya jika Tuhan mengizinkan mereka bersama. Tuhan menciptakan leana seperti medan magnet yang terus menarik yascha lagi dan lagi. Ia selalu ingin menyenangkan leana, walaupun itu bukan sesuatu yang mudah dilakukan.

"Tidak usah khawatir leana, tempatnya memang agak jauh tapi aku yakin kamu akan sangat menyukainya." Ucap yascha menciba menenagkan leana.

Saat mengatakan mereka menaiki unta, mereka berdua menaiki satu unta. Dengan kata lain, saat ini leana tidak secara langsung berada dalam dekapan seorang yascha. Anehnya leana tidak merasa risih, bahkan perasaannya cenderung nyaman. Mungkin karena ia mulai percaya bahwa yascha tidak akan melakukan hal yang akan dikutuknya.

"Aku hanya akan menyukai jika kamu membiarkan aku membaca bukuku di kamar."

"Kamu akan menyesal berkata seperti itu jika kita sudah sampai di tempatnya."

Kali ini suara ponsel leana yang mengalihkan perhatian mereka. Ini pertama kalinya tyas yang sekarang menyajadi mertua leana itu menelfonnya. Sebelumya hanya hartman saja yang menanyakan kabar saat leana baru tiba di taman nasional karimun jawa, tentu saja ia masih bilang di lombok.

"Leana sayang." Sapa tyas tanpa menunggu reaksi leana, orang yang dia telfon.

"Mamah."

"Apakah cucu mamah sudah mulai tumbuh?" Tanya tyas antusias. Sepertinya tyas tidak sendiri karena leana dengan jelas ayah mertuanya, wildan, juga meminta berbicara dengan leana.

"Apa?"

Ponsel leana di rebut paksa oleh yascha, namun dirinya tidak bereaksi apa-apa. Ia masih terkejut dengan pertanyaan mertuanya itu. Cucu? Aaahhh.. yang benar saja, berpegangan tangan saja tidak. Kecuali jika leana menyadari kalau ia tengah di peluk yascha dari belakang.

"Aku sudah berusaha semaksimal mungkin mah, hari ini saja kami baru keluar kamar karena leana selalu ingin di kamar." Jawab yascha kepada mamahnya di telfon.

"Benarkah? Bagus itu. Yasudah, lanjutkan kegiatan kalian. Mamah tidak akan mengganggu. Sampaikan salam mamah untuk leana." Ucap tyas mengakhiri pembicaraan.

Ada yang menatap sinis kepada yascha, siapa lagi jika bukan leana. Ia bahkan membiarkan lehernya sakit karena harus menengok ke belakang hanya untuk mengintimidasi yascha. Alasannya tidak lain dan tidak bukan karena jawaban yascha. Ia takut mamah mertuanya itu akan berpikir yang macam-macam, walaupun seharusnya mereka sudah melakukan hal macam-macam sebagai suami istri yang sah.

"Kenapa? Aku tidak berbohong."

Tidak ada tanggapan lebih dari leana.

"Leana." Panggil yascha.

Marry With Crazy JerkTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang